Bab 9

223 9 2
                                    

Sopie memegang erat lengan Galih agar tidak terpisah karena suasana taman begitu ramai. Mulai dari anak-anak sampai kakek nenek pun ada di sini hanya untuk menyaksikan kembang api dan merayakan perpindahan tahun. Ia tersenyum berulang kali menatap wajah Galih dari jarak sedekat ini. Oh, astaga ia tidak sadar meskipun sudah malam rasanya Galih semakin terlihat menarik.

Remang remang lampu taman menyinari wajahnya. Cuaca malam, tapi rasanya sumpek karena kegaduhan banyak orang. Ia mendengar suara petasan dan melihat kilatan cahaya sudah menyebar dilangit.

"Kamu tahu ada dua hal yang aku syukuri sekaligus saat ini." Galih tersenyum menatap Sopie.

Sopie menatap sepatu dan mengedarkan pandangan sebelum akhirnya bertanya kepada Galih, "Apa?"

"Kamu dan kerlip bintang."

"Astaga. Kamu bisa saja." Sopie melepaskan pegangannya dan mendorong Galih cukup kasar hingga pria itu terlempar jauh dari jangkauannya. "Maaf maaf." Ia menarik lengan Galih kembali.

Galih tersenyum seraya memeluk pundak Sopie dengan erat. "Gini. Diem. Biar tidak hilang. Di sini rame."

Sopie hanya mengangguk patuh dengan ucapan Galih. Baginya satu dan dua detik adalah hal penting. Waktu itu tidak bisa diulang kecuali banyak di antara kalian memiliki kemampuan kembali kemasa lampau. Beda lagi ceritanya. Begitu pun Sopie.

Waktu itu tidak bisa dipercepat kecuali banyak di antara kalian bisa mengarunginya. Beda lagi ceritanya. Tidak dengan Sopie. Waktu itu hanya perlu di syukuri. Benar kata Galih.

"Bagaimana dengan kembang apinya? Kapan dinyalakan? Sekarang jam berapa, sih?" tanya Sopie.

Ia melihat Galih menggenggam sebuah plastik berisikan petasan dan belum tersentuh sama sekali olehnya. "Mau kita nyalakan sekarang?"

Sopie mengangguk. "Tentu."

Galih membuka plastik dan menyimpan petasan dilubang yang baru saja ia buat dengan posisi vertikal. Tangan yang lain merogoh penyimpanan korek api. Sopie yang berdiri disebelahnya hanya menatapnya sambil mengeluarkan simpanan cokelat yang ia beli di supermarket tadi sore sehabis dari rumah Galih.

"Agak menjauh," Galih menyalakan korek api dan meniupnya kembali menjadi padam saat ia tidak sengaja mendapati Sopie tengah asyik berbicara dengan seorang lelaki, remang-remang tanpa pedulikan petasannya, ia mendekati Sopie dan pria itu. "Siapa dia?"

"Eh, kenapa kamu di sini. Petasannya belum kamu nyalakan?" Sopie memutar arah badan. Mulutnya terisi penuh oleh sesuap batang cokelat.

"Jangan mengalihkan pembicaraanku." Galih geram. Melihat pria di hadapannya penuh kecurigaan, karena wajah-wajah pria seperti itu mengingatkannya kepada Gugum yang memiliki tipe-tipe genit terhadap wanita.

Sopie menelan hingga ia bisa kembali berbicara. "Teman sekolahku dulu. Namanya Jonath. Panggil saja Jon."

"Baiklah. Pembicaraan kalian sudah selesai bukan. Ayo kembali." Galih menarik paksa lengan Sopie. Pria disamping Sopie hanya melambaikan tangan dan tersenyum. Dalam kerumunan mereka melihat tempat awal mereka meletakan petasan tidak jauh dari sana sudah menghilang entah berantah. Bahkan plastik yang semua ia letakan di bangku taman sudah hilang. Tidak heran karena taman memang padat, semua orang bisa menjadi pelaku. Kemungkinannya tidak jelas. Galih mendengus kesal.

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang