Bab 26

19 2 0
                                    

Galih menunggu sementara Sopie di bawa suster ke dalam ruangan menggunakan brankar. Galih kembali membayangkan saat Sopie ambruk dengan wajah pucat dan keringat mencucur deras. Pertama bertemu kelihatannya gadis itu baik-baik saja, tidak ada tanda gadis itu sakit seperti flu misalnya. Sopie malah semangat, namun akhir-akhir Galih tahu kondisi Sopie tidak begitu memungkinkan. Jadinya sekarang ia tahu kondisi Sopie yang sebenarnya melalui perbincangan dengan dokter.

"Nanti tolong hubungi keluarga dekatnya."

"Baik."

Galih berlalu dan duduk menunggu di depan kamar Sopie terjaga. Disana Sopie memejamkan mata. Denyut jantungnya stabil, gadis itu sedang bermimpi indah, tapi Galih berharap mimpi itu segera berakhir. Ada ia di sini yang akan menjadi mimpi nyatanya.

"Angkat!" Galih tetap tenang. Ia kembali menghubungi Yohan.

"Angkat."

"Lih!" Seseorang memanggil nama Galih.

"Rexy! Syukurlah."

"Lih!"

"Hah? Lusi?" Galih melongo.

"Sopie kenapa? Ketabrak? Sakit? Ada yang terluka? Kecelakaan? KDRT?" Rentenan pertanyaan yang Rexy keluarkan membuat kuping Galih mendengung dan di situ rasanya Galih tadi tidak perlu menelepon temannya itu untuk datang. Ditambah Rexy bawa bebenjit tamu tak diundang.

"Sopie kenapaaaa? Astaga?"

"Kata dokter cuma kecapaian."

"Serius?" Rexy bertanya.

"Capek kenapa?" Lusi menambah.

"Galih ini kalau keluar doyannya jalan kaki, pantas kalau Sopie jadi begini."

"Aku tidak tahu kalau kondisi Sopie lemah, lagipula Sopie tidak pernah bilang bahwa ia punya penyakit." Penyakit? Ah benar, Galih baru sadar dengan kata-katanya. Apakah Sopie sedang mengidap penyakit? Kenapa tidak pernah bilang padanya?

"Penyakit?" Rexy bertanya.

"Penyakit apa?" Lusi menambah.

"Aku tidak tahu. Argh! Kalian duduk saja jangan banyak tanya mending sekarang coba kamu Rex hubungi Yohan sekarang."

"Yohan?" Rexy bingung siapa itu Yohan.

"Yohan siapa?" Lusi menambah.

"Kakaknya Sopie."

"Oh, aku pernah bertemu Kakak Sopie satu kali. Waktu di pemakaman, orangnya tinggi, berkacamata dan berkharisma, auranya berbeda. Jadi namanya Yohan?" Lusi menambah, agak panjang.

Kedua rekannya tidak menanggapi. Galih mengirim Rexy nomor Yohan dan mereka sibuk untuk menghubungi Yohan agar Yohan setidaknya tahu kondisi adiknya sekarang.

"Sudah?"

"Sudah, semoga dia cepat-cepat buka chat."

Galih diam. Mereka diam.

Hingga tiba saat seorang suster datang, mereka berdiri bersamaan dan berharap sesuatu yang keluar dari mulut suster ada hal baik.

"Sopie Permatasari sudah sadarkan diri, silahkan masuk." Begitu katanya.

Galih yang pertama membuka knop, diputarnya gagang pintu, dilihatnya pelan ternyata benar Sopie di sana sedang berbaring sambil tersenyum malu ke arahnya yang sekarang entah rautnya tidak karuan karena kepalang khawatir. Galih mendekat.

"Ini keterlaluan Galih, seharusnya diantar ke rumah saja. Aku cuma pingsan biasa."

"Mana tahu aku kalau ini pingsan biasa. Namanya orang bisa sampai pingsan itu karena ada apa-apa." Galih mengusut keringatnya.

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang