Suasana ruang AVI sore ini tidak seramai hari-hari lainnya. Ruangan itu kosong. Dari mading yang terpasang di luar ruang AVI, hari ini memang tidak ada jadwal latihan ekstrakurikuler. Mungkin karena alasan itu pula Pak Bowo meminta anak-anak didiknya yang baru saja tergabung dalam sebuah band untuk langsung berkumpul sepulang sekolah. Gita bernapas lega memasuki AVI ketika mendapati Faza yang sudah duduk di atas karpet dengan gitar. Walaupun sudah ada Mada dan Adrian, Gita tidak mengenal baik kedua lelaki itu. Kedua ketua ekstrakurikuler ansambel dan perkusi itu memang memiliki kemampuan bermusik di atas rata-rata dan terkadang membuat Gita merasa minder untuk hanya sekedar mengobrol.
Faza memetikkan lagu yang cukup familiar. Gita yang awalnya masih bermain ponsel sambil bersenandung pelan tanpa sadar ikut bernyanyi. Sambil menunggu yang lainnya datang, Faza dan Gita membunuh waktu dengan cara mereka. Dari satu lagu, kini Faza sudah memetikkan lagu berikutnya untuk mengiringi suara merdu Gita yang melantunkan lagu berjudul Stitches dari Shawn Mendes. Hanya dengan begitu, Gita langsung merasa nyaman dengan Faza.
"Berisik lo nyanyi terus." celetuk Ezra yang sedang berselonjor di atas karpet dengan tas ransel sebagai bantalnya.
Celetukan Ezra tersebut langsung dibalas tatapan tajam oleh Gita, ia sakit hati.
"Berantem aja terus sampe lo berdua jadian." Mada memang sepertinya suka keributan.
Tatapan tajam Gita beralih pada Mada, "Dih, amit-amit gue jadian sama dia."
"Amit-amit." ucap Ezra hampir bersamaan dengan Gita.
Mada menahan tawa, "Beuh, emang udah paling cocok lo berdua."
Baik Gita maupun Ezra yang sudah siap mencaci Mada harus menelan kembali kalimat mereka yang sudah diujung lidah karena Adrian meminta semuanya berkumpul di tengah ruangan. Faza yang dari tadi menjadi saksi bisu pun bernapas lega karena sejak tadi ia tidak bisa berbuat apapun. Dengan malas, Gita beranjak dari posisi duduk nyamannya. Ia sengaja menendang kaki Ezra yang memang menghalangi jalan ketika melangkah menuju tengah ruangan. Sudah ada Alfa dan Gio yang duduk bersama Adrian. Sedari tadi, tak ada yang menyadari kedatangan kedua lelaki itu.
"Oh, lo leader-nya, Ad?" tanya Ezra begitu duduk di sebelah Adrian.
Adrian melirik Ezra sebentar sebelum beralih pada wajah-wajah lainnya, "Oke, kalo ada yang belum kenal sama gue, gue Adrian. Pak Bowo minta gue buat jadi ketua di sini. Semoga kita bisa kerja sama dengan baik ke depannya."
Pembicaraan berlanjut pada perkenalan diri yang kemudian dilanjut dengan pembahasan mengenai konsep band. Sejauh pembahasa mereka, Adrian memang cukup tegas menjadi pemimpin di antara mereka yang lebih banyak main-mainnya. Adrian memang memiliki kapasitas sebagai pemimpin.
"Tolong koreksi kalo gue salah. Faza sama Ezra bisa main gitar, Mada bisa piano sama gitar, Gio bisa saxophone, Alfa bisa biola, dan gue bisa perkusi. Nah, Gita, lo bisa main alat musik apa?" tanya Adrian yang cukup menohok Gita.
"Jujur, gue enggak bisa main alat musik apapun kecuali pianika. Tapi gue bisa nyanyi." jawab Gita.
Adrian tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya memutuskan, "Fix lo yang jadi vokalisnya."
"Berisik-berisik juga gue jadi vokalis." desis Gita pada Ezra yang nampak tak tertarik.
"Gue rasa Ezra juga bisa jadi kandidat vokalis yang kuat. Kita udah punya Faza yang pegang gitar." Gio angkat bicara.
Adrian mengangguk-angguk mempertimbangkan.
