"Taruh saja di dekat sofa, Joel." Harry memerintah salah satu body guard nya untuk menaruh koper-koper nya sampai di ruang tamu saja.
"Naya." Joel menyapaku sambil tersenyum saat hendak keluar rumah untuk pulang.
"Joel." Balasku memberi nya senyum juga.
"So, the rumors isn't true.." Joel sedikit terkekeh saat mengucapkan pertanyaan.... atau pernyataan? Uh, tidak seperti bertanya sih.
Aku mengerutkan kening, "What rumors?" The rumors Gea talking about? "Oh, that rumors.. Yeah, it is." Kataku kembali tersenyum, dan kali ini sedikit terpaksa.
"Okay.. I have to go. It's nice to meeting you, Naya," Joel memelukku singkat, "Harry." Joel beralih ke arah Harry untuk berpamitan. Aku pun tanpa sengaja mengikuti arah pandang Joel dan melihat Harry yang sedang seperti nya sejak tadi memandang ke arahku dengan tatapan, kesal?
"Yea Joel. Be safe." Kataku sebelum menutup pintu.
"Somebody should've remind him about his kids." Ujar Harry ketika aku membalikkan tubuhku ke arah nya.
Aku mengerutkan kening, what does he mean? Oh, "He's just being nice." Sahutku datar.
"By peeking at your boobs? Kau harus pakai baju lebih tertutup jika ada orang lain selain aku. Jangan hanya memakai tank top, apalagi warna putih dan low chest seperti ini." Protective Harry.
"Aku bahkan tidak tau kalau kau membawa nya bersamamu. Sudahlah, tidak usah memarahiku untuk menutupi kesalahan mu." Aku berkata dengan kesal.
"Aku tidak melakukan itu karena aku ingin menutupi kesalahanku. Oh, please, aku tidak seperti itu." Harry menunjukkan ekspresi geram nya. Entahlah, seperti nya ada hal lain yang membuat nya tidak dalam mood yang baik.
"Oh, aku kira kau memang seperti itu." Aku melipat tanganku di bawah dadaku.
Harry membuang nafas pasrah. Tatapan nya melembut. "Come here." Ujar nya lalu ia mengulurkan tangan kanan nya padaku.
Dengan cepat aku menuruti ucapan nya dan berjalan ke arah nya.
Harry melingkarkan tangan nya di pinggangku dan menarik nya untuk lebih dekat.
Kini, tubuh kami sudah bersentuhan. Harry menempelkan kening nya di keningku. Dia memejamkan mata dan berbisik, "Tiga hari belakangan ini adalah bencana bagiku." Dia memberi jeda lalu melanjutkan, "Aku tidak bisa tidur tanpa memikirkan apa yang akan kau katakan jika aku kembali ke London." Harry pun membuka mata nya dan menatapku yang sejak tadi memang sudah menatap nya.
"Aku berfikir dari yang paling baik yang akan kau katakan sampai yang terburuk. Yang.. Di bayangkan saja sudah menyakitkan." Hembusan nafas nya sangat terasa di kulit wajahku. Aku tidak prores, aku menyukai nya. Ini menghangatkan.
Aku diam. Membiarkan nya untuk berkata semua nya sampai selesai.
"Apa kesalahanku yang kemarin itu menyakitimu?" Tanya Harry.
Aku memejamkan mata sejenak, tak lama membuka nya dan berkata, "Sangat."
"Apakah ada satu hal yang bisa membuatmu memaafkanku dan melupakan itu? Tolong katakan padaku, apapun. Tapi jangan katakan jika kau ingin kita mengakhiri ini. Tolong, apapun. Kecuali itu."
Aku tidak menjawab.
"Katakan sesuatu."
"I love you."
Harry melebarkan mata nya, kepala nya berdiri tegak dan tidak menyatukan kening kami lagi.
"What did you just say?" Harry berkata seolah ia baru saja mendengar anak pertama nya mengucapkan kalimat pertama nya. Sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between (One Direction)
FanfictionRead to find out:) [Dalam masa perbaikan. Tapi tetap bisa dibaca kok. Cuma sedikit agak lama update nya, hehe.]