"Maaf. Maaf kalau aku terlihat seperti mempermainkanmu tapi.. Demi tuhan, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku juga tidak tau mengapa aku terus membiarkan mu menguasaiku but didnt let you to have me for real." Setelah berdiam cukup lama, akupun menjawab perlahan pertanyan harry yang bertubi-tubi tadi.
Aku mengatakan nya sambil menundukan kepalaku kebawah, memperhatikan tanganku yang bertautan tidak bisa diam.
"Look at me." Perintah Harry tanpa membiarkan tangan nya mengangkat daguku. Tapi, aku tetap mendengarkan ucapan nya dengan mengangkat wajahku.
"Kau mau aku melanjutkan ini atau tidak?" Tanya nya sambil tetap memfokuskan matanya pada mataku.
Kalian tau? Pertanyaan nya sangat membuatku takut dan tanpa aku bisa cegah, aku merasa mataku sudah berair.
Aku mengadahkan kepalaku ke atas agar air mataku tidak jatuh dari tempatnya sekarang.
"What do you mean?" Jawabku setelah aku fikir aku sudah bisa menetralkan air mataku.
"Stop asking what do you mean, Naya. Aku tau kau tidak bodoh dan bisa mengerti apa maksudku." Harry terus menatapku dari kata pertama yang ia lontarkan. Ia melontarkan nya dengan sedikit kesal. Apa dia lelah dengan semua ini? Apa dia sudah memiliki seseorang baru untuk diperjuangkan?
"Tapi aku tidak mau kau melanjutkan ini jika kau memiliki perasaan yang sama pada orang lain." Aku membuang pandanganku kearah lain. Berpaling dari wajahnya.
Harry mendengus. Aku memasang wajah kesal. Tidak tau mengapa, foto-foto Harry bersama Emma terus berputar diotak ku saat ini. Dan itulah yang membuatku berkata demikian.
"Tentu saja tidak. Kau tau, aku sendiri belum yakin apa nanti aku bisa memiliki perasaan yang sama pada orang lain."
"Kalau begitu untuk apa kau bertanya padaku seperti itu? Bagaimana jika akhirnya aku menjawab 'Iya, aku mau kau berhenti sampai disini.' Ha?" Aku berbicara sangat cepat. Tapi, Harry tak kunjung menjawabku.
Aku menggerakkan diriku untuk berjalan menuju kamar mandi, untuk sekedar mencuci muka. Aku merasa mataku sangat basah saat ini dan aku rasa aku harus membilasnya sedikit.
"Aku hanya takut kalau kau merasa tidak nyaman karenaku." Suara Harry tiba-tiba terdengar saat aku sedang mengeringkan wajahku dengan handuk. Akupun memutar kepalaku agar bisa melihat wajahnya yang ternyata sedang memperhatikanku.
Aku melangkahkan kakiku menuju kasur dan setelah itu mendudukkan diriku dipinggiran nya.
"Aku selalu suka caramu berbicara denganku, caramu melihatku, caramu tersenyum padaku, caramu menggodaku, bahkan caramu menciumku juga aku menyukainya. tapi--"
"Apa kau mau menjadi kekasihku? Apa saat ini aku sudah boleh memilikimu? Apa yang harus aku lakukan agar kau bisa menjadi milikku? Will you be my girlfriend?" harry memotong ucapanku, lalu berkata seperti itu. aku menganga tak percaya. aku hanya tidak menyangka dia akan memintaku menjadi kekasihnya dengan cara seperti ini. tidak dengan embel-embel candlelight dinner dan semacamnya.
dia terus menatapku tanda dia sangat yakin dengan apa yang diucapkan nya tadi.
"Will you be my heart keeper?" Aku tidak mengalihkan pandanganku dari matanya saat menjawabnya. Apa aku baru saja mengatakan bahwa aku bersedia menjadi kekasihnya? Oh, tentu saja iya. Aku benar-benar melakukan nya.
Harry membelalakan matanya tidak percaya. Diapun langsung memelukku dari samping dan terus menggerakkan tubuh kami kekanan dan kekiri.
"Tentu saja aku akan melakukan nya. Oh, am I dreaming? Punch me." Harry berbisik ditelingaku. Akupun menuruti dengan menyubit kecil pinggang nya.
"Ouch. Not that hard, baby." Dia melepaskan pelukan nya lalu mengusap-usap bagian tubuhnya yang aku cubit tadi. Dan aku seperti biasa, hanya memutarkan bola mataku.
"Sudah hampir sore, kau sudah makan?" Aku bertanya sambil merapihkan tasku yang tergeletak dibawah kasur.
"Belum. Kau sudah?" Tanya dan jawab Harry.
