Bab 16

85 8 11
                                    

Pneumonia yang biasa dikenal dengan sebutan paru-paru basah adalah sebuah penyakit akibat infeksi yang menyerang bagian paru-paru biasanya terjadi ketika alveoli meradang dan bengkak serta terisi lendir dan cairan.

Sopie mengingat kata-kata dokter masalah kesehatannya setelah diagnosa dan hasil rotgen dadanya. Ternyata ia mengidap paru-paru basah.

Sejak kapan?

Sopie tidak perlu memikirkannya toh hanya paru-paru basah saja, tapi bagaimanapun penyakit tetaplah penyakit dan bayang-bayang mengerikan selalu hinggap dikepalanya. Karena Sopie suka menonton film jadi ia sering membayangkan saat pemeran pertama selalu berakhir tragis karena mengidap penyakit.

Sopie membuyarkan imajinasinya dan pokus menatap ponsel karena sudah lebih dari satu jam ia menunggu Galih belum juga datang. Yohan khawatir dan meminta Sopie agar istirahat cukup, tapi Sopie sudah berjanji untuk bertemu Galih di sini dan menyuruh Yohan untuk pulang terlebih dahulu meninggalkannya.

Bagaimana reaksi Galih jika tahu Sopie mengidap penyakit menular? Akankah Galih menjauhi Sopie karena rasa takut tertular.

"Dor!" Galih menepuk pundak Sopie dari belakang membuat Sopie berlonjak kaget dan hantaman di dada terasa kembali nyeri. Sopie meremas dadanya pelan dan meringis. "Pie?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya kagetan."

"Kagetan?" Galih melangkah cepat ke depan untuk duduk di samping Sopie.

Sopie mengangguk setelah rasa nyeri hilang, ia lalu memukul Galih dengan telapak tangannya secara kasar. "Makanya jangan suak kagetin orang sembarangan. Gimana kalau aku jantungan."

"Sepertinya tidak."

"Siapa tahu."

"Aku juga sering jantungan." Galih menyeriuskan nada suaranya. "Setiap bertemu kamu jantung aku degup-degup terus."

"Candaannya garing."

"Ini bukan candaan. Aku serius lho."

Sopie tersenyum malu. Ia menelitik ke arah belakang Galih karena sepertinya Galih menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya.

"Apa itu?"

"Tebak saja."

"Makanan khas Bogor?"

"Sesuatu yang lebih dari itu."

"Talas Bogor."

"Bukan makanan."

Sopie menyerah dan meminta Galih memberitahu apa yang sedang dibawanya. Galih menunjukan dua tiket music orchestra family Santiano yang diadakan di New York awal bulan Juni.

"Musik orkestra? Ah Galih aku kan dari dulu ingin sekali mengunjungi musik orkestra." Sopie mengambil kedua tiketnya dan melihat tanggal dan tempatnya secara rinci agar ia bisa memastikan bukan tepat dihari mengajar sekolah. "New York?" Ada nada keraguan yang Sopie keluarkan.

Galih mengangguk.

"Tapi aku kan masih harus mengajar."

"Kamu bisa ijin selama satu minggu. Hanya satu minggu mari kita habiskan hari-hari bahagia di sana."

Mari kita habiskan hari-hari bahagia di sana.

Kata-kata yang Galih keluarkan menggema dibagian otaknya. Seolah hari-hari bahagia tidak akan ada lagi dalam kehidupannya.

Tanpa jeda waktu lama Sopie pun mengangguk.

"Kamu dapat dari mana tiket ini? Tiket k-e-l-u-a-r-g-a S-a-n-t-i-a-n-o?" Sopie mengejanya. Padahal ia tahu beberapa hari yang lalu ada gelar orkestra Santiano juga di tempat tidak jauh dari rumahnya. Orkestra yang sempat ia ingin kunjungi tapi tidak jadi lantaran orang-orang yang datang hanya untuk tamu undangan saja. Bisa dibilang tidak terbuka untuk orang asing.

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang