Aku langsung membalikkan tubuhku untuk melihat Harry. Dan benar, Harry ada di sana hanya saja dia baru menginjakkan kaki nya di ruang tv.
Aku menatap Harry tajam, "Baby.."
"Don't baby be, Harry." Dengan cepat aku menginterupsi nya.
"But-"
"Cepat kekamar. Packing. We're leaving." Aku melangkah menuju kamar untuk membantu Harry berkemas. Tapi Harry menahan lenganku.
"We are not leaving until you forgive me." Harry berucap sambil memelas.
Aku tersenyum sinis, "Memang nya kau ada salah apa sampai aku harus memaafkan mu?"
"Aku tau kau tau, Nay." Ujar nya semakin memelas.
"Aku tidak tau. Aku polos. Coba katakan padaku." Aku bertolak pinggang di depan nya.
"Baby, please." Harry meraih kedua tanganku dan menggenggam nya.
Aku melepaskan tanganku dari Harry dan melipat nya di bawah dadaku, "Please what, Harry? Aku memang banyak menduga. Tapi apa dugaanku itu benar? Now, tell me."
Harry melirik bahuku. Atau melirik orang yang ada di belakang ku. Right, aku lupa kalau Zayn masih ada di sini. Tak lama Harry kembali menatapku.
"But don't leave me."
"Depends."
"Depends on what?"
"Your honesty."
"Itu. Jika aku jujur, kau akan meninggalkan ku." Aku menghela nafas berat.
"Do you want to tell me or not?" Mata Harry mulai berkaca-kaca. Ih, harus nya kan aku yang mengeluarkan air mata! Bukan dia.
"Okay.." Harry menempatkan kedua tangan nya di bahuku. Harry memejamkan mata nya sejenak sebelum akhirnya membuka suara, "Yes, I- I have one night stand."
Harry mengusap-usap pipi kanan nya. Oh, aku bahkan tak sadar saat menampar nya cukup keras. Karena itu cukup menimbulkan suara menggema di ruangan ini.
"Don't cry." Harry mengusap air mata yang jatuh di pipiku. Aku sendiri bahkan tidak menyadari itu, "Make you cry is last thing I want to do."
"Cut the bull, Harry." Dengan cepat aku menepis tangan Harry dan mengelap pipiku sendiri secara kasar.
Sejak dulu, aku berikrar pada diriku sendiri untuk tidak akan pernah menangis di depan laki-laki yang menyakitiku. Karena aku benci terlihat lemah di hadapan lelaki. Aku tidak mau dia merasa bahwa diri nya hebat karena berhasil mematahi hatiku. Aku wanita kuat dan mereka yang menyakitiku tau itu.
"I'm not talking bulls, Nay. Apapun yang aku katakan padamu itu bukan omong kosong. Sama sekali." Harry menangkup pipi dengan kedua tangan nya.
"Then.. why?"
"Aku tidak tau. Dan aku benci diriku untuk itu."
Tanganku meraih tangan Harry lalu menarik tangan nya dari pipiku secara perlahan.
"Packing. We're leaving."
"Don't leave me."
"I said we are all leaving, not just me."
"Apa kau tetap ikut denganku ke jepang?" Tanya nya dengan mata yang di penuhi perasaan khawatir.
Aku memejamkan mataku sejenak, "Tidak."
"Please." Harry melangkah mendekat.
"Tidak."
"Naya please...." Tangan nya yang berada di pipiku kini berpindah satu, yang kanan, ke leherku. Tepat nya di tengkuk. Sementara tangan kiri nya berpindah ke pinggangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between (One Direction)
FanfictionRead to find out:) [Dalam masa perbaikan. Tapi tetap bisa dibaca kok. Cuma sedikit agak lama update nya, hehe.]