"Menurut gue, suara Ezra sama Gita cocok buat nyanyi bareng." tak ada nada mengejek dari kalimat Mada. Lelaki itu sedang serius rupanya.
"Lo yakin?" tanya Adrian yang tak hanya ragu mengenai hubungan Gita dan Ezra yang kurang baik, namun juga analisis Mada barusan.
Mada berdiri dari duduknya, "Coba lo berdua nyanyi." pintanya pada Gita dan Ezra ketika sudah duduk di balik piano.
"Lagu apa?" tanya Gita.
Tidak menjawab, Mada mulai memainkan jarinya di atas tuts piano, "Lo pasti tau lagu ini. Ezra bagian verse, Gita pre-chorus, terus chorus-nya barengan."
Gita berdiri dari duduknya, disusul Ezra yang kemudian langsung memulai bagian verse. Suara Gita dan Ezra memiliki karakternya masing-masing. Suara sopran Gita mampu menyeimbangkan suara tenor Ezra. Ketika sudah bernyanyi seperti ini, tak hanya suara mereka yang harmonis namun juga jiwa mereka menyatu dalam alunan musik. Faza dan yang lainnya ikut menikmati. Sedikit takjub dengan keselarasan dua orang yang tidak bisa berdamai itu. Mada juga berperan dalam pengambilan kunci nada yang bisa menyeimbangkan dua karakter suara yang berbeda itu.
Mada menghentikan permainan pianonya, "Tuh, kan. Gue bilang juga apa."
Semua yang berada di ruangan itu pun mengangguk setuju sambil bertepuk tangan. Pak Bowo yang memerhatikan kegiatan anak didiknya dari ruangannya pun tersenyum puas. Ia memang tidak salah pilih. Adrian melanjutkan pembahasan begitu semua kembali berkumpul di tengah ruangan.
"Background musik kita, kan, akustik semua. Gue pikir itu bisa jadi fokus utama di band kita. Gimana?" tanya Adrian.
Semua mengangguk setuju.
"Kalo kita pake backing vocal gitu gimana? Jadi kita bisa acapella." saran Gita.
Adrian dan Mada nampak berpikir. Jika Gita dan Ezra adalah jiwa, Faza dan yang lainnya adalah raga, maka Adrian dan Mada adala otaknya.
"Gue setuju." Ezra bersuara menatap Gita meremehkan, "Buat nutupin suara cempreng lo."
Gita mendelikkan matanya, "Sialan, lo. Lo tau sopran enggak, sih?!"
"Emang enggak susah, Git?" tanya Adrian mengalihkan pembicaraan supaya tak terjadi keributan lagi.
"Urusan gue." balas Gita dengan percaya diri.
"Kayak lo bisa aja." lagi, Ezra tak bisa menahan celetukannya.
"Lo ngeremehin gue?" suara Gita meninggi.
Adrian menyugar rambutnya ke belakang karena jengah dengan tingkah laku kedua temannya itu, "Tolong lo berdua enggak usah berantem. Kita bisa coba ide Gita."
Akhrinya semua mengangguk setuju.
"Band kita udah ada namanya?" Alfa yang tadinya diam pun bersuara.
Adrian menggeleng, "Ada saran?"
Hening. Ketujuh kepala itu sibuk dengan pemikirannya masing-masing.
"Acoupella." Gita menyeletuk di tengah keheningan itu.
Gio menoleh pada Gita, "Maknanya?"
"Acoustic dan acapella." jelas Gita dengan senyum.
"Satu lagi, couple. Vokalis kita, kan, pasangan." Faza menambahkan. Tatapan tajam langsung ia terima dari Gita dan juga Ezra.
Mulai dari buku ini dan buku-buku selanjutnya, aku enggak akan buru-buru buat menyelesaikannya. Walaupun aku masih punya banyak draft yang menumpuk, aku enggak akan update secepat kilat seperti sebelum-sebelumnya. Aku enggak akan memulai menulis karena asal selesai, aku coba lebih bertanggung jawab sama yang aku tulis dan bagikan di sini. Aku harap kalian mengerti.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acoupella
Teen FictionCharets Love Story #3 [COMPLETED] Menggabungkan beberapa kepala menjadi satu bukanlah perkara yang mudah. Berkat guru seni musik mereka, Gita, Ezra, Faza, Adrian, Mada, Gio, dan Alfa harus bisa berdamai pada satu sama lain. Acoupella, tempat di mana...