-27-

156 30 8
                                    

Siang itu, Gita sedang berjalan-jalan di tengah keramaian sepanjang Jalan Braga sendirian. Entah apa yang membawanya kemari, dalam hati kecilnya, Gita berharap ia bisa berjumpa lagi dengan Ezra di sini. Sudah enam bulan berlalu sejak hari kelulusan di mana terakhir kalinya ia bertatap muka dengan lelaki itu. Gita memang tidak pernah lagi berjumpa dengan teman-teman satu band-nya semasa SMA lagi, selain Mada yang memang sedang mengerjakan projek bersama. Yang lainnya tentu sudah memiliki kesibukan dengan perkuliahannya masing-masing.

Berbeda dengan teman-temannya yang lain, Gita memang sengaja mengambil gap year untuk benar-benar menemukan bidang yang ia suka. Dan setelah pencarian panjang, Gita memutuskan akan mendaftar jurusan creativepreneurship yang hanya ada di salah perguruan tinggi swasta ternama di Bandung. Dengan mengambil jurusan creativepreneurship, Gita berpikir bahwa ia tetap bisa menjalankan karir bermusiknya dengan pengetahuan bisnis yang akan ia dapatkan.

"Makasih, Mbak." Gita menerima cone es krim yang ia pesan.

Di tengah-tengah keramaian kedai es krim, Gita menikmati es krim rasa coklatnya itu sendirian. Dipeluknya jaket jins yang tadinya ia pakai ketika menaiki ojek online di lengan kirinya. Udara Kota Bandung dirasa cukup panas siang itu. Namun ketika Gita mendongak, langit di atasnya tampak lebih berawan. Menghabiskan es krimnya, Gita tidak langsung beranjak meninggalkan kedai es krim. Ia membuka ponselnya untuk mengecek beberapa pesan yang masuk dan juga berselancar di sosial media.

Rintik hujan jatuh ke layar ponselnya dan Gita menyadari bahwa hujan akan semakin deras sebentar lagi. Memasukkan ponselnya ke dalam tasnya, Gita menutupi kepalanya dengan jaket jins yang sebelumnya ia selampirkan di lengan kiri. Hujan pun turun semakin deras. Mencoba mencari tempat berteduh yang lebih sepi, langkah Gita terhenti ketika seseorang menghalangi jalannya. Dengan kepala tertunduk, tentu ia tidak bisa melihat wajah seseorang di hadapannya itu. Gita langsung mendongak ketika mengenali tas gitar yang seseorang itu bawa. Ia benar-benar bertemu kembali dengan Ezra. Ketika Gita mengalihkan padangan, ia menemukan bahwa dirinya dan Ezra sedang berada di Moira.

"Long time no see, Git." ucap Ezra dengan senyum di wajahnya.

Entah sudah berapa lama Gita berteduh di teras Moira, Ezra masih setia berdiri di samping kanannya. Keheningan di antara mereka berdua ditemani oleh suara hujan yang belum juga berhenti. Dengan jaket jins yang sudah basah di lengan kirinya, Gita mencuri pandang pada Ezra yang berdiri di sampingnya. Lelaki itu tampak lebih bersahabat dengan turtleneck hitam di balik jaket berbahan corduroy berwarna merah bata.

"Lo masih ngisi live music di Moira?" tanya Gita menatap rintik hujan di hadapannya.

"Apa?" tanya Ezra yang tidak mendengar suara Gita di tengah derasnya hujan.

"Lo masih ngisi live music di Moira?" tanya Gita mengulang pertanyaan dengan sedikit berseru.

Gita hanya tahu bahwa Ezra diterima di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Bandung. Selain fakta bahwa Ezra tidak melanjutkan pendidikan sarjananya di kedokteran, Gita tidak tahu apakah lelaki itu masih bermain musik atau tidak. Karena setelah F2WL, bahkan setelah hari kelulusan mereka, Ezra tidak membagikan kabar apapun mengenai kegiatan bermusiknya di sosial media.

Ezra menyandarkan tubuhnya pada pagar, "Enggak."

Ezra memang sudah jarang tampil live music di Moira karena kesibukan perkuliahannya. Sekolah teknik memang banyak menguras waktunya. Mungkin hanya seminggu sekali ia mampir ke Moira di waktu senggangnya, seperti saat ini. Walaupun begitu, ia juga memiliki tempat baru untuk menyalurkan minat bermusiknya di kampus. Berada dalam lingkungan pertemanan yang sama-sama menyukai musik, Ezra dan teman-teman satu kampusnya beberapa diminta untuk tampil di acara fakultas.

"Gitar lo?" tanya Gita belum mau menoleh pada Ezra.

Ezra tersenyum, "Gue selalu pengen cari waktu yang tepat buat ngomong ini sama lo. Gue rasa ini waktu yang tepat."

Sontak, Gita langsung menatap Ezra dengan wajah bertanya.

"Gue mau berterima kasih banyak sama lo. Berkat lo, bokap gue akhirnya dukung gue main musik. Sekarang, gue sering diminta buat tampil di acara kampus. Maaf, dulu gue sering banget nyakitin lo." jelas Ezra membalas tatapan Gita di sampingnya.

Surya menemukan sisi lain Ezra yang tak pernah ditunjukkan di rumah ketika melihat penampilan putranya itu di atas panggung F2WL. Baru kali itu Surya menemukan wajah eskpresif putranya. Sepertinya, selama ini Surya sudah terlalu keras mendidik Ezra sampai ia hampir tidak pernah melihat senyum di wajah putranya itu. Bulan demi bulan pun berlalu sampai saat nilai hasil ujian masuk perguruan tinggi milik Ezra keluar. Ezra dibebaskan memilih jurusan yang ia suka dan sesuai dengan skor nilainya oleh sang ayah, tidak harus kedokteran. Saat itu pula Surya memberikan dukungannya pada Ezra yang masih ingin bergelut di bidang musik.

Gita tersenyum pada Ezra, "It's okay. Gue juga minta maaf dulu gue terlalu ikut campur dan maksain lo." hening sejenak sebelum akhirnya Gita melanjutkan kalimatnya "From all the fights we got, we grow. Bener, kan?"

Ezra mengangguk kemudian bertanya, "Lo masih kontak sama anak-anak?"

"Masih. Gue juga masih sering gangguin Mada di studio." balas Gita diakhiri dengan kekehan.

"Lo ngapain ke studio Mada?" tanya Ezra.

"Rahasia. Kalo lo mau tau, kapan-kapan ikut ke rumah Mada, deh." Gita melipat kedua tangannya menatap rintik hujan yang mulai mereda.

"Emang boleh?" Ezra ikut menatap jalanan yang dibasahi hujan di hadapannya.

"Boleh." Gita melihat jam di pergelangan tangannya, "Biasanya Mada udah beres kelas jam segini. Lo mau ikut gue ke rumah dia sekarang?"

Ezra menemukan hujan yang sudah berhenti, "Lo bawa motor?"

Gita menggeleng.

"Bareng gue aja." ajak Ezra melangkah pada jalanan yang tak beratap.

Menyadari Ezra yang sudah berjalan terlebih dahulu meninggalkannya, Gita pun menyusul langkah lelaki itu. Keduanya berjalan bersisian menuju tempat di mana Ezra memarkirkan motornya.

"Mada lanjut di mana emang?" tanya Ezra ketika Gita sudah berada di sampingnya.

Gita menjawab, "Binus, ambil DKV."

"Kalo lo?" Ezra yang tidak bisa menahan rasa penasarannya pun bertanya lagi.

"Gue? Gue ambil gap year. Tapi tahun ini gue bakal kuliah, kok." jelas Gita.

Langkah Ezra berhenti, Gita pun ikut menghentikan langkahnya. Selain karena sudah sampai di mana motornya diparkiran, fakta mengenai Gita yang memilih jarak satu tahun untuk melanjutkan kuliah juga membuatnya merasa sedikit bersalah. Rasanya tidak adil ketika ia berhasil menjalankan apa yang ia mau berkat Gita, tetapi perempuan itu tidak.

"Udah nemuin apa yang lo pengen?" tanya Ezra memberikan helm yang ia bawa pada Gita.

Gita mengangguk sembari menerima helm yang sedikit basah dari Ezra, "Gue mau ambil jurusan creativepreneurship di tempat Mada."

Nama Mada kembali disebut dan entah kenapa membuat Ezra merasa sedikit risih. Enam bulan tak bertemu dengan Gita, banyak yang ia lewatkan dari perempuan yang masih ia sukai itu. Ternyata, Gita semakin dekat dengan Mada karena sama-sama memiliki ketertarikan membuat musik bersama. Walaupun kini Gita sudah berada di dekatnya, Ezra tetap merasa bahwa Gita semakin jauh dari jangkauannya.

Gemes bgt mau publish part ini.

Enjoy!

Love, Sha.

AcoupellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang