"Ughh Nay, tutup tirai jendela nya. Kepalaku masih pusing." Harry mengerang sambil membalikkan tubuh nya yang tadi nya menghadap jendela dan sangat menyilaukan, menjadi memunggungi nya.
"Naya? Huh?" Perempuan itu memutar kan bola mata nya sembari mencibir.
Dengan terkejut Harry membuka mata nya saat sadar kalau suara yang baru saja berbicara dengan nada jengkel itu bukan Naya. Tapi, bagaimana dia tau Naya? Padahal kan tadi Harry hanya bilang Nay.
Harry semakin terkejut lagi ketika ia membuka mata melihat kaki tanpa celana di depan nya.
Harry mengadahkan ke atas dan melihat orang asing tidak berpakaian kecuali pakaian dalam.
Harry membulatkan mata nya dan terduduk, "Who are you?"
Perempuan itu kembali memutar mata nya dan, NAYA! tiba-tiba nama Naya terlintas di pikiran Harry.
"Fck! Who the hell are you?" Harry mengulang pertanyaan nya.
Perempuan itu bertolak pinggang tanpa ada rasa canggung, "I'm Grace. Now, just give me the damn money and I'll leave."
Apa yang terjadi? Apa yang baru saja aku lakukan? Pikir Harry dalam hati.
Tapi tak lama Harry menurunkan kaki nya dari kasur lalu meraih celana jeans nya yang tergeletak asal di lantai dan mengambil dompet di dalam saku nya, setelah itu Harry memberi Grace beberapa lembar uang dolar Australia.
Setelah menerima uang nya dan merasa cukup-atau bahkan lebih, Grace menutup diri nya dengan kembali berpakaian. Walaupun tidak sepenuh nya ia tutup (Karena pakaian nya sangat minim), tapi tetap saja, kali ini lebih baik dari pada hanya memakai pakaian dalam saja.
Harry menunduk, memijiti kepala nya yang memang masih terasa pusing.
Brak!#
Harry terperanjat ketika mendengar suara pintu di banting oleh Grace yang baru saja melangkah kan kaki nya keluar kamar hotel.
"Fckk!" Harry kembali cursing.
Harry Pov.
What the fck did I just do? Having one night stand with stranger while having a 'flawless' girlfriend? Am I that mad? Am I that drunk?
Apa yang harus aku katakan pada Naya ketika sampai di tempat penginapan? Apa reaksi Naya jika aku menjawab pertanyaan nya dengan jujur? Di tampar? Aku siap, sangat siap. Tapi kalau dia memutuskan hubungan kami? Aku tidak siap. Mati saja aku belum siap, apalagi kehilangan perempuan yang sangat aku cintai, itu kan sama saja dengan mati, aku sangat tidak siap.
"Damn, I need pain killer." Dengan cepat Harry mengambil ponsel nya untuk menghubungi satu nama yang saat ini memenuhi kepala nya.
Sialan, ponselku mati! lowbat atau? Aku pun mencoba menyalakan ponselku kembali dan, hell yeah, nyala
Ada beberapa pemberitahuan bahwa dari semalam banyak yang mencoba menelfonku dan mengirimku pesan. Tapi itu semua aku abaikan dan langsung men-dial nomor Naya.
Nada tersambung, tak lama nada sambung berhenti, pertanda si penerima telfon mengangkat nya.
"H-hai, babe." I stutter.
Dammit. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali aku berbicara dengan gagap.
"Kau gagap. Ada apa?" Naya menjawab tanpa 'Halo'. Dia langsung bertanya mengapa aku berbicara dengan gagap.
"I-I was thinking of you while.. While doing.. that." Idiot. Aku merasa seperti dumbass yang hanya berani mengakui kesalahan nya melalui telfon. And damn! Aku bahkan sama sekali tidak sadar saat melakukan nya, bagaimana aku memikirkan nya? Dasar Harry tolol.

KAMU SEDANG MEMBACA
In Between (One Direction)
FanfictionRead to find out:) [Dalam masa perbaikan. Tapi tetap bisa dibaca kok. Cuma sedikit agak lama update nya, hehe.]