The light after the rain
And the song that sounded in the sound
Of the changing rain
That day
I fell in love with you
Which shone brightly among
The gloomy dark daysRitme yang melantukan nada-nada dari alunan yang Galih buat seolah menggerakan semua benda. Percayalah, ia tidak pandai merangkai kata. Ia hanya pandai membuat not. Tidak pandai berbicara. Hanya pandai mengalun melodi.
Selembut jemari menyentuh tuts. Begitupun dengan pandangan tajamnya. Rintik hujan terdengar dari arah luar. Galih melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan. Cukup sampai di sini. Ia juga butuh asupan makan.
Derr! Ponsel yang ia letakan disaku celana bergetar.
"Apa Lusi?" Galih berbicara datar.
"Galih aku sedang dalam perjalanan ke rumahmu." saut Lusi diseberang telepon.
Galih diam masih enggan mengeluarkan kata. Ia menyenderkan tubuhnya ke dinding. "Hati-hati."
"Ayay. Siap. Pertama kita cari kado dulu untuk mamaku. Kedua cari tar. Menurutmu apa aku beli tar cokelat saja. Tapi mamakan sedang meminimalisir mengonsumsi makanan manis." Galih menyimpan ponsel dan me-load speak panggilan.
Galih berjalan menuju dapur. Setelah itu mengambil minuman dan meneguknya. Saat kembali dari dapur. Layar ponsel yang menghubungkannya dengan Lusi ternyata masih terhubung. Gadis itu terus mengoceh mengenai rencana yang ingin ia lakukan bersama Galih hari ini."
"Lih, Gal, Lih jawab aku." Galih mendekati ponsel saat Lusi meneriaki namanya.
"Iya datang saja ke rumah. Sudah dulu ya." Galih memutuskan sambungan dan membiarkan ponselnya tetap tergeletak di atas nakas.
Der! Sederatan pesan masuk begitu banyak menghampiri ponsel Galih. Pengirimnya tidak lain tidak bukan adalah Lusi, tapi pemiliknya seolah tidak peduli.
Galih mematikan ponselnya. Kini ia menggantinya dengan laptop. Yang pertama kali ia buka hanya akun youtubenya. Meski begitu Galih juga sering mengirim beberapa cover lagu buatannya kepada youtube. Hasilnya tidak tanggung-tanggung, lebih dari ribuan orang yang menonton.
Sudah satu bulan ini ia tidak lagi mengcover version secara pribadi, bukan satu bulan ini saja sepertinya sudah dari bulan-bulan kemarin. Rasanya begitu malas dan suntuk. Ia menutup laptopnya kembali. Hujan masih terdengar dari arah luar. Tidur siang mungkin bisa mengistirahatkan otaknya.
●●●
Sopie membereskan bukunya. Ia menatap nama Galih yang terpampang di antara banyak nama dikontaknya.
"Galih?" seru Yohan tiba-tiba dari arah belakang Sopie yang sedang berdiri, ikut menatap ponselnya.
"Kakak, apaan sih." Sopie mendorong tubuh Yohan agar menjauhinya. Ia meletakan kembali ponselnya ke dalam tas.
Yohan hanya tersenyum geli. "Galih? Bukannya itu orang yang waktu itu jemput Adel," tebaknya.
Sopie hanya mengangguk. Ia menyuruh Yohan untuk menduduki bangku karena mereka akan makan bersama. "Makan, yuk. Aku lapar."
Yohan mengikuti arah jalan Sopie. Ia tahu adiknya itu selalu saja mengalihkan pembicaraan. "Aku sudah makan."
"Dengan Kak Mala?" Sopie sudah menduga. Jadi jatah makan Yohan bisa untuk makan malamnya.
"Iya." Yohan ikut duduk meski tidak makan. Ia berniat menanyakan hal tentang Galih. Adiknya itu sudah menyimpan rahasia-rahasian rupanya.
Sopie mengambil satu piring dan meletakan nasi serta lauk pauknya. Ia duduk berhadapan dengan kakaknya. Kedua pasang kakak adik ini memang akrab, meski begitu mereka juga pernah mengalami perdebatan, tapi jarang sekali. Tidak seperti kebanyakan orang lain. Sifat Yohan terhadap adiknya begitu lembut, katanya adiknya itu sangat mirip seperti ibu mereka. Ibu sudah menitipkan Sopie sebelum benar-benar pergi untuk selamanya kepada Yohan. Sejak saat itu Yohan berjanji akan menjaga adiknya sebisa mungkin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desember
RomanceCopyright©2017-All Right Reserved by Seha. All Plagiarism Will be Snared. "I love you." "Oh, I see?" "You know that?" "Of course." "Why do you know? May be I've not had time to say and probably will never tell you." "From your gaze." "You love me?" ...