"Belum. Kedepan yuk." Harry menyodorkan tangan nya bermaksud minta dibangunkan dari zona nyaman nya saat ini. Akupun meraih tangan nya lalu menariknya pelan.
---
"Zayn nya mana?" Tanyaku saat aku sudah sampai ruang tv. Aku tidak melihat Zayn disana. Aku hanya melihat Gea yang sedang menonton sendiri sambil ngemil coklat. Itupun dari belakang.
Gea terlihat kaget dengan suaraku yang tiba-tiba terdengar.
"Udah pulang." Suaranya masih serak. Dia menjawabku tanpa memalingkan wajahnya dari tv.
Ada apa? Apa mereka bertengkar? Atau sekarang Gea marah padaku? Eh, tapi untuk pertanyaan yang terakhir sepertinya tidak. Karena tidak ada alasan darinya untuk marah padaku. Harusnya aku yang marah padanya. Dia hanya beruntung saja aku memiliki hati malaikat, jadi mudah memaafkan.
Tanpa bertanya-tanya lagi pada diriku sendiri, aku melepaskan tanganku yang sejak tadi bertautan dengan Harry dan langsung menghampiri Gea dan duduk disamping nya, tapi aku memiringkan tubuhku?
"Kenapa?" Matanya agak merah dan disekitar matanya sangat basah. Astaga, sejak kapan dia menangis?
Tiba-tiba Gea memelukku dan tangisnya pecah dipelukkanku.
"Zayn, Naya. Zayn jahat." Gea semakin terisak. Akupun mencoba menenangkan nya dengan mengusap-usap pelan punggung nya.
"Iya, kenapa?" Tanyaku lagi.
Gea melepaskan pelukan nya. Lalu dia menundukkan kepalanya.
"Ceritanya panjang. Ceritanya nanti aja ya kalo Harry udah pulang." Jawabnya pelan, nyaris seperti berbisik.
"Yaudah, lo udah makan?" Aku kasihan melihatnya seperti ini. Aku memang selalu tidak tega jika melihat Gea menangis. Aku yang tadi seharusnya masih kesal padanya, menjadi luluh.
Gea menggelengkan kepalanya.
"Astaga. Dari pagi?" Aku membulatkan mataku terkejut. Gea pun mengangkat wajah sembabnya lalu menganggukkan kepalanya.
"Pas liat foto itu, perut gue mules Nay, sakit. Bukan cuma hati gue aja."
"Cep.. Cep.. Cep.. Udah ah, yaudah yuk kita makan bareng. Mau makan apa?" Aku sekarang terdengar seperti kakak yang sangat sangat baik pada Gea. Well, aku memang sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri, sih.
"Apa aja."
Aku berdiri untuk menuju dapur dan melihat apa yang bisa aku masak untuk makan siang menjelang sore ini.
Saat aku sudah sampai dapur, aku melihat Harry yang sedang berkutat dengan penggorengan dan codet.
Posisi Harry saat ini membelakangiku, dan dia belum menyadari keberadaanku. Apa sekarang dia sudah menjadi kekasihku? Akupun mengahampiri Harry.
"Hey, kau sedang membuat apa?" Aku menepuk pelan bahunya.
Wait, sadar tidak sih kalau caraku berbicara jadi berubah? Jadi lembut dan tidak melontarkan kalimat kasar lagi. Astaga, apa yang sedang merasukiku?
"Aku ingin membuat bistik ayam dan kentang goreng. Yang mudah saja. Tidak terlalu ribet." Harry merangkulkan tangan kirinya dipinggangku.
Aku hanya mengangguk-angguk kan kepalaku tanda mengerti.
"Dimana Zayn dan Gea?" Tanya Harry sambil mengajakku untuk duduk di kursi meja makan.
"Zayn sudah pulang. Gea nanti juga kesini sebentar lagi." Harry hanya mengangguk kan kepalanya pelan sambil tetap menatapku.
"Tatapanmu mengerikan Harry. Katakan apa yang saat ini ada dipikiran kotormu?" Aku melipatkan kedua tanganku diatas perut.
Harry tertawa kecil, dia menunjukkan dimples nya dan itu sangat manis. "yang pasti kau dan aku yang berada disana." Dia mengedipkan matanya sebelah. Aku reflek memukul bahunya lumayan keras dan dia hanya tertawa, tidak membalasku.
-----
Haiiii!!! Pendek ya:( hufff:(:(
VOTE PLEASE. Comment juga dong, kalo bisa hehe:3
And sorry for the typo(s)
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between (One Direction)
FanfictionRead to find out:) [Dalam masa perbaikan. Tapi tetap bisa dibaca kok. Cuma sedikit agak lama update nya, hehe.]