Sampai di sekolah, Gita, Faza, dan Alfa langsung menuju gazebo yang terletak di sekitar jalan setapak dalam sekolah. Rupanya sudah ada Gio, Mada, Ezra, Bianca, dan Giselle di sana. Mada menjelaskan bahwa Adrian akan segera menyusul setelah mentoring selesai. Dan tak sampai sepuluh menit, Adrian dengan kemeja biru dongker dengan motif hitam putih sudah bergabung dengan mereka di gazebo.
Canggung mendadak meruak ketika semua duduk melingkari meja yang ada di tengah-tegah gazebo. Tak ada yang berani membuka obrolan. Padahal, biasanya Gio dan Ezra paling suka menyeletuk ketika mereka latihan. Gita duduk di tengah-tengah dengan Gio dan Faza di samping kanan dan kirinya. Semua yang sudah mengetahui rencana Gita menatap perempuan itu penuh dengan harap supaya ini segera dimulai.
Mencoba menghilangkan rasa gugupnya, Gita menarik napas dalam-dalam sebelum membuka mulutnya, "Gue yang minta kalian kumpul hari ini. Maaf karena ini terlalu mendadak. Tapi gue mau bilang makasih dulu karena kalian mau nyempetin waktu kalian." jeda sebentar, "Jujur, beberapa hari terakhir ini gue enggak bisa tenang. Terakhir kita ketemu, kayaknya semua lagi nahan diri buat enggak marah saat itu juga. Maaf, ya, Ad, gue enggak paham maksud lo waktu itu."
Adrian yang duduk di samping Gio mengangguk canggung, "Gue juga minta maaf karena gue enggak bisa nahan emosi gue kemarin."
Gita tidak suka kecanggungan di antara mereka kali ini, "Jadi, gue pikir sekarang waktu yang tepat sebelum semuanya terlambat. Dan arena dari awal kita dibentuk enggak pernah ada obrolan mendalam antara satu sama lain, kayaknya sekarang juga waktu yang tepat untuk lebih kenal satu sama lain. Hmm... yang kemarin bukan akhir dari Acoupella, kan?"
Semua kepala yang ada di gazebo mengangguk setuju dengan pertanyaan Gita, termasuk Alfa. Lelaki itu tentu juga berharap Acoupella bisa berlanjut walau tanpa dirinya. Maksud dari pengunduran dirinya pun bukan untuk menghentikan Acoupella.
"Dari gue, ya?" Gita melanjutkan kalimatnya begitu mendapat anggukan setuju dari teman-temannya, "Gue Gitarra Melody Ava, putri satu-satunya pasangan Irina Gunawan dan Fauzan Dinata. Seperti yang lo semua tau, gue enggak menuruni bakat musik dari nyokap. Sekeras apapun gue belajar main alat musik, enggak pernah ada hasil yang baik. Tapi gue emang suka nyanyi dari kecil dan baru bisa gue salurin waktu ikut paduan suara di sini karena enggak ada yang tau siapa orang tua gue sebenernya. Di sini gue bisa tumbuh sendiri tanpa bayang-bayang nama nyokap. Waktu Pak Bowo milih gue buat gabung sama kalian dan beberapa kali latihan sama kalian, untuk pertama kalinya, gue tau apa yang gue mau karena jujur, gue enggak pernah tau apa yang gue mau lakukan ke depannya. Gue kecewa waktu Alfa milih ngundurin diri tapi gue juga enggak bisa ngapa-ngapain karena dia memilih merintis karirnya untuk jangka panjang. Gue masih mau ngalamin suka-duka sama Acoupella dan gue harap kalian juga."
Perasaan lega membanjiri perasaan Gita setelah benar-benar membagikan ceritanya yang tak semua orang tahu. Dari posisi duduknya, Gita mendapati wajah teman-temannya yang seakan memahami apa yang sedang Gita coba lakukan bersama Acoupella.
"Gue minta maaf karena bikin kalian kecewa karena gue ngundurin diri dari Acoupella dan bikin semuanya berantakan. Tapi gue juga ada di posisi harus memilih. Gue harap kalian bisa menghargai keputusan gue." Alfa buka suara, membuat semua mata tertuju padanya.
"Lo enggak sendirian, Al. Gue juga punya concern yang sama. Buat gue, pendidikan nomer satu dan gue juga emang lagi ngejar PTN. Awalnya, gue enggak yakin buat lanjut sama Acoupella atau enggak. Tapi ternyata gue bisa ngejalanin keduanya dengan baik sejauh ini. Walaupun gue juga enggak tau apakah gue bisa menuhin harapan Pak Bowo tentang kita yang tetap bertahan sampai setelah lulus nanti atau enggak, untuk sekarang, gue mau bertahan di Acoupella. Dan bener kata Gita, sebagai tim yang dipertahankan untuk jangka waktu panjang, kita harus bisa terbuka satu sama lain. Memang susah, tapi gue yakin kita bisa." kali ini Faza menyuarakan isi kepalanya dengan wajah tertunduk.
Gita menggenggam tangan Faza yang terasa dingin di sampingnya, mencoba memberi dukungan. Suara Gio membuatnya menoleh pada lelaki yang duduk di sampingnya itu.
"Gue... Orang tua gue mau gue lanjutin sekolah di luar negeri. Gue juga enggak tau apakah gue bisa bertahan atau enggak nantinya karena gue emang selalu coba nurut sama orang tua gue. Bergabung sama anak-anak yang enggak begitu gue kenal sempet bikin gue ragu apakah Acoupella bisa jadi band-band besar nantinya atau enggak. Tapi gue milih buat coba percaya sama kalian dan diri gue sendiri. Sama kayak Gita dan Faza, sekarang, gue masih mau nge-band bareng kalian." jelas Gio.
Adrian dan Mada yang tak memiliki masalah apapun untuk bertahan dengan Acoupella tetap mendengarkan masalah yang coba di hadapi yang lainnya. Mada jelas lahir dalam keluarga yang mendukung seratus persen apa yang dia lakukan. Bisa dilihat dari studio kecil yang dimiliki lelaki itu di rumahnya. Sementara Adrian yang memang bisa melakukan banyak hal sekaligus juga setuju untuk bertahan dengan Acoupella. Bianca dan Giselle yang mungkin akan sibuk dengan perispan PSP ke depannya juga sempat meragu jika tidak bisa sepenuhnya ikut andil dalam Acoupella. Namun karena keduanya bergabung atas pilihan mereka sendiri, mereka mencoba bertanggung jawab atas pilihan yang mereka ambil itu.
"Gue enggak tau apa yang bakal bokap gue lakuin kalo tau anaknya masih main musik dan bahkan sekarang gabung sama band." kalimat yang baru saja dikatakan Ezra sontak membuat yang lainnya terkejut.
"Maksud lo, Zra?" tanya Faza.
"Kalo lo semua kira gue tumbuh di keluarga yang mendukung kegiatan bermusik gue, lo semua salah. Bokap gue dokter, nyokap gue dokter gigi, dan kakak gue juga lagi kuliah kedokteran. Keluarga besar gue juga sebagian besar terjun di dunia kedokteran. Dan gue juga dituntut buat jadi dokter secara enggak langsung. Waktu awal masuk SMA, gue sempet tampil beberapa kali di café dan gue ketahuan. Pulangnya, gue dimarahin habis-habisan sama bokap karena keliatannya anak yang main musik enggak punya masa depan sama sekali menurutnya. Selama di RS, gue main sembunyi-sembunyi. Dan kayaknya akan segera kebongkar begitu Acoupella udah enggak cuma manggung di acara sekolah." jelas Ezra dengan nada getir.
Gita adalah salah satu orang yang paling terkejut mendengar penjelasan Ezra. Lelaki yang sangat menikmati bermain gitar tanpa beban itu nyatanya memiliki jalan hidup yang lebih pelik di antara yang lainnya. Gita tercenung. Ezra memiliki beban hidup yang cukup berat. Selain dituntut menjadi dokter, hobi bermusiknya pun tidak didukung oleh keluarga.
"Tenang aja. Di kesempatan kali ini, gue akan coba buktiin semampu yang gue bisa ke bokap gue bahwa gue juga bisa punya masa depan dengan jalan yang gue ambil. Gue mau bertahan sama kalian sekarang dan seterusnya." lanjut Ezra dengan senyum.
Senyum Ezra rupanya menular pada teman-temannya. Wajah-wajah yang tadinya kusut mendadak berubah menjadi wajah penuh semangat.
Mata Gita beralih pada Alfa yang duduk di seberangnya dan begitu Alfa menemukan matanya, Gita menyuarakan isi kepalanya, "Lo mau manggung sama kita di Pra-Event 1 nanti?"
Faza mengangguk setuju, "Lo, kan, udah latihan sama kita sejauh ini. Sayang aja kalo lo enggak ikut manggung buat pertama dan terakhir kalinya sama kita."
Alfa nampak berpikir sebelum akhirnya mengangguk pelan.
Sempet berpikir kalo aku enggak punya kreativitas dan kemampuan untuk lanjut menulis. Bisa kembali lagi dan bisa sejauh ini, aku cukup kaget. Also, thank you for your suppot. I'm super excited to see what will happen next.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acoupella
Teen FictionCharets Love Story #3 [COMPLETED] Menggabungkan beberapa kepala menjadi satu bukanlah perkara yang mudah. Berkat guru seni musik mereka, Gita, Ezra, Faza, Adrian, Mada, Gio, dan Alfa harus bisa berdamai pada satu sama lain. Acoupella, tempat di mana...