Lima
'Ini orang tidur apa mati sih? Masa gak bangun-bangun juga. Kalau dia mati gimana? Pasti gue di tanya in deh sama polisi terus nanti gue jadi saksi mata.. Haduhh Rafaa jangan mati disini kek gue kan belum minta maaf sama lo'batin Vania
Vania masih sibuk bingung dengan pikirannya. Ia tidak tega dan bingung melihat Rafa, teman sebangkunya tidak sadar dengan keberisikannya. Namun ia tidak juga berputus asa, ia masih saja menggoyang-goyangkan tubuh kekar lelaki itu. Tetapi hasilnya sama saja, nihil. Tidak berubah apapun.
"Rafff.... Rafaa.. Rafaa Adityaa!!"Teriak Vania di telinga lelaki itu sambil menggoyangkan tubuhnya.
"Aduuhhh. Apaan sih lo! Berisik tau gak?"Jelas Rafa dengan membentak Vania dengan kasar
"Ya Tuhan, terima kasih. Akhirnya lo bangun, Raf. Gue kira lo mati. Kalo lo mati nanti gue pasti jadi sasaran polisi buat nanya-nanya tentang lo deh. Haha senangnya gue lo sadar juga"kata Vania yang tanpa sengaja memegang tangan Rafa. Rafa yang melihatnya hanya dia memandangi senyum Vania yang indah itu.
"Apaan sih! Lo itu mimpi ya? Kalo ngayal itu jangan aneh-aneh apalagi yang ada dipikiran lo itu tentang GUE!! Lo nyumpahin gue mati? Hah?"Tanya Rafa dengan penuh emosi.
"Eh.. Maksudnya gak gitu. Gue.. Gue cuman.."Kata Vania dengan merasa bersalah terhadap Rafa.
"Sorry, Van. Gue udah kasar sama lo. Gue lagi ada masalah sama bokap gue. Maafin gue, Van. Jadi lo deh yang kena."Lisan Rafa dan langsung meninggalkan vania begitu saja didalam kelas.
Vania masih tertegun di kursinya. Ia memandang lelaki berkacamata itu keluar dari kelasnya. Lelaki itu tidak seperti dua hari yang lalu disaat bertemu dengannya. Bertemu karena disatukan oleh guru yang mengajar dikelas dan menjadi teman disebelahnya untuk beberapa tahun kedepan. Penampilannya kini nampak sedikit berantakan. Rambutnya tidak tersisir dengan rapi seperti biasanya. Bahkan bajunya tidak dimasukkan dengan rapi. Dan mungkin ia sedang bermasalah dengan keluarganya.
Bel isitirahat pun berbunyi kembali tandanya istirahat jam kedua, namun Rafa belum juga memasuki kelasnnya sejak istirahat pertama. Vania masih saja heran dengan sikap cowok itu. Vania mencari keberadaan lelaki itu namun yang ditemuinya bukan Rafa melainkan Deo. Kakak kelas yang terkenal dengan ke-misteriusan-nya. Vania melewati lelaki itu dengan menunduk seakan tatapan takut. Namun langkahnya terhenti.
"Ehh bentar deh.."Suara itu berhasil memberhentikan langkah Vania yang sedari tadi melangkahkan dengan tergesa-gesa yang tidak ingin bermasalah dengan kakak kelasnya itu.
"Sayaa kak?.."Gumamnya sejenak yang melihat tatapan tajam dari orang itu.
"Lo kan yang waktu itu sembarangan foto gue kan? Masih berani lo sekolah disini. Apa perlu gue bantuin lo buat keluarin lo dari sekolah ini?"Ancam Deo sembari menatap mata teduh milik Vania berwarna kecoklatan itu.
"U..udah saya hapus kok kak. Lagian saya juga gak sengaja waktu itu. Maaf kak."Kata Vania dengan gugup.
"Lo itu gagu yaa? Ngomong aja masih ngeja. Gimana kalo nyanyi hahaha. Jawab yang bener dong!!"Perintah seorang wanita yang ada dihadapaannya kini.
"Maaf kak, saya bisa berbicara dengan normal."Singkat Vania yang kini sudah mulai angkat berbicara kepada lawan yang ada dihadapannya.
"Lo bisa lebih sopan gak sih sama cewek gue? Lo tau dia siapa gak! Dia pacar gue .. Gue bisa aja keluarin lo tanpa kesalahan apapun. Jadi lo itu cuman adek kelas yang anak baru yang sok kepengen famous dengan mengandalkan ekskul fotografi yang gak guna itu?"Bentak Deo yang sambil menunjuk wajah Vania.
"Maaf kak. Tadi saya bukan mau melawan saya cuman.."Kata Vania yang melemah
"Sekarang lo nyanyi di lapangan. Itung-itung itu MOS. Anggap aja itu acara kita buat bikin lo jadi disiplin. Jadi gue minta lo dengan hormat buat nyanyi di lapangan"ujar Deo
"Tuhh.. Ikutin kata pacar gue. Lagian dia kan ketua osis jadi lo gak boleh ngebantah!!"Bentak Felly yang semakin menjadi-jadi.
Felly adalah kekasih dari Deo yang tak lain anak pemilik sekolah yang saat ini Vania berada. Sudah tiga tahun, mereka menjalin hubungan. Dan sampai saat ini sikap mereka masih saja tidak berubah. Yaitu suka mencari kesalahan orang lain. Bahkan membuat orang itu keluar dari sekolah. Dengan rasa terpaksa Vania pun mengikuti perintah mereka.
Vania mulai menghela nafasnya berharap tidak ada yang memperhatikannya. Namun harapannya pupus, semua mata memandang Vania dengan tatapan aneh bahkan ada juga yang bersorak kegirangan maupun tertawa puas diatas penderitaan Vania yang sedang bernyanyi dilapangan.
Saat sedang bernyanyi dengan menahan rasa malu dan kegelisahannya ketika menjalani hukuman dari kakak kelas yang sombong itu, tiba-tiba saja seseorang menarik tangan Vania yang membuatnya kaget dan langsung mengikutinya. Vania berlari untuk menyamakan langkahnya dengan lelaki itu. Dia adalah Rafa...
"Eh Rafaa!! Tunggu gue "sahut Vania yang berusaha mengejar lelaki itu yang berjarak 3m darinya.
"Apaa?"Sahut Rafa dengan tatapan dingin dan sekilas saja berpaling untuk melanjutkan jalannya.
"Raff.. Gue mau bilang makasih sama lo. Gara-gara lo udah narik gue tadi. Hukuman dari kak Deo gak gue jalanin deh. Makasih ya, Rafa."Jelas Vania yang sedari tadi berusaha menyapa Rafa namun sama sekali lelaki itu dingin dan seakan tidak memperdulikan Vania.
"Oh itu.. Gue bukan belain ataupun mau nolongin lo. Gue cuman gak suka aja sama si Deo-Felly itu, kerjaannya bikin orang keluar dari sekolah terus. Jadi lo gak usah kepedean ya."Balas Rafa dengan singkat dan datar tanpa ada senyuman yang terlukis di bibirnya.
"Oh jadi gitu, yaudah makasih ya lo tadi udah gak suka sama sikapnya Deo-Felly itu jadi gue bisa ke tolong juga sama lo"singkat Vania yang merasa selalu dicuekin dengan lelaki itu dan berusaha mempercepat langkahnya dari Rafa.
****
Bel pulang sekolah berbunyi, Vania mempercepat langkahnya untuk segera sampai kerumah. Ia ingin sekali tidur sepuasnya di kasur berwarna biru itu sampai pagi. Ia merasa hari ini sangat menyebalkan sekaligus melelahkannya. Vania sebelumnya mungkin tidak pernah membayangkan ia akan menyanyi di hadapan orang banyak seperti itu, dan mungkin itu akan menjadi pengalaman terakhirnya dan tak akan mau melakukan itu lagi.
Sesampainya dirumah, Vania disambut oleh Mama dan seseorang yang sedang duduk di ruang tamu. Lelaki itu sedang membaca koran dan didepannya lengkap dengan makanan ringan serta teh. Mungkin mama yang menyediakannya, pikir vania dalam hati. Vania memasuki ruang tamu dan berusaha untuk langung ke kamarnya. Langkahnya terhenti begitu saja. Mamanya memperkenalkannya dengan lelaki itu. Lelaki yang mungkin saja menjadi Papa barunya.
"Vania, kenalin ini namanya Om Ervan"jelas Mama Vania yang berusaha memperkenalkan vania dengan lelaki itu.
"Vania Oktaviani, panggil aja Vania"jelas Vania singkat kepada lelaki itu yang mungkin menjadi papa barunya.
"Kamu sekolah di SMA DRAVEN ya?"Tanya lelaki itu yang membuat Vania merasa bosan. Pasalnya lelaki itu berusaha mencari perhatian terhadap Vania.
"Iya, saya baru kelas XI. Dan baru pertama kali sekolah disana, sebelumnya saya tidak sekolah disana."Balas Vania dengan memalingkan wajah dari lelaki itu.
"Itu kamera kamu? Boleh Om lihat sebentar? Anak Om juga sangat suka dengan fotografi, sama seperti kamu."kata Om Ervan kembali. Namun Vania hanya diam saja.
"Maaf, Om. Ini milik privasi Vania. Jadi tidak sembarang orang yang bisa melihatnya termasuk Om"Jelas Vania dengan tatapan tajam dan seakan tidak suka dengan kehadirannya dirumahnya.
"Vania kamu harus bersikap baik dong sama Om Ervan."sahut Mama Vania yang sedari tadi bingung dengan sikap anaknya. Ia takut jika Vania tidak akan menerima Ervan sebagai Papanya.
"Maafkan saya Om, seperti yang saya bilang tadi. Ini Privasi saja jadi sebaiknya Om tidak menanyakan hal yang tidak penting. Lagipula saya tidak mengenal dengan anak om itu." balas Vania dengan tatapan semakin tajam dengan suara yang sangat jutek seperti bukan Vania yang biasanya.
"Nanti akan om kenalkan dengan anak Om. Dia sama seperti kamu. Suka fotografi."kata Om Ervan kembali.
"Permisi, saya mau masuk ke kamar dulu"singkat Vania yang langsung meninggalkan Mama dan Om Ervan diruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, hold on [ selesai ]
Teen Fiction"Suatu saat nanti kamu akan tahu bedanya DICINTAI sama MENCINTAI seseorang. Dan aku yakin kamu bisa rasakan itu disaat aku sudah pergi jauh dari kamu" -VANIA-