Prolog

2K 46 34
                                    

Galih menatap jalanan dengan lekat agar tubuhnya bisa menerobos disela-sela kerumunan warga yang berlalu-lalang. Tangannya setia menenteng tas yang berisi beberapa tumpukan buku. Mulutnya masih ia biarkan mengunyah permen karet yang ia yakin rasanya pasti sudah hambar. Kegiatannya hanya mengunjungi studio sekadar melatih kemampuan bermain pianonya. Disana, bukan hanya ia seorang diri saja, teman-temannya pun ikut berkumpul, sudah menjadi sebuah kebiasaan.

Bukk! Seseorang menabraknya dari arah belakang. Seorang wanita dengan rambut terurai dan balutan poni. Galih menatapnya geram, hampir saja ia tersungkur menjatuhkan badannya ke tanah kalau ia tidak buru-buru menyeimbangkan posisinya kembali.

"Maaf, maaf." wanita itu tersenyum. Bola matanya enggan diam menatap ke arah belakang Galih, ke arah kerumunan orang.

"Kalau jalan pakai mata." Galih belum puas dengan kekesalannya dan memasang wajah kecut. Ini hanya dugaannya saja, dilihat dari penampilannya wanita itu sepertinya mempunyai sifat urak-urakan.

"Ah, aku minta maaf." wanita itu masih bersikap ramah. Sesekali menyunggingkan senyumnya selebar mungkin.

Galih melangkahkan kakinya kembali. Ia masih menenteng tas dengan satu tangannya yang ia letakan di balik punggung. Lalu menghentikan kembali langkahnya saat tahu lengan wanita itu memengangi tasnya, membuat langkahnya tertahan. Alis wanita itu terangkat, mata bulatnya membesar memandang Galih dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Ada apa?" Galih bertanya heran.

"Galih," katanya, "Kamu Galih?" wanita itu semakin membulatkan matanya, ia mendekatkan wajahnya dengan wajah Galih agar ia semakin yakin bahwa yang ditatapnya saat ini memang lah Galih.

"Ya," ujar Galih.

"Wah, kebetulan sekali." wanita itu memeluk Galih tanpa aba-aba, begitu cepat membuat Galih gelapan saat itu juga.

Galih melepaskan pelukan wanita itu dengan cepat. Memangnya ia siapa, baru kenal sudah berani lancang kepadanya. "Siapa kamu?"

"Kamu lupa Galih, ini aku." wanita itu mendekatkan bibirnya, membentuk lekukan eksotis. Wajah Galih memanas, bukan hanya wajahnya saja saat ini tubuhnya ikut memanas mendapat perlakuan seperti itu dari wanit yang baru ia kenal.

Gadis itu menjinjitkan kakinya. Lengannya merangkul pundak Galih mencengkram kuat agar Galih tidak lepas dari penglihatannya. Bibir wanita itu semakin memaju. Membentuk pola bulat. Degupan di jantung Galih semakin menjadi-jadi, ia ingin menolak namun juga enggan karena hasratnya yang ikut memuncak. Galih menutup matanya

"Hentikan, aku tidak bisa menghentikan ini." desahnya.[]

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang