"Kamu kasih bunga dan langsung nyatakan perasaanmu, jeder!" Gugum memeragakan sambil berlutut di hadapan Galih, untungnya kafe sepi jadi ia bisa terbebaskan dari rasa malu.
"Bukan ide bagus, basi."
"Diam dan nyatakan langsung." Gugum kembali duduk di bangkunya.
"Simpel sekali."
"Ajak jalan-jalan dan nyatakan langsung." Gugum menjinjit alis.
"Terlalu berisik di jalanan."
"Pikirkan saja ide sendiri." Gugum menggerutu.
"Ayolah." Galih mengepal lengan depan dada, suaranya memohon tapi ekpresinya seperti biasa. Datar. "Aku tidak tahu harus melakukan apa."
"Ikuti kata hatimu dan jujur saja aku juga kurang pandai menasehati seseorang." Gugum mengambil gagang cangkir dan menyesap kopi dari dalam sana.
"Ikuti kata hati?"
"What do you want to do just do it." Kali ini Gugum memerlihatkan jejeran gigi rapihnya.
Sejenak, pikiran Galih terhentak mendengar apa yang Gugum katakan. Mengikuti apa kata hati memang adalah pilihan tepat. Hatinya bilang kalau ada Sopie saat ini, ia mau langsung menyatakan perkara perasaannya. Tapi jika dilain posisi, melibatkan logika, semisal berada di kondisi ramai ditengah perbincangan masyarakat, apa mungkin bakal terdengar?
"Beginilah nasib orang tampan tanpa pengalaman cinta."
Galih melirik Gugum tajam. "Berisik!"
"Atau perlu aku contohkan dulu sekali." Gugum mengambil ponsel dan menelepon seseorang.
"Telepon siapa?"
"Sopie."
Seketika Galih dengan sigap mengambil ponsel Gugum dan mematikan panggilannya. "Tidak!" Galih menekan senyumnya tipis. "Benar katamu, aku hanya perlu melakukan apa yang aku mau."
"Nah begitu baru oke. Besok traktiran pokoknya."
"Gigimu traktiran."
Gugum cengengesan.
●●●
Sejak tadi, Sopie mengigil dan terjaga di kamar dengan selimut mengelilingi tubuhnya. Kemarin harusnya, ia tetap di rumah dan tidak ikut Jon untuk berpesta ria malam-malam sampai pulang dini hari alhasil sepertinya paru-parunya bermasalah lagi. Batuknya meregah.
Sopie juga ingat, bagaimana raut Galih begitu kecewa saat ia memilih jalan bersama Jon. Bagaimana saat kelihatannya ia mengacuhkan Galih. Bukan keinginan untuk bersikap demikian, Sopie hanya terlalu takut. Sangat takut bahwa kelak semua kebahagiaan bersama Galih akan lenyap seiring waktu berjalan.
Ia membuka flap ponsel dan melihat satu persatu foto-foto bersama Galih. Semua foto dari semenjak tahun baru, jalan-jalan sore di Jakarta sampai foto ketika mereka di New York. Semua terekam nyata di ponselnya.
Bel berbunyi. Sopie urung meninggalkan kasurnya, tapi suaranya terdengar terus berbunyi seperti seseorang meminta paksa masuk.
Sopie menyibak selimut dan turun dari kasur untuk menuju pintu. Ia pikir Yohan atau Galih? Tapi cuma ada sepucuk surat merah jambu yang tertinggal di meja depan dan satu tangkai mawar merah.
Sopie dibuat terkejut setelah membaca surat. Sejak kapan ia punya penggemar rahasia?
Ia kembali memasuki rumah dan membaca seluruh isi suratnya di kursi ruang tamu depan televisi. Sembari menerka-nerka siapa orang dibalik tulisan puitis itu, Sopie menyimpan tangkai mawar ke dalam toples bening yang tidak terpakai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desember
RomanceCopyright©2017-All Right Reserved by Seha. All Plagiarism Will be Snared. "I love you." "Oh, I see?" "You know that?" "Of course." "Why do you know? May be I've not had time to say and probably will never tell you." "From your gaze." "You love me?" ...