Bab 10

181 6 0
                                    

10 Januari, Tidak Berjumpa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

10 Januari, Tidak Berjumpa

Lusi menghela napas panjang sesaat sebelum ia menyerasikan langkahnya menuju tempat  yang diduduki Galih. Yang ia lihat pria itu sibuk mengutak-atik ponselnya tanpa mengabaikan piano di depannya. Hiruk pikuk terdengar dari arah pembicaraan Gugum dan Rexy yang tempatnya tidak jauh dari keberadaan Galih.

"Kamu mau ikut kompetisi di New York kan? Aku akan mendaftarkanmu." suara Lusi masih seperti biasa, nyaring dan berisik.

Galih melepaskan pandangannya dari layar ponsel dan menatap Lusi sekilas, lalu kembali pada kegiatannya semula. "Aku tidak berminat Lusi sudah aku katakan bukan."

"Ah, sayang sekali aku sudah mendaftarkanmu," ucap Lusi tanpa bersalah.

Sesuai dugaan Lusi, Galih hanya menghembuskan napas tidak suka.

"Kamu marah padaku?" tanya Lusi cengar-cengir.

Galih hanya diam. Ia berdiri dan meninggalkan  ruangan. "Tidak, hanya saja kamu perlu bersiap-siap untuk kalah."

Yang Lusi pikirkan mungkin hanya kemajuan, tidak peduli soal persaingannya. Yah, suatu kemajuan dalam hal yang lain. Ia berlari mengejar Galih, saat tepat di ambang pintu. "Besok jangan lupa latihan bersamaku juga. Asik!" teriaknya. Mengecilkan suara dibagian akhir. Sesekali ia cekikikan dan mengeluarkan suara hatinya yang terdengar lebih mirip seperti desisan ular. "Padahal aku pun belum mendaftarkan diri, apalagi dia. Oiya aku akan mendaftarkan untuk diriku dan Galih besok."

Galih yang baru melewati persimpangan koridor bisa menangkap jelas teriakan Lusi. Ia menggelengkan kepala dan berpikir seraya menghembuskan napasnya. "Aku kan tidak bilang kalau aku menerimanya." memang benar. Jika dipikir-pikir seharusnya Galih paham, Lusi itu tipe yang hanya mengada-ada siapa pula yang ingin menjadi saingannya. Jika Lusi mendaftarkan dirinya untuk ikut kompetensi, bisa-bisa gadis itu tidak ada harapan untuk menang.

Sudah di pintu gerbang dan ia baru menyadari saat menatap arlojinya ternyata waktu sudah menunjukan pukul lima sore. Astaga, ia merasa tidak menghasilkan sedikitpun kegiatan kecuali hanya memandangi ponsel yang terus berisikan pesan suara dari Sopie. Kata wanita itu sangat berterimakasih telah menjadikan malam tahun barunya berbeda dari tahun lalu. Galih hanya bisa tersenyum mendengar itu.

●●●

Bipbip!
"Kalian semakin akrab? Ada perkembangan lebih, Lih?" suara notifikasi ponsel dan suara Rexy saling bersautan bersama. Galih memandamg temannya itu seperti biasa, tanpa ekspresi sama sekali.

"Apa maksudmu." kalimat yang Galih lontarkan tidak lebih menjerumus ke arah pertanyaan, lebih ke arah kecanggungan.

"Astaga, apa aku kurang jelas mengucapkannya," Rexy duduk di samping Galih dan mengintip isi percakapan. "Kamu sudah jadian dengan Sopie?"

"Aku sedang chatingan dengan Lusi. Lihat!" Galih memperlihatkan bar obrolannya dengan Lusi yang sedang membicarakan masalah kompetensi dan jadwal latihan.

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang