-23-

135 25 1
                                    

Gita pikir, Ezra tidak akan pulang secepat ini karena menurut Mada, mereka baru akan selesai tampil sekitar pukul dua siang. Waktu baru menujukkan pukul satu siang dan Ezra sudah berada di ambang pintu. Mencuri dengan obrolan Gita dengan kedua orang tuanya, Ezra merasa Gita terlalu ikut campir. Dan tanpa berpikir panjang, ia langsung menarik lengan Gita keluar dari rumahnya. Dengan susah payah, Gita mencoba menyamai langkah Ezra yang membawanya ke sebuah taman yang terletak tepat di seberang rumah lelaki itu. Jelas, ini buka sesuatu yang baik.

Ezra menghentakkan lengan Gita, "Bukan berarti karena gue suka sama lo, lo bisa berbuat seenaknya."

"G-gue cuma bantu lo, Zra." jawab Gita tebata di hadapan Erza.

"Buat apa? Apa gue pernah minta bantuan lo? Enggak pernah, kan?" suara Ezra meninggi, "Gue enggak butuh bantuan lo, Git."

Di hadapan Erza, Gita hanya bisa kembali terdiam ketika mendengar kata-kata menyakitkan dari mulut Ezra. Gita tahu jika dirinya sudah terlalu ikut campur. Namun keputusan Ezra memilih bermusik dengan Acoupella juga tidaklah salah. Ia pikir, dengan dirinya membantu Ezra, ia bisa mengurangi beban yang coba dipikul lelaki itu sendirian. Bergerak sejauh ini, Gita menyadari satu hal tentang Ezra.

"Lo mau nyerah gitu aja?" tanya Gita yanga matanya sudah berkaca-kaca.

Ezra mendengus, "Dan lo siapa sampe ngerasa berhak ikut campur?"

Ezra benar, hubungan di antara mereka hanyalah teman satu band.

"Lo egois, Git. Enggak semua harus sesuai dengan kemauan lo." setelah mengucapkan kalimat itu, Ezra melangkah menjauh meninggalkan Gita sendirian di taman.

Gita mengepalkan kedua tangannya sebelum akhirnya berteriak dengan sisa tenaganya, "Gue akan tetep kasih orang tua lo tiket untuk nonton Acoupella di F2WL!"

Melihat punggung Ezra semakin menjauh, Gita masih terdiam di tempatnya. Ia ingin segera pulang, namun tentu tidak bisa secepat ketika dirinya membawa moto sendiri. Naik kendaraan umum dengan perasaan kacau tentu bukan pilihannya saat ini. Menemukan kursi taman tak jauh dari tempatnya saat ini, Gita pun beranjak duduk di sana untuk menenangkan diri. Berhadapan dengan Ezra selalu membuat tenaga dan pikirannya terkuras habis. Lima menit duduk di bawah pohon rindang, ponsel yang ia genggam di pangkuannya berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari Mada terpampang di layar ponselnya.

"Halo, Mad? Kenapa?" tanya Gita mengangkat panggilan telepon dari Mada itu.

"Lo di mana?" Mada malah balik bertanya.

"Di taman depan rumah Ezra. Kenapa?" balas Gita menatap sepatunya.

Mada menghela napas, "Mau gue jemput? Lo enggak bawa motor, kan?"

Mengiyakan tawaran Mada, Gita sadar bahwa lelaki itu sepertinya sudah mengetahui jika dirinya pergi ke rumah Ezra dan sesuatu yang tidak baik baru saja terjadi. Sejak bekerja sama dalam pembuatan lagu, Gita dan Mada memang menjadi lebih dekat. Meskipun orang-orang di sekitar mereka berasumsi bahwa mereka memiliki hubungan spesial, Gita dan Mada sama-sama tahu bahwa hubungan mereka hanya sebatas teman dan tidak akan lebih dari itu.

"Mau pulang sekarang?" tanya Mada yang sudah sampai dan duduk di samping Gita.

"Ayo." balas Gita beranjak dari kursi taman.

"Lo berantem lagi, ya, sama Ezra?" tanya Mada yang ikut beranjak dari duduknya.

Gita tertawa pelan, "Udah biasa kali gue berantem sama Ezra."

