*Naya POV*
Kami sudah menuju arah pulang ke tempatku. Aku sudah menemaninya belanja keperluannya tadi.
Aku tidak tau apa yang aku pikirkan saat berciuman dengan Harry tadi. Aku tidak tau apa pikiranku sedang jernih atau tidak. Sungguh, aku tidak tau.
Jujur aku masih belum siap untuk in a relationship with Harry. tapi aku ingin sekali rasanya memberi kesempatan untuk Harry. Aku tidak mau menjadi satu-satunya wanita yang suka memberikan harapan-harapan palsu (karena aku belum pernah dengar laki-laki diberi harapan palsu oleh perempuan).
Aku terlalu munafik untuk mengatai diriku sebagai wanita labil, karna aku terlalu sibuk mengatai Harry sebagai remaja labil disaat akulah yang lebih labil darinya. Aku bilang pada diriku sendiri bahwa aku sudah dewasa, tapi disaat yang bersamaan, aku itu orang yang tidak punya pendirian. Aku tidak bisa menentukan pilihan mana yang harus kupilih, seperti yang orang dewasa bisa lakukan.
Aku seharusnya menyuruh Harry pergi dari kehidupanku bila aku memang benar-benar tidak menyukainya. Tapi apa? Aku tidak melakukan nya. Aku malah menikmati kebaikan Harry yang aku balas sedikit saja belum pernah.
Apa aku memang sudah menyukai atau bahkan mencintai Harry? aku tidak tau. aku takut. aku payah. Aku takut pada apapun yang terjadi saja belum tentu.
"Kau kenapa?" Suara harry mengagetkanku. Astaga, aku terlalu serius mendengarkan pembicaraan didalam otakku sampai-sampai aku lupa akan keberadaannya.
"Tidak. Umm, Harry, apa kau bosan?" Aku ingin tau jawaban nya. Aku ingin lebih mengerti Harry. Karena aku tau, selama ini selalu harry yang berusaha mengerti aku.
"Bosan? Bosan dengan apa maksudmu?" Dia pura-pura atau sungguhan?
"Bosan denganku." Harry kaget mendengar pernyataanku. Dia sempat menginjak pedal rem mendadak. Untung saja jalanan ini agak sepi, jadi tidak akan ada kejadian yang tidak diinginkan siapapun .
Harry meminggirkan sedikit mobilnya, lalu berhenti.
Setelah mobilnya sudah dimatikan, Harry menghadap ke arahku.
"Kenapa aku harus bosan? Aku senang saat bersamamu, walaupun kau masih belum mau menganggapku." Tubuhku dan harry berhadapan, namun aku menundukan wajahku. Aku.. sedih mendengar kalimat terakhirnya.
"Maaf. Kau mau tau apa yang terjadi padaku, Zayn dan Gea?" Kali ini aku sudah tidak menundukan kepalaku lagi. Aku menatapnya.
"Kalau kau mau memberi tauku." Harry terkekeh.
Akupun menceritakan semuanya pada harry.
Setelah mendengar ceritaku, mukanya memerah karena kesal. Apa dia kesal dengan Zayn? Ya mungkin saja. Atau dia kesal denganku, karna aku menggantungkan nya hanya karna masa lalu? itu juga mungkin.
*Harry POV*
Tidak ku sangka kalau kisah dibalik mereka bertiga sangat menyedihkan. Aku kesal pada mereka semua.
Aku kesal dengan Gea, karena Gea sangat jahat pada sahabatnya sendiri. Walaupun itu masalah hati, tidak seharusnya dia bermain dibelakang Naya. Dia harusnya bisa berkata jujur pada sahabatnya sendiri.
Aku kesal dengan Zayn, karena dia sangat payah, tidak gentleman dan dia sudah merusak sebuah persahabatan. dan menghambat aku untuk memiliki Naya.
Tapi aku juga kesal dengan Naya. Dia bilang dia dan Gea sudah sepakat untuk tidak meributkan Zayn lagi, tapi kenapa sekarang dia masih marah?
Kenapa Naya masih menganggapku anak kecil? Aku tau dia sudah 21 tahun, tapi aku kan sudah 18 tahun, aku bukan anak kecil lagi.
Lagi pula kenapa dia membandingkanku dengan kisah anak smp? Ini me-nye-dih-kan.
![](https://img.wattpad.com/cover/7398939-288-k583219.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between (One Direction)
FanfictionRead to find out:) [Dalam masa perbaikan. Tapi tetap bisa dibaca kok. Cuma sedikit agak lama update nya, hehe.]