Rexy meneguk air dalam lemari pendingin. Ia berjalan menuju ruang musik dan mendapati Galih sedang diam dihadapan pianonya hanya memandang partitur tanpa menyentuh tuts.
"Apa kamu yakin tidak ingin mengikuti kompetensi di New York?" Tanya Rexy.
Galih menoleh dan menjawab, "Tidak."
"Tapi kenapa?" Tanya Rexy sekali lagi memastikan untuk alasan apa Galih tidak mengikuti kompetesi ini.
"Tidak minat."
Rexy berjalan mendekati Galih sambil memandangi ruangan musik pribadi Galih, pria gembul itu berkata, "Seorang pria yang kehilangan minat dan gairah biasanya adalah seorang yang kekurangan kasih sayang."
"Berisik!" Galih menekan satu tutsnya dan suara dari piano muncul menindih suara Rexy.
Rexy tertawa sambil mengunyah ciki cheese-nya, ia menepuk pundak Galih. Entah sejak kapan ciki itu sudah bertengger ditangan Rexy, yang Galih tahu Rexy selalu menyimpan stok makanan ringan di rak atas. "Hey, kalau kamu ke New York aku bisa ikut jalan-jalan di sana."
"Lepaskan tangan kotormu dari pundakku." Galih melirik tajam pundak sebelah kirinya, di sana tangan Rexy sedang mengayun dipenuhi sisa-sisa dari remah ciki.
"Maaf. Maaf." Rexy menjauhkan tangannya dari pundak Galih.
"Kak, boleh aku minta bantuan mengerjakan PR." Suara imut dari balik pintu membuat wajah Rexy dan Galih menoleh bersamaan. Di sana gadis kecil sedang menatap mereka dengan wajah memelas sambil memegangi buku.
"Sin.."
"Oh, Adel. Sama Kak Galih sini." Galih menyela perkataan Rexy dan berjalan menuju tempat Adel berada meninggalkan Rexy tanpa sepatah kata.
Rexy yang ditinggalkan oleh Galih hanya menggelengkan pelan kepalanya, terus mengunyah cikinya dan berguman-guman tidak jelas tentang Galih.
Galih menuntun Adel dan terus menanyakan PR apa yang Adel punya. Adel adalah adik Rexy, umurnya genap 10 tahun baru memasuki bangku kelas lima sekolah dasar.
Adel menatap Galih sambil berjalan menengadah. "Matematika."
"Sini Kak Galih bantu mengerjakan." Galih tersenyum dan terus bersikap ramah kepada Adel, mereka akan belajar di ruang tengah depan televisi.
"Terimakasih, Kak."
"Yang mana?" Galih duduk dan terus memperhatikan Adel membuka bukunya lembar demi lembar. Adik dari Rexy itu, wajahnya sama gembul dengan Kakaknya. Matanya bulat, bibirnya tipis dan sifatnya sama, sering sekali menyemili makanan ringan.
Adel menunjuk kertas yang dipenuhi oretan angka dan menanyakan cara mengerjakannya kepada Galih, "Yang ini."
Galih mulai menjelaskan kepada Adel, tentang persoalan matrikulus dasar dan cara hitung menghitung yang benar. Galih jadi teringat saat dulu, ia sangat bercita-cita menjadi guru. Baginya guru adalah profesi yang begitu mulia, mengajarkan banyak anak dari masa pembodohan menjadi anak yang gemilang.
"Adel, mau tanya apa lagi?" nada suara Galih merendah saat ia berbicara dengan Adel.
Satu jam berlalu Galih sibuk mengajari Adel membahas banyak soal, satu jam juga Galih lupa pada janjinya menemui kerabatnya di bandara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desember
Storie d'amoreCopyright©2017-All Right Reserved by Seha. All Plagiarism Will be Snared. "I love you." "Oh, I see?" "You know that?" "Of course." "Why do you know? May be I've not had time to say and probably will never tell you." "From your gaze." "You love me?" ...