Sudah enam bulan menghabiskan waktu latihan bersama Acoupella, Mada mulai mengenal teman-temannya yang memiliki karakter berbeda itu. Sejak pertama Acoupella dibentuk, Gita dan Ezra memang tak terlihat begitu akrab. Keduanya sering mendebatkan hal-hal remeh. Namun sekarang, pertengkaran mereka jauh lebih serius. Ada dua hal yang tanpa sadar dilakukan ketika saling mengenal seseorang, yaitu menjadi semakin dekat atau malah bisa melukai satu sama lain. Dan di mata Mada, apa yang Gita dan Ezra lakukan adalah saling melukai satu sama lain tanpa disadari.

"Minggu depan kita udah masuk sekolah dan latihan rutin lagi. Jangan maksain diri, Git." ucap Mada menerima helmnya dari tangan Gita.

Gita mengangguk dengan senyum, "Makasih, Mad."

"Gue duluan, ya, Git. Istirahat lo." pamit Mada sebelum meninggalkan rumah Gita.

"Hati-hati." Gita melambaikan tangan pada Mada yang sudah pergi menjauh dari rumahnya.

Tepat saat semester genap dimulai, tidak ada siswa yang tidak sibuk menghadapi main event F2WL yang hanya tinggal satu bulan lagi. Ada pula beberapa divisi yang memang sudah mulai mengerjakan tugasnya sejak liburan tahun baru. Salah satunya adalah divisi dekorasi yang hasil kerjanya sudah bisa dilihat dari lapangan basket. Beberapa properti besar yang akan diletakkan di beberapa titik di venue nanti sudah berdiri tegak di samping kantin atas. Kegiatan belajar dan mengajar pun menjadi tidak efektif. Surat dispensasi di meja guru setiap ruang kelas juga sudah menjadi hal yang sangat biasa.

Bersama Faza, Gita mengantri di ruang tata usaha yang dipenuhi siswa lain yang juga hendak meminta tanda tangan kepala sekolah dan kesiswaan supaya surat dispensasi disetujui. Walaupun Acoupella baru akan izin meninggalkan lebih awal nanti, saat seminggu sebelum F2WL, Gita dan Faza memilih untuk segera memasukkan surat dispensasi sejak awal supaya tidak perlu menunggu lama lagi nantinya. Delapan surat dispensasi yang harus memiliki cap berwarna biru itu, ditambah surat-surat dispensasi lainnya tentu akan memakan waktu lama.

"Gue mau ke kantin dulu. Lo mau ikut enggak?" tanya Faza berjalan menenyusuri koridor bersama Gita di sampingnya.

"Gue harus ke AVI buat ketemu Pak Bowo. Masih punya utang lirik sama beliau." balas Gita yang kemudian berpisah dengan Faza.

Setiap tahunnya, lagu tema F2WL selalu dibawakan oleh seluruh cabang ekstrakurikuler yang berada di bawah naungan Rumah Seni atau biasa di kenal dengan RS2P (Rumah Seni 2 Project). Mengusung konsep orkestra, RS2P selalu memberikan penampilan yang memukai setiap tahunnya. Hal itu yang membuat Gita sedikit ragu apakah dirinya bisa memberikan yang terbaik untuk penampilan RS2P di F2WL tahun ini atau tidak.

"Siang, Pak." Gita mengetuk pintu ruangan Pak Bowo yang terbuka.

Pak Bowo mendongak, "Oh, Gita. Sini masuk."

"Adrian bilang Bapak cari saya?" tanya Gita berdiri di samping meja kerja Pak Bowo.

Pak Bowo yang masih menatap layar komputernya hanya mengangguk, "Coba kamu dengar. Ini aransemen dasar buat lagu tema F2WL tahun ini."

Suara instrumen lagu pun menggema di ruangan Pak Bowo. Dengan seksama, Gita mendengarkan. Ini pertama kali bagi dirinya mendengarkan aransemen dasar yang dibuat oleh Pak Bowo. Tidak heran jika lagu tema tahun-tahun sebelumnya selalu enak didengar. Pak Bowo memang ahlinya dalam bidang itu. Menerima salinan instrumen dasar lagu tema F2WL tahun ini di dalam flash disk-nya, Gita memiliki tugas menyesuaikan lirik yang ia tulis dengan patokan instrumen yang sudah ada.

I just got the news that F2WL will be back next year.

Enjoy!

Love, Sha.

AcoupellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang