1 JULI, PERTENGAHAN TAHUN
Pagi ini, Sopie mengutuk dirinya untuk tetap terjaga seharian di rumah dan tidak melakukan aktivitas apapun kecuali makan, minum dan mengecek ponsel. Cuaca Jakarta seperti biasa, semakin hangat menjelang siang. Sopie tidak tahu apa yang Yohan lakukan di musim liburan, yang ia tahu, sudah tidak ada lagi liburan baginya.
Sopie mengambil selimut menggulung tubuhnya lagi lantas mengecek media sosial. Tiba-tiba bel rumah berbunyi dan nomor Yohan terpampang di bar ponselnya.
"Ya, aku segera membuka, tunggu."
"Tahu saja. Cepat!"
"Sabar, Kak."
Sopie memutuskan panggilan. Kebetulan Yohan datang berkunjung, Sopie mau menanyai perkara musim liburan Yohan akan pergi kemana. Apa sama sepertinya yang mengurung diri di rumah, kalau pun ada niatan untuk sekadar ke luar, jalanan pasti macet. Sebab Sopie malas ke luar.
"Masuk!"
"Kalau rumah tidak dikunci, aku sudah masuk daritadi."
"Kalau rumah tidak dikunci itu bakal ada banyak maling yang masuk."
"Iyaaa!"
"Jadi ada apa? Belum sarapan? Mau aku buatkan makanan? Kebetulan aku juga belum makan."
Yohan duduk di karpet tengah yang menghubungkannya dengan televisi. "Belum makan nih, jadi apa yang mau kamu masak?"
"Sejujurnya aku berharap kakak bilang 'ah, aku sudah sarapan dengan Mala, jadi masaklah untukmu sendiri' Begitu." Sopie ikut duduk, membenarkan letak bajunya yang menyusut. "Tidak ada stok di dapur. Hari ini aku malas sekali buat melakukan kegiatan. Magerku kambuh."
Sopie bisa melihat helaan yang Yohan buat. "Pesan makan online?"
"Ide bagus, siapa yang mau pesan? Kakak saja ya."
"Baik." Yohan sibuk pada ponselnya. "Mau apa? Ada sup jagung, burger, sup ayam, roti?"
"Nasi?"
"Nasi sama ayam?"
"Bubur ada?"
"Bisa diatur."
"Aku mau semacam nasi sama capcai, tolong ya."
Yohan melirik tajam sedangkan Sopie hanya mesem-mesem sendiri. Kemudian mereka menunggu beberapa menit untuk kurir mengantarkan pesanan.
"Kak liburan lho ini, tidak ada rencana?"
"Tentu ada."
"Yhaa," Sopie menekuk bibir. "Aku pasti tidak akan ikut."
"Liburanmu bersama Galih kemarin sudah ya, ini giliran kakak."
"Iya, iya." Sopie menjeda, lalu melanjutkan, Yohan bisa menebak apa yang akan Sopie katakan selanjutnya.
"Bawakan oleh-oleh yang banyak, it's okay aku sudah tahu."
"Kakak baik hati tidak sombong dan rajin menabung, paling mengerti perasaan adiknya."
"Jelas."
Sopie membungkuk lantas tersenyum samar dibalik rasa yang entah Yohan masih menerka, Sopie ada apa?
"Nyeri lagi?"
"Haus, mau ambil minum." Sopie berjalan memutar untuk ke dapur.
"Aku ambilkan satu."
"Siap kakak,"
Bukan tak jarang, hampir beberapa pekan terakhir, Sopie jadi lesu dan kesakitan di sekitar area tulang belakangnya. Rasanya seperti ada kernyitan linu tiap ia menggeser pelan sendi-sendi. Ia belum memberitahu Yohan, dan perkara menemui dokter untuk check kesehatan belum terlaksana sejak ia datang ke Indonesia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desember
RomanceCopyright©2017-All Right Reserved by Seha. All Plagiarism Will be Snared. "I love you." "Oh, I see?" "You know that?" "Of course." "Why do you know? May be I've not had time to say and probably will never tell you." "From your gaze." "You love me?" ...