Hari setelah kejadian itu, Galih menjadi aktif untuk mengunjungi rumah Sopie. Padahal ia sudah diperingati oleh Sopie untuk tidak intens menjenguknya. Apa boleh, ia khawatir, sungguh. Mau menjaga Sopie setidaknya sampai Yohan kembali ke Jakarta.
Hari kedua setelahnya, pagi ini, Galih membawa sekotak bubur. Bubur? Makanan khas untuk orang sakit, meski tidak sepenuhnya, itu hanya syarat saja. Tapi bubur menjadi makanan kesukaan tiap orang, terlebih Galih juga sudah buat omelet sebagai bahan tambahan. Jujur, dari dulu ia cuma bisa buat omelet atau yang berbahan dasar telur saja.
Galih memarkirkan mobil tepat di belakang mobil sedan. Ia heran, setahunya Sopie tidak punya mobil tapi kenapa terparkir nyata di depan rumah gadis itu.
Ada tamu? Siapa? Kenapa ada sepatu lelaki? Yohan mungkin? Mari kita lihat. Ia menekan bel dan pintu terbuka setelah semenit kemudian, Sopie keluar.
"Pie? Ada Yohan?"
Sopie menggeleng. "Tidak, kenapa dengan Kakakku? Tidak ada Kakak di sini."
"Mobil siapa itu?"
"Oh, temanku Jonath."
"Hah?"
Jonath? Siapa? Sungguh? Ia tidak suka Sopie menyebut nama pria lain selain dirinya beda ceritanya jika yang di dalam adalah Rexy. Lagipula Jonath siapa? Apa Sopie pernah menceritakan Jonath kepadanya?
"Siapa Jonath?"
"Temanku, astaga aku lupa memperkenalkan kalian, sepertinya nama Jon tidak asing ditelingamu."
"Ya, memang tidak asing."
Sopie menarik lengan Galih. "Jon, here."
Jon menarik badan dan memutar kepala, tepat saat itu Galih bisa melihat wajah Jonath sepenuhnya. Ia masih dibawa Sopie menuju Jon berada.
"Kenapa Pie? Siapa dia?" Jon menunjuk wajah Galih tepat di depan wajahnya.
"Galih, temanku."
"Galih." Galih mengulur lengan.
Jon baru menanggapi setelah sepersekian detik. "Halo, man." Jon merangkulnya seolah mereka adalah teman akrab. "Pie, ambilkan minum dong."
"Iya, iya." Sopie berlalu.
Astaga, Sopie mau disuruh-suruh sama orang bernama Jonath. Apa ia pernah dengar Sopie menceritakan Jonath kepadanya?
"Siapa kamu?" Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Galih. Matanya menatap tegas wajah Jon dan bibirnya kaku, untuk tertarik membentuk sebuah ukiran.
"Aku?" Jon menunjuk dirinya sendiri, ia berjalan mondar-mandir dan lagaknya seperti tuan rumah. "Namaku Jonath tentu saja, Sopie belum beri tahu, halo Galih Mr Pianist."
"Maksudku, hubunganmu dengan Sopie?"
"Hubunganku? Teman, teman dekat sekali." Jon menekan kata-kata terakhirnya. "Sekarang aku tanya, kenapa kamu bertanya seperti itu, memangnya hubungan kalian apa?"
Galih bergeming, cukup paham situasi, ia malah duduk. "Bukan urusanmu." Lalu menyimpan bungkus buburnya di atas meja. "Aku bawa bubur untuk Sopie sarapan."
"Tadi kamu bertanya aku jawab, sekarang aku bertanya kamu tidak jawab. Tidak sopan sekali. Sopie sudah sarapan, btw"
"Berisik, apa aku perlu ke dapur bantu Sopie?" Galih akhirnya memilih menuju dapur. Meninggalkan Jon yang terheran-heran dan menemui Sopie. Siapapun Jon, tidak penting, baginya ia harus memastikan keadaan Sopie baik-baik saja detik ini.
Ia tahu Jon menggerutu dan di balik bibir tebal Jon ataupun mata bulat Jon ada ekspresi tidak suka tersembunyi di sana. Serius? Galih cemburu? Jelas. Sungguh, sudah ia katanya ia tidak suka ada pria lain mengunjungi rumah Sopie kecuali Rexy dan Yohan. Apapun hubungan Jon dengan Sopie, ia harap Sopie tidak memendam rasa suka pada Jon.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desember
RomanceCopyright©2017-All Right Reserved by Seha. All Plagiarism Will be Snared. "I love you." "Oh, I see?" "You know that?" "Of course." "Why do you know? May be I've not had time to say and probably will never tell you." "From your gaze." "You love me?" ...