Bab 5

318 14 10
                                    

Bip bip

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bip bip. Suara getar dari ponsel yang Galih taruh di atas tumpukan buku membuat Galih terpaksa membiarkan ponselnya kembali dalam mode silent. Ia menyisir rambut dan memperhatikan struktur wajahnya dipantulan kaca. Tidak nampak perubahan. Rambutnya mulai memanjang setelah terakhir kali ia mencukur rambut kurang lebih dua minggu yang lalu. Tidak ada yang spesial di wajah asianya, hanya bulu mata lentik yang menjadi daya tarik serta satu lesung pipi yang tidak begitu dalam tepat di pipi kirinya.

Galih mengambil ponsel dan memperhatikan jelas nama yang terpampang di layar ponselnya. Matanya membulat melihat nama Sopie ada dibarisan bar panggilan tidak terjawab. Jelas itu bukan seseorang yang ingin Galih hindari. Ia pikir Lusi terus meneleponnya karena itu ia mengaktifkan mode silent di ponselnya sendiri. Ia salah menduga. Meski Lusi pun ada disalah satunya.

Galih menekan nama Sopie untuk menghubungi wanita itu. Ia pikir ada sesuatu yang Sopie butuhkan darinya.

Bip panggilan terhubung.

"Sopie? Ada apa?" Galih duduk dikasur dan menyibak gorden yang belum dibuka sejak matahari sudah memasuki fase terbit.

Sopie tidak segera menjawab. Galih mendengar suara gaduh dan bising dari seberang ponsel. "Galih?" Hening seketika. Suara gaduh yang terdengar diseberang ponsel masih terdengar. "Aku membangunkanmu?"

Galih diam sesekali menatap beberapa tumpukan buku yang tadi menjadi tempat menaruh ponsel. "Tidak."

"Begini." Suara gaduh dan bising mulai menghilang. Sopie sepertinya mencari tempat sepi untuk bisa mengobrol dengan Galih. "Aku-a-ku, ah masa bodo." Celetuk Sopie samar-samar.

"Apa?" Galih meminta Sopie untuk mengulangi perkataannya karena memang terdengar samar-samar. "Ngomong yang jelas."

Sopie hanya cengengesan diseberang sana. "Aku nanti main ya ke rumah kamu. Boleh tidak?"

Galih tertegun. Ia berdiri dari kasur dan berjalan pelan ke arah jendela. Berdiri sambil bersandar ke dinding. "Boleh. Tapi dalam rangka apa ya?"

"Galih, kalau bicara santai sedikit. Suaramu terdengar kaku dari sini." Galih mendengar suara tawa Sopie meski sangat kecil, ia yakin Sopie senang dengan keputusannya. "Kemarin kamu kan bilang mau mengajari aku bermain piano."

Galih mengerutkan kening, mengabaikan pernyataan pertama dan pokus pada pernyataan kedua yang Sopie lonyarkan. Mencoba mengingat apakah yang ia pernah mengatakan akan mengajari Sopie bermain piano. Jelas tidak. Tidak pernah ia mengatakam seperti itu. "Aku tidak pernah mengatakan itu."

"Ya benar. Ingatanmu kuat ternyata," kata Sopie sambil tertawa kencang.

"Guru itu ternyata suka sekali menguji ingatan orang, ya."

"Itu pasti. Aku harus memastikan bahwa semua muridku bisa memahami dan mengingat pelajarannya."

"Jadi aku hari ini sedang dites pelajaran?"

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang