Delapan
Vania menelungkupkan wajahnya diatas meja dan berharap tidak ada guru yang mengajar. Ia memasang headseat ke telinganya dan memejamkan matanya. Kemudian ia melirik jam dinding di kelas. Sudah sebentar lagi bel, namun ia juga tidak melihat Rafa yang ada disampingnya. Sebenarnya Vania tidak selalu memikirkan teman sebangkunya itu, tapi bagaimanapun jika rafa tidak masuk pasti dialah yang pertama kali ditanyakan oleh guru.
Vania berusaha memejamkan matanya, namun usahanya selalu gagal. Ia kemudian mengalihkan matanya ke jendela. Ia melihat sosok Rio yang berada dihadapaannya. Rio tersenyum kepadanya. Senyuman itu yang sangat Vania rindukan.
"Vaniaa... Perhatikan pelajaran!!" Teriak guru yang tiba-tiba saja berdiri di depan kelas
"Iya bu. Maaf"lisan Vania.
Vania berpaling lagi kejendela, kini ia melihat Rafa sedang berada didekat jendela. Ia mengamati Rafa yang seakan ingin memberi tahu sesuatu. Kemudian ia melihat Rafa yang tengah menuliskan kata di buku tulisnya. Rafa bertingkah sangat aneh hari ini. Apa dia sudah tidak marah terhadapku?, pikir Vania. Sesekali Vania sempat tersenyum melihat Rafa. Senyuman Vania sangatlah indah.
'Van, ikut gue sekarang. Lo harus bantuin gue. Please. Vania bantuin gue' tulis Rafa yang sempat buat vania menaikkan alisnya. Dan dengan segera Vania izin keluar kelas untuk menemui Rafa.
Rafa menunggu Vania di dekat Jendela itu. Kini Rafa seperti mendapatkan masalah serius. Vania mendekati Rafa dan menanyakan apa maksud ia harus menemuinya dengan segera. Vania duduk disamping Rafa. Ia melihat Rafa sedang memainkan kamera nya. Rafa memotret segala sesuatu yang berada di hadapannya.
"Ada apa, Raf?"Tanya Vania yang tersenyum kepadanya.
"Lo tau kan gue telat? Gue dihukum. Hukumannya gue disuruh dokumentasiin pertandingan futsal besok. Lo kan suka sama fotografi. Jadi lo mau kan bantuin gue? Please sekali ini saja, Van. Gue gaada temen yang suka sama fotografi. Cuman lo aja harapan gue"jelas Rafa dengan menatap Vania sangat dalam seakan mengharapkan sesuatu dengan ketulusan.
"Tapi kenapa harus gue, Raf? Emangnya ekskul sekolah gabisa bantuin lo? Gue gatau bisa apa engga. Ajak Desya aja kalo gitu"sahut Vania
"Please, Vania Oktaviani. Bantuin gue, kali ini aja. Gue bener-bener butuh bantuan lo. Atau gue yang keluar dari sekolah ini karena gagal menjalani hukuman"balas Rafa yang semakin membuat Vania tidak tega dengan permohonannya.
"Keluar? Dari sekolah? Siapa sih yang kasih hukuman kayak gitu? Kesel aja gue liat temen gue jadi kayak apaan aja dah"sahut Vania dengan ocehannya sendiri yang sesekali membuat Rafa tertawa.
"Please bantuin gue. Ayolah besok aja deh, lagian besok lo libur kan, Van? Ikut gue ke pertandingan dong."Ajak Rafa
"Hmmm.. Iya deh gue mau, tapi lo harus anterin gue pulang sama jemput gue. Jangan ngaret. Tunggu! Bukannya gue mau caper sama lo ya. Lo tau kan gue baru pindah? Jadi gue gatau dimana lokasinya. Deal?"Jelas Vania
"Okey. Lo tenang aja sama gue"kata Rafa dengan tersenyum
"Lo kenapa gak masuk kelas? Ini kan jam pelajaran?" Tanya Vania
"Males. Gue lagi gak mood denger pelajaran. Lagian tadi gue udah dengerin ocehan dari guru piket gara-gara gue telat. Gue capek dan gue juga masih ngantuk, Van"gerutu Rafa dengan menunduk
"Pasti gara-gara lo jumpa fans semalem ya? Haha" ledek Vania.
"Iya dong gue kan artis sosmed. Emangnya lo? Wkwk"balas Rafa
"Ada cewek cakep gak, Raf? Kali aja lo gak jomblo lagi." Tanya Vania dengan tertawa
"Ada tapi sayangnya dia gak liat arti tatapan mata gue ini. Ahaha" balas Rafa.
'Cewek itu lo, Van. Sayangnya, gue terlalu takut untuk mengatakannya dan kehilangan lo'batin Rafa
****
Tak lama kemudian, Desya yang disuruh oleh Bu Wanda untuk mengantarkan buku-buku ke mejanya berhenti melihat keakraban Rafa dan Vania. Entah mengapa dan sejak kapan, Desya berusaha mendapatkan perhatian dari Rafa meskipun cowok itu terkenal dengan kecuekannya dan kedinginannya terhadap wanita. Namun Desya tidak putus asa, sesekali ia memperhatikan Rafa sejak kelas satu. Sayangnya, Rafa sama sekali tidak mengetahui itu.
Desya ingin sekali menghampiri mereka, namun ia menggurungkan niatnya karena ini masih jam pelajaran sekolah. Lagipula ia tidak ingin dihukum oleh guru piket karena berkeliaran di jam pelajaran. Segera ia berjalan scepat mungkin dan memasuki kelas. Dan melupakan kejadian di taman tadi.
Bel istirahat pun berbunyi, Vania melangkahkan kaki ke kantin. Ia sempat mengajak Desya, namun nampaknya Desya sedang mengerjakan beberapa tugas dari guru. Terpaksa Vania menuju kekantin dengan sendiri.
BRUK!
Suara hentaman keras terjadi, Vania menabrak seseorang yang membuat makanan yang ia pesan jatuh berserakan ditanah. Ia sempat membersihkan sisa makanan itu namun tangan berhasil menariknya. Vania merasakan sakit ketika tangannya di tarik oleh orang itu. Bagaimanapun ia tidak bisa melepaskan cengkraman itu.
"Eh anak baru. Lo lihat sekarang. Apa yang udah lo lakuin sama gue? Hah! Baju gue kotor semua sama lo. Makanya kalo pake mata itu dipake. Jangan cuman cengengesan doang."Bentak Deo yang membuat Vania jadi merasa takut karena bukan hanya sekali Vania mendapatkan bentakannya
"Maafkan saya kak, saya benar-benar tidak sengaja. Saya minta maaf kak"balas Vania.
"Kenapa sih? Setiap gue ketemu sama lo selalu aja gue yang kena sial?"Gerutunya sendiri
"Maaf kak, saya tadi gak sengaja. Maaff"kata Vania lagi
"Gue peringatin lagi sama lo. Sekali lagi lo berurusan sama gue? Gue pastiin nama lo udah di coret dari sekolah ini? Paham"
"Pa..paham kak. Maafkan saya sekali lagi"
"Yaudah sana pergi. Sana!"Bentak Deo lagi.
Vania memutuskan untuk kembali kekelas. Ia duduk disamping Desya sambil memperhatikannya yang sedang asik dengan laptop lengkap dengan buku-buku dihadapannya. Vania kemudian mengambil buku yang ada dihadapannya. Buku itu tertulis 'Senyuman Indah Dalam Diam'. Dan penulis buku itu adalah Rafa Hardiansyah. Jadi, Rafa udah nulis beberapa buku? Hebat, pikir Vania.
"Des, lo tau gak? Gue kena bentakan lagi sama kak Deo. Gara-gara hal sepele doangan. Gue mah heran sama tuh orang. Bawaannya marah-marah muluan. Capek dengernya. Atau jangan-jangan dia lagi PMS kalo ya? Haha"ujar Vania memulai pembicaraan terlebih dahulu.
"Kan gue udah bilang sama lo. Dia itu emang paling ditakutin semua siswa lo sih gak percaya sama gue"ujar Desya
"Kalo gini caranya bisa-bisa gue gila kali, satu sekolah sama kakak kelas yang galaknya gak ketolong. Gak kuat gue deh, Des."Kata Vania kembali
"Anak Bandung selalu aja putus asa ya?"Celetuk Rafa yang tiba-tiba saja berada di hadapan mereka berdua.
"Eh lo Raf. Tau nih si Vania aneh banget deh. Katanya dia kena bentak sama kak Deo terus"jelas Desya kepada Rafa dengan senyuman manisnya.
"Ini Jakarta! Jangan lo samain sama Bandung. Kalo lo mau gak dibentak, lo harus tunjukkin ke dia kalo lo itu gak seperti yang dia pikirin. Lo itu hebat kali, Van. Gue aja suka sama lo"kata Rafa dengan menatap Vania.
"Sukaa?"Sahut Desya yang seketika menengok ke arah Rafa
"Suka aja, dia itu kayak adek gue. Tapi sayangnya udah gak ada. Hehe bukan suka dalam tanda kutip loh"Tegas Rafa yang berusaha menahan rasa gugup.
"Yee dasar penulis sosmed. Diem-diem berbakat jadi penulis"celetuk vania.
"Iya dong. Lagian buat apa kita ngumbar-ngumbar bakat kalau gak ada haslinya? Sia-sia kan"Jelas Rafa yang kemudian pergi duduk di kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, hold on [ selesai ]
Teen Fiction"Suatu saat nanti kamu akan tahu bedanya DICINTAI sama MENCINTAI seseorang. Dan aku yakin kamu bisa rasakan itu disaat aku sudah pergi jauh dari kamu" -VANIA-