Bergabung dengan Liberty Records, Gita, Ezra, Mada, dan Adrian memilih nama Zero Avenue sebagai pengganti dari Acoupella. Zero Avenue dipilih karena mencerminkan diri mereka yang sedang memulai perjalanan menjadi versi diri yang lebih baik, terlepas dari segala proses mendewasakan diri saat di Acoupella. Zero memiliki makna bahwa mereka memulai segalanya kembali dari titik nol, sementara Avenue memiliki makna kesempatan yang akan mereka raih untuk mewujudkan mimpi mereka dengan bermusik.
Sukses dalam merilis beberapa single dan tampil di beberapa acara dengan nama Zero Avenue dalam kurun waktu kurang dari enam bulan, akhirnya Gita, Ezra, Mada, dan Adrian memutuskan untuk merilis album di akhir tahun ini. Gita dan yang lainnya tetap menyempatkan diri ikut andil dalam proses pembuatan album di sela-sela kesibukan jadwal perkuliahan mereka. Pak Reza yang menjadi produser mereka di Liberty Records juga banyak membantu mereka.
Gita, Ezra, Mada, dan Adrian terlibat langsung dalam pembuatan lagu demo yang diajukan pada Pak Reza untuk dimasukkan ke dalam album. Bermain dengan berbagai macam genre musik, terpilihlah 11 lagu yang akan dimasukkan ke dalam track list album yang diberi judul Luck itu. Luck diharapkan bisa memberikan keberuntungan bagi mereka dan memberikan kebahagiaan pada pendengarnya. Album pertama Zero Avenue itu juga akan dilengkapi dengan photobook dan juga special gift.
"Satu, dua, tiga!" ucap Mas Adjie yang menjadi fotografer photoshoot Zero Avenue sebelum menekan tombol shutter kameranya.
Mas Adjie akhirnya turun dari tangga setelah puas dengan hasil jepretannya kali ini. Gita, Ezra, Mada, dan Adrian yang merebahkan tubuh di lantai studio pun langsung mendudukkan diri. Menunggu set selesai diatur kembali, Gita, Ezra, Mada, dan Adrian juga kembali berbenah. Set yang awalnya hanya berlatar wallpaper warna putih pun langsung diubah oleh para kru. Sofa berwarna abu-abu ditaruh di tengah set untuk mendukung tema photoshoot selanjutnya
"Coba Gita sandaran di pundak Ezra." Mas Adjie kembali memberi arahan gaya pada Gita yang duduk diapit Ezra dan Mada.
Gita menoleh ke arah Ezra yang duduk di sebelah kanannya sebelum menyandarkan kepalanya di pundak lelaki itu.
Mas Adjie menurunkan kembali kamera dari depan wajahnya ketika menemukan Gita dan Ezra yang masih tampak kaku. "Lo berdua jangan kaku-kaku amat, dong. Relax."
Sesi photoshoot sebelumnya dirasa lebih bebas karena berada di luar ruangan dan mereka diminta untuk berpose sesuka mereka. Namun kali ini, ditonton oleh beberapa pasang mata di balik set, Gita merasa canggung jika harus bersandar di pundak Ezra. Kembali mencari vokalis bersama Ezra, tentu banyak staff yang menganggap bahwa keduanya juga cocok menjadi pasangan. Tak jarang, keduanya dirumorkan sudah berpacaran.
"Santai aja, Git. Kalo lo baper, gue bakal tanggung jawab, kok." bisik Ezra di samping Gita.
Gita langsung menyandarkan kepalanya pada pundak Ezra untuk menutupi rona merah di pipinya. Menarik napas, Gita mencoba menetralkan detak jantungnya. Ezra tetaplah Ezra. Sebesar apapun pertengkaran yang pernah terjadi antara dirinya dan Ezra, lelaki itu selalu bisa kembali ke sifatnya yang jahil. Bagi Ezra, cara itulah yang ia pakai supaya hubungannya dan Gita tidak merenggang. Gita tampak canggung jika dirinya tak memulai topik pembicaraan.
"Sekarang foto berdua-berdua, ya. Mau siapa dulu?" tanya Mas Adjie sembari melihat beberapa hasil jepretannya di layar komputer.
"Gita sama Ezra dulu aja, Mas." seru Adrian yang langsung menyeret Mada keluar dari set.
"No, sofanya diganti sama bar stool aja." pinta Mas Adjie pada Nino di sebelahnya.
Tema photoshoot dari album Lucky sendiri penuh warna yang tetap dikemas dengan sekasual mungkin. Gita mengenakan atasan satin berwarna pink dengan celana bahan berwarna putih, Ezra mengenakan kaus abu-abu muda yang dibalut kemeja kotak-kotak berwarna biru tua dan putih dengan celana jins biru muda, Mada mengenakan kaus putih yang dibalut jaket bomber berwarna baby blue dengan celana putih, dan Adrian mengenakan hoodie berwarna hijau muda dengan sweatpants berwarna senada.
Selesai mengambil gambar Gita dan Ezra yang jauh lebih natural, Mas Adjie pun menutup sesi photoshoot dengan Mada dan Adrian. Namun persiapan perilisan album belum selesai sampai di situ. Mas Ari, manajer Zero Avenue, berpesan bahwa besok, mereka masih harus briefing mengenai pengambilan gambar untuk music video yang akan dilaksanakan minggu depan.
"Lo semua langsung pada balik, kan?" tanya Mada yang sudah berada di atas motornya.
Adrian yang baru saja mengenakan helmnya mengangguk, "Iya. Udah pengen rebahan."
"Kalo lo berdua?" tanya Mada pada Gita dan Ezra yang akhirnya menyusul di halaman parkir studio.
"Langsung pulang, kan, Git?" tanya Ezra pada Gita yang ada di sampingnya.
Gita yang awalnya menunduk pun langsung mendongak dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Akhir-akhir ini, Ezra memang sering menawarkan tumpangan untuk mengantar dan menjemputnya ketika mereka harus berkumpul di studio maupun kantor Liberty Records. Sudah jarang berdebat dengan Ezra, Gita merasa bahwa kali ini lelaki itu sedang berusaha mendapatkan hatinya. Dan sepertinya, lelaki itu berhasil.
"Yuk." Ezra sudah akan beranjak menuju motornya, namun Gita menahan ujung jaketnya, "Kenapa?" tanyanya menoleh pada Gita.
"Lo harus tanggung jawab." Gita menatap mata Ezra dalam.
"Tanggung jawab apaan, dah, Git? Nyium lo aja, gue enggak berani. Gimana caranya lo bisa hamil?" Ezra memundurkan langkah menatap Gita horor.
Gita memukul keras lengan Ezra yang bisa ia raih, "Sembarangan lo! Udah, ah, pulang aja."
"Ih, Git. Serius, gue harus tanggung jawab apa?" tanya Ezra menyusul langkah Gita yang baru saja meninggalkannya.
Gita melirik Ezra yang berhenti di sebelahnya dengan tatapan sinis, "Pikir aja sendiri."
Ezra tak menemukan sedikit pun jawaban dalam benaknya yang membuat Gita memberikan tatapan tajam padanya. Ia masih kebingungan menghadapi versi Gita yang sudah lama tak ditemuinya ini. Tapi sepetinya ini lebih baik daripada mereka yang menyakiti satu sama lain. Selama perjalanan mengantar Gita ke rumah, perempuan yang duduk di belakangnya itu tak mengeluarkan suaranya sedikit pun. Melirik wajah Gita dari kaca spion, Ezra mendapati bahwa kediaman Gita kali ini berbeda dari biasa-biasanya.
"Git, tunggu." cegah Ezra ketika Gita langsung membuka pintu pagar rumah setelah turun dari motornya.
Gita menoleh pada Ezra dengan wajah datar.
"Gue salah lagi, ya? Gue harus tanggung jawab apa?" tanya Ezra yang akhirnya mengalahkan egonya untuk bertanya.
Gita masih menunduk, "Kayaknya, gue juga suka sama lo."
"Hah? Lo ngomong apa? Suara lo pelan banget." Ezra masih menatap Gita yang menunduk di sampingnya.
"Gue suka sama lo." rasanya Gita ingin kabur setelah mendapati wajah terkejut Ezra di hadapannya. Namun ketika ia sudah akan melangkah melewati pagar, Ezra menahan lengannya.
"Bentar, lo serius sama yang lo omongin barusan itu?" tanya Ezra yang kini sudah berdiri berhadapan dengan Gita.
Gita yang masih menundukkan wajahnya mengangguk pelan.
"Liat gue." pinta Ezra yang langsung membuat perasaan Gita tak keruan.
Dengan sisa keberaniannya, Gita menatap kedua manik mata Ezra.
"Gue mau denger sekali lagi." pinta Ezra.
"Gue suka sama lo, Zra." ucap Gita yang langsung terpaku begitu Ezra memeluknya.
"Pacaran, yuk, Git." bisik Ezra di telinga Gita.
Gita membalas pelukan Ezra kemudian mengangguk pelan.
I'll end this story on chapter 30. Stay tune!
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acoupella
Teen FictionCharets Love Story #3 [COMPLETED] Menggabungkan beberapa kepala menjadi satu bukanlah perkara yang mudah. Berkat guru seni musik mereka, Gita, Ezra, Faza, Adrian, Mada, Gio, dan Alfa harus bisa berdamai pada satu sama lain. Acoupella, tempat di mana...