Selesai dengan Pra-Event 1, Acoupella langsung menyiapkan konsep untuk rangkaian Pra-Event selanjutnya. Walaupun jangka waktu untuk persiapan dan latihan kali ini jauh lebih panjang, yaitu satu setengah bulan, beban yang dipikul masing-masing anggota Acoupella akan semakin berat. Di Pra-Event 2, venue yang digunakan tetaplah panggung karet, namun jumlah massa yang akan datang jauh lebih banyak karena kali ini panitia menjual tiket pada masyarakat umum. Ditambah dengan artis lokal maupun indie yang diundang untuk memeriahkan acara juga pasti akan mendatangkan berbagai macam lapisan masyarakat.
Seperti biasa, Rabu sore, Acoupella kembali berkumpul di ruangan AVI. Agenda mereka hari ini adalah membicarakan tentang konsep yang akan mereka tampilkan di Pra-Event 2 mendatang. Alfa yang mengundurkan diri tentu membuat mereka harus kembali menyesuaikan musik mereka tanpa adanya biola. Mada yang memang mahir merombak aransemen memohon supaya daftar lagu juga diputuskan hari ini supaya bisa secepatnya ia kerjakan. Kalau aransemen yang dihasilkan biasa-biasa saja tentu sangat bukan Mada. Lelaki yang kali ini mengenakan vest itu selalu memberikan usaha semaksimal mungkin mengenai yang satu itu.
"Sore, semua. Sesuai yang udah kita obrolin di grup, hari ini kita cuma bakal bahas konsep buat PE 2. Karena track list juga belum ada, kita juga belum bisa latihan, kan?" canda Adrian membuka pertemuan mereka, "Oh, iya. Gue sekalian mau ngucapin selamat dan terima kasih buat penampilan di PE 1 kemarin. Tepuk tangan dulu buat kita semua."
Semua yang duduk melingkar di tengah karpet pun bertepuk tangan. Mereka sudah melakukan yang terbaik di panggung pertama mereka. Untuk ukuran sebuah band yang baru dibentuk kurang dari sebulan dan latihan yang terasa terburu-buru, Acoupella berhasil memukau para penonton di Pra-Event 1 pekan lalu.
Gita mengangkat tangannya, "Gue ada saran."
Adrian menoleh pada Gita dan memberikan anggukan sebagai tanda bahwa Gita bisa melanjutkan kalimatnya.
"PE 2 kita, kan, pada pake baju panitia. Enggak mungkin, kan, kita tampil pake baju panitia?" Gita mengedarkan pandangan teman-teman satu bandnya yang mengangguk setuju, "Jadi, menurut gue, kita juga harus mikirin soal kostum."
"Oke, kita juga bakal bahas soal kostum." tambah Adrian menyetujui.
Dengan begitu, proses brainstorming pun dimulai. Setiap anggota Acoupella dengan aktif mengemukakan pendapatnya masing-masing. Belum lama mereka membahas mengenai lagu yang akan dibawakan nanti, Ezra dan Mada sudah berdebat. Mada menyarankan beberapa lagu yang memang sudah dinyanyikan secara duet agar memudahkan dirinya dalam mengaransemen ulang, sementara Ezra berpendapat bahwa pilihan lagu Mada membosankan karena penonton pastinya menginginkan penampilan yang berbeda.
"Terus lo maunya lagu apa?" tanya Mada yang akhirnya menyerah.
Ezra beranjak dari duduknya merebut spidol dari tangan Gita, kemudian menuliskan dua judul lagu yang ia ingin bawakan bersama Acoupella di papan tulis. Perfect Strangers dari Jonas Blue dan Happy Now dari Zedd. Mada langsung mengusap wajahnya kasar. Walaupun kedua lagu bergenre musik elektronik dan memiliki versi akustiknya sendiri, tetap saja ini akan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Mada yang belum pernah mengaransemen ulang lagu sejenis itu.
"Gue kira lo demennya lagu-lagu indie. Ternyata suka juga EDM." celetuk Gio.
"Kayaknya lo berdua perlu coba nyanyi dua lagu itu dulu." saran Adrian pada Ezra dan Gita kemudian beralih pada Mada, "Mad."
Mada beranjak dari duduknya menuju piano kesayangan Pak Bowo yang tentunya memiliki banyak sejarah itu. Gita dan Ezra mengikuti duduk di hadapan Mada.
"Bentar, gue enggak hafal lagunya. Gue denger lagunya dulu boleh?" tanya Gita mulai membuka ponselnya.
Mada dan Ezra akhirnya mengangguk memberikan waktu untuk Gita mendengarkan kedua lagu yang disarankan Ezra itu. Karena lagu Happy Now sering lewat di radio akhir-akhir ini, Gita lebih familiar dan ia hanya perlu mendengarkan lagu Perfect Strangers yang cukup asing di telinganya. Bukan mendengar intro asli Perfect Strangers yang memiliki sentuhan musik elektronik, Gita ternyata malah memutar versi akustiknya. Sembari membaca lirik, Gita bersenandung pelan. Piano dan suara Gita memang sepertinya diciptakan untuk satu sama lain.
Gita memasang wajah takjub, "Oke, ayo coba."
Setelah menentukan bagiannya masing-masing, Gita dan Ezra mulai menyanyikan lagu dari Jonas Blue dan JP Cooper itu. Ezra nampaknya sudah hafal dengan liriknya, sementara Gita masih harus membaca lirik dari ponselnya. Baik Gita maupun Ezra tidak terlihat kesulitan walupun Mada memainkan pianonya dengan kunci aslinya, yaitu Db major. Begitu keduanya selesai menyanyikan Perfect Strangers hingga chorus, Bianca dan Giselle yang nampak terkesima langsung bertepuk tangan.
"Baru percobaan pertama tapi Akang sama Tétéh kayak udah di atas panggung beneran." puji Bianca.
Giselle mengangguk setuju, "Akang sama Tétéh emang cocok."
Kalimat Giselle mengundang tatapan tajam dari yang lainnya. Mereka tidak menginginkan adanya keributan hari ini.
"Maksudnya suaranya yang cocok." koreksi Giselle yang langsung paham.
"Gue setuju banget kalo lagu ini kita bawain buat PE 2 nanti. Enggak perlu dijelasin lagi, kan, kenapanya?" Faza menambahkan.
Adrian dan Gio hanya mengangguk setuju.
"Oh, iya. Gue denger ada suara perkusi di versi akustik lagu ini. Kita mau nampilin yang beda dari kemarin, kan?" begitu mendapat enggukan setuju dari teman-temannya, Gita kembali melanjutkan kalimatnya, "Adrian bisa main pake perkusi kali ini, gimana?"
"Wah, bisa banget, tuh, Adrian main perkusi!" seru Gio semangat.
"Terus gue juga ngebayangin suara saxophone buat beberapa bagian. Lo bisa bantu gue, Mad?" tanya Gita yang awalnya berbicara pada Gio kemudian beralih menghadap Mada.
Mada yang masih takjub dengan bagaimana otak Gita bisa bekerja dengan cepat, hanya mengangguk setuju. Dalam benaknya, ia membayangkan bahwa akan menyenangkan jika Gita bisa memproduksi lagu bersama suatu hari nanti. Bukan hanya Mada tentunya, Adrian dan yang lainnya pun setuju bahwa Perfect Strangers akan mereka bawakan di Pra-Event ke-2 nanti.
Untuk masalah pemilihan lagu tidak memakan waktu selama itu karena rupanya mereka sudah mengenali karakter bermusik satu sama lain. Setelah empat lagu yang akan mereka bawakan nanti diputuskan, mereka beralih ke pembahasan selanjutnya, yaitu kostum. Saat Gita kembali berdiri di samping papan tulis untuk menuliskan ide-ide, jam yang terpasang di salah satu sisi dinding AVI sudah menunjukkan pukul 4:36.
"Ada yang tau tema PE 2 nanti kira-kira apa?" tanya Gita.
Bianca mengangkat tangan kanannya, "Garis besar tema F2WL tahun ini, tuh, teknologi. Karna PE 1 kemarin kita coba memperkenalkan awal mula teknologi itu ada dari zaman purba, mungkin PE 2 lebih ke perkembangan teknologi semacam revolusi industri."
"Oh, iya. Gue lupa kalo lo anak acara." Gita mengingat bahwa alasan adik kelasnya itu bisa dengan mudah menjelaskan tema F2WL yang dipimpin oleh angkatannya itu.
"Wah, akhirnya gue paham tema F2WL angkatan kita." celetuk Gio yang sama hilang arahnya dengan teman-teman seangkatannya jika sudah membahas tema pensi sekolah mereka tahun ini.
"Sebenernya, Bianca juga enggak tau ini rahasia anak acara atau bukan. Tapi kayaknya enggak apa-apa karna ini, kan, acaranya angkatan Akang sama Tétéh." tambah Bianca yang menggaruk pelipisnya yang sebenarnya tidak gatal.
Sementara tangan Gita sudah sibuk dengan ponselnya untuk mencari inspirasi, "Gue rasa kita bisa pake baju bergaya vintage tahun 1800-an." kemudian ia bergabung dengan teman-temannya di atas karpet untuk menunjukkan gambar yang ia temukan di ponselnya.
Mendapat persetujuan teman-temannya, Gita langsung menuliskan tema kostum mereka di papan tulis, yaitu vintage. Warna dalam color palette yang sudah mereka putuskan supaya pakaian yang mereka pakai nanti senada dan enak dipandang juga ditulis. Tak ketinggalan, Gita juga menuliskan detail aksesori yang akan mereka pakai, seperti ikat pinggang, bandana, kacamata, dan sebagainya.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acoupella
Teen FictionCharets Love Story #3 [COMPLETED] Menggabungkan beberapa kepala menjadi satu bukanlah perkara yang mudah. Berkat guru seni musik mereka, Gita, Ezra, Faza, Adrian, Mada, Gio, dan Alfa harus bisa berdamai pada satu sama lain. Acoupella, tempat di mana...