Bab 11

123 4 0
                                    

So lead me home and lift me up
Above the stars and even higher
I'm not afraid because your love
It falls like rain and burns like fire*

"Aku suka sekali lagu ini," Lusi hanya menggelengkan kepalanya ke samping beberapa kali mengikuti irama musik yang keluar dari radio mobil. "Tapi aku tidak tahu apa judul dan penyanyi lagunya."

Galih tersenyum sekilas, bagaimana bisa. "Aku hanya mendengar liriknya saja aku langsung suka," cengenges Lusi. Ia melanjutkan, "Kamu tahu apa judulnya?"

"I found love by owl city." Galih tahu karena ia memang ia tahu.

Kembali pada keheningan yang diisi oleh suara musik diradio mobil. Melewati gedung bertingkat dan kemacetan jalan raya, tiba sudah di rumah Lusi. "Kamu mau kemana setelah ini."

"Kalau kamu tahu ada untungnya bagimu?"

"Jelas." Lusi masih enggan turun dari mobil. "Kamu bisa antar aku beli sesuatu."

"Lain kali saja."

Masih bergeming dibangku, Lusi sibuk dengan rencana lainnya. Ia harus ikut, hatinya terus bertekad, pikirannya terus mencari alasan. "Oh ya, kamu bisa antar aku membeli sebuah buku."

"Lain kali saja."

"Antar aku beli kado, ini darurat untuk temanku, besok dia ulang tahun." Lusi memang mempunyai teman yang berulang tahun besok, teman jauh bukan teman terdekatnya. Ini hanyalah sebuah alasan agar ia bisa jalan dengan Galih. "Ayo. Ayo."

"Kamu bisa minta antar Rexy."

"Diakan sedang menjaga Adel." Lusi memelas, ia memohon sambil menundukan kepalanya. Tangannya mengepal di depan dada berharap Galih luluh. "Aku mohon."

Galih baru menyuarakan balasannya selama beberapa detik. "Setelah itu sudah. Jangan meminta apa-apa lagi."

"Asikk." Lusi melebarkan senyumnya. "Aku janji setelah ini pulang."

Galih hanya membuang napas dalam-dalam. Ia memutar arah mobil dan melaju meninggalkan kediaman Lusi.

Gadis ini meskipun menyebalkan, karena sudah lama mengenal, Galih jadi sulit untuk menolak.

Tempat selanjutnya adalah toko yang menjual berbagai macam kado anak-anak hingga dewasa. Sebuah tar atau cokelat? Lusi pun masih bingung. Oh ya, temannya itu lelaki. Ia senang diantar Galih karena bisa menanyai selera apa yang kebanyakan laki-laki suka. Meski sebenarnya tidak penting-penting amat. Yang terpentingkan bersama Galih.

Satu. Dua. Tiga. Sudah banyak toko yang terlewati, tapi Lusi belum menemukan benda yang tepat untuk dijadikan kado. Sebenarnya jika memang bukan teman dekat, ia bisa saja membeli kado biasa. Ini karena satu alasan, ia ingin sekali menghabiskan waktu bersama Galih sampai senja menyapa pun dan temaram datang. Untuk hari ini saja.

"Rencana awalmu pergi kemana?"

"Rumah temanku."

"Um... Si-apa?" ada nada keraguan dari suara yang Lusi keluarkan.

Hening sekilas. "Sopie."

"Whattt?" jelas dan lugas. Lusi berkata dan menghentikan langkahnya secara bersamaan. "Sopie? Um.. Aku rasa aku pernah mendengar nama itu."

"Oh ya?" Galih heran. Ia sama sekali tidak tahu dimana letak kesalahannya hingga Lusi bertingkah seperti itu.

"Dia adalah orang yang waktu itu di pemakaman bukan?" ekspresi wajahnya menjadi muram dan langkahnya menjadi lunglai.

"Iya aku lupa kalian pernah berkenalan."

Galih kembali menoleh dan melirik perlahan wajah Lusi, tatapan tidak biasa. Tatapan itu ternyata bukan terarah untuk Lusi, lebih tepatnya terarah kepada objek yang berada di balik pundak Lusi.

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang