Bab 4

384 14 15
                                    

Gugum bersenandung, sesekali bersiul menatap ponselnya. Ia memangku sebelah kaki dengan kaki lainnya. Senyumnya merekah sepanjang chatting-an dengan Sopie.

Galih sedang mengajarkan Adel beberapa nada memainkan piano. Satu nada, dua nada manghasilkan sebuah melodi. Adel ikut mengayunkan kepalanya ke kanan ke kiri secara berulang seolah menikmati alunan yang Galih buat.

"Lih, Lih lihat pesanku dibalas oleh Sopie." Gugum berlonjak dari kursinya dan mendekati Galih. Memperlihatkan chat personalnya dengan Sopie. Di sana Sopie membalas pesan Gugum.

Galih menengok dan menghentikan kegiatannya. Ia melihat sekilas ponsel Gugum, lalu mengalihkannya dengan cepat kembali menatap lembar kertas berisikan partiturnya. "Hum."

"Besok aku mengajaknya keluar. Kamu ikut, ya." Gugum masih bersikap histeris. Galih yang melihat itu hanya berpikir bahwa Gugum seperti anak kecil yang sedang mendapatkan sebuah coklat secara terkejut.

"Kenapa harus ikut. Sendiri saja sana." Galih berkata sambil diiringi gelengan dikepalanya.

Gugum paham, ia mengajak Galih karena temannya itu tidak pernah bersosialisasi barang sedikit pun dengan wanita kecuali dengan ibunya dan Lusi itu pun masih bersikap acuh. Ia harus tahu, menurutnya wanita semacam Sopie berbeda dari wanita-wanita sebelumnya yang ia jumpai.

"Ayolah. Kita hangout. Aku sekalian mengajak Sopie." Gugum masih meminta.

"Kamu tidak mengajakku?" suara di balik pintu membuat kepala Galih dan Gugum menengok secara bersamaan. Itu Rexy dengan kedua tangannya memegangi sebuah stik drum sedang membuka pintu. Telinganya intens mendengar beberapa percakapan terakhir Galih dan Gugum.

"Ayo, kita semua ikut. Aku yang bayar tenang." Gugum berbisik pelan agar orang yang berada di studio tidak mendengarnya, cukup Rexy dan Galih saja. Ia sangat semangat saat mengajak kedua temannya. Rexy yang mendengar ucapan Gugum tidak kalah bertingkah semangat.

"Wah, kamu teman yang baik sekali. Baik, paling baik di antara kita." puji Rexy. Ia selalu saja mengucapkan itu secara spontan bukan hanya kepada Gugum terlebih kepada semua orang yang berlaku sama dengan apa yang Gugum lakukan, sangat percis. Mentraktirnya.

"Hanya satu porsi tidak lebih, aku sih percaya pada Galih paling-paling ia hanya memesan minuman. Ini untukmu Rexy, kamu harus ingat itu." Gugum melirik tajam Rexy. Setelah itu ia tertawa menatap wajah Rexy yang aneh karena perlakuannya. "Kamu ikut, Lih?" tanya Gugum pada Galih sekali lagi memastikan.

Galih diam ia masih sibuk dengan tutsnya. "Hm."

Gugum tidak mengerti arti ucapan singkat Galih. Ia memutuskan itu sebagai penerimaan. Baiklah, hanya tinggal menyiapkan harinya saja. Mereka kembali kepada rutinitasnya.

Waktu sudah memasuki fase-fase gelap. Gugum pamit kepada orang disepenjuru studio. Galih menuntun Adel berjalan mendahuli Rexy. Mereka berdua pulang. Sepertinya akan turun hujan, itu terlihat dari langit yang sudah menampakan tanda-tanda, dilihat dari awan yang kelabu.

"Apa Sopie benar sepupumu?" Galih angkat bicara saat beberapa menit hening.

Rexy diam. "Memangnya ini terlihat seperti bohongan." Ia menengokan wajahnya ke samping, mamandang Galih dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

"Jangan memandangku seperti itu. Menjijikan!" tanpa perlu menengokan kepala, Galih sudah tahu bahwa Rexy begitu tertarik dengan perbincangan ini hingga temannya itu menegokan kepala dengan cara yang tidak biasa.

"Kenapa?" Rexy tahu temannya itu paling anti membahas segala urusan tentang wanita. Kali ini ia menanyai Sopie, sungguh hal yang mengejutkan.

"Kenapa apanya?" Galih masih mempokuskan pandangannya ke arah depan.

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang