Bab 19

56 9 2
                                    

"Belakangan ini kamu sering ke rumah sakit."

"Sudah aku bilang just flu. Pilek biasa."

"Sampai harus resign menjadi guru?"

"Kalau itu hal baik bagi kesehatan aku, kenapa tidak?"

Galih mengangguk, mulai menyuapkan santapan ke dalam mulutnya, Sopie pun sama. Mereka membunuh waktu dengan cara menghabiskan makanan, sampai saat piring putih sudah licin tanpa ada jejak remeh nasi, Galih angkat bicara. "Jadi aku simpulkan, kesehatanmu sedang tidak baik, meski jujur saja aku tidak ingin itu terjadi."

"Kesehatanku selalu baik. Mm..lihat." Sopie mengangkat lengan kanannya dan menunjukan otot-otot kecilnya yang berada di balik kaus panjang hitam, kontras dengan kulitnya yang putih. "Sehat seratus persen, dan lagipula apa bibirku terlihat pucat?"

"Bibirmu merah. Menggoda." Alih-alih Galih mengambil cangkir jus buahnya, Sopie malah membungkam penuh bibirnya merasa ambigu. "Bercanda."

"Jadi masalah tiket nonton orkestra itu..."

"Tentu saja jadi, kamu sudah tidak punya kesibukan pula, jadi lebih mudah, satu bulan di New York juga tidak masalah. Haha."

"Kamu masih perlu mendapat ijin dari kakakku."

"Easy."

"Hari ini tanggal berapa?" Sopie membuka flap ponsel, ingin mengecek tanggal.

"24 Mei."

"Apa? Jadi satu minggu lagi pindah bulan? Kemarin aku lihat tiketnya acaranya tanggal 14 juni."

"That's right, jadi kita punya waktu tiga minggu untuk siap-siap. Satu minggu sebelum acara tersebut jatuh tanggal, kita harus sudah ada di New York. Persiapkan saja perlengkapan baju tipis-tipis, karena pertengahan bulan juni New York masuk musim panas."

"Tipis-tipis?"

"Iya asal jangan kontras saja, nanti aku salah tangkap." Sopie menjinjit kaki mendekat lalu menjitak dahi Galih, ia sudah biasa dengan keambiguan yang sering Galih lontarkan jadi tidak masalah jika sesekali ia menjitak Galih.

"Sakit, Pie."

"Tidak apa-apa. Biar membekas sampai rumah."

"Biar membekas biar aku ingat kamu terus ya."

Sopie mendesahkan nafasnya.

"Oiya Jangan bawa banyak-banyak baju juga dan jaga kesehatan."

Sopie mengangguk, apa benar sekelebat awan bisa menjelajah semua langit sampai bisa melihat New York dari kejauhan? Sopie tidak akan membayangkan betapa bahagiannya liburan kali ini bersama Galih.

"Kamu bisa diartikan sebagai musisi, apa kamu tidak pernah ikut acara orkestra-orkestra yang biasa diadakan di Jakarta?"

"Musisi? Aku hanya pecinta piano itu pun tidak bisa dibilang seratus persen, karena sebenarnya cita-cita aku dari kecil ingin menjadi guru sepertimu. Cuma, aku mau jadi guru TK biar bisa mengajar banyak anak-anak kecil yang gemas-gemas."

Guru? Galih ingin menjadi guru adalah fakta yang baru ia ketahui kebenarannya dan saat ini, andai Galih tahu, ia sudah tidak lagi mengajar di tempat Adel mengajar, bagaimana reaksinya?

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang