Dua Puluh Dua

4.5K 138 0
                                    

Dua puluh dua

Rafa mengantarkan Vania pulang kerumahnya. Vania juga terlihat tidak terbiasa, ia terlihat sangat pucat sekali. Vania melangkahkan kakinya memasuki rumahnya. Rafa pun tersenyum karena ia bisa menghabiskan waktu bersama dengan Vania lagi meskipun ia sedih.

Vania menghempaskan tubuhnya serasa melihat dirinya di cermin yang berada didekat meja belajarnya. Ia melihat wajahnya tampak pucat di bandingkan biasanya. Vania kemudian memanggil Bi Inah untuk membuatkannya bubur. Karena ia sudahh tau pasti, penyakit maag nya kambuh.

"Bi Inahh"Panggil Vania

"Iya non, ada apa?"

"Buatin bubur dong. Vania lagi sakit maag nih."

"Mau minum obat non?"

"Gak usah, nanti juga sembuh sendiri."

"Yasudah, bibi permisi dulu ya, non"

Vania kemudian memandangi foto orang teramat ia rimdukan. Sudah sedikit ia kehilangan rasa kerinduannya kepada orang itu. Dia adalah Rio. Rasa kerinduannya terhadap Rio sudah sedikit terobati, namun ia juga merasa sedih dengan sikap Rio yang sama sekali tidak mengenalinya.

"Rio.. Aku senang melihat kamu kembali. Aku sangat senang sekali. Aku tidak bisa mengungkapnya seperti apa yang jelas aku sangat senang sekali bisa melihatmu dalam keadaan yang baik-baik saja"

"Rio.. Setelah sekian lama aku menunggumu, usahaku tidak sia-sia bukan? Aku bisa mendengarkan suaramu lagi. Suara itu masih terbayang didalam pikiranku. Aku senang sekali"

"Rio.. Apakah kamu juga bisa merasakannya? Rasa kerinduan antara kita yang sedikit berkurang hanya karena pertemuan singkat itu. Bagaimana perasaanmu saat ini? Marah atau senang? Aku harap kamu tidak marah."

"Rio.. Aku juga sedih melihatmu bersama orang lain. Bahkan aku dengar darinya kau sudah bertunangan. Kamu kan sama sepertiku. Masih kelas dua SMA. Apakah kamu tidak mau sekolah atau kejar cita-citamu dulu? Aku bodoh. Itu hanya sebuah status antara kamu dan Icha bukan?"

"Rio.. Aku tidak tahu apakah aku marah atau sedih. Yang jelas aku sangat senang melihatmu. Meskipun kau tidak mengingat semua kenangan kita."

"Aku merindukan kamu bersamaku. Aku merindukanmu. Sangat"

***

Sementara di belahan bumi lain, Rio sedang berada di kamarnya. Ia tengah memainkan kameranya. Kamera yang menyimpan sejuta kenangan bersama Vania. Ia tengah tertawa jika mengingat semua kenangan itu. Namun, ada rasa kecewa dan marah terhadap Vania karena ia tidak menolongnya saat kecelakaan itu. Rio kemudian menatap fotonya bersama Vania.

"Vania.. Setelah sekian lama aku bertemu kamu. Tak ada yang berubah dengan kamu, masih cantik seperti dulu. Maafkan aku jika aku sempat tidak mengenalimu. Aku hanya tidak ingin melihat kamu bersedih lagi. Karena aku sudah tidak bisa menjagamu seperti dulu"

"Vaniaa.. Jujur aku tidak tega melihat kamu seperti itu. Menangis dihadapanku. Bahkan aku yang membuatmu menangis dipertemuan kita tadi setelah sekian lama aku merindukanmu"

"Vania.. Aku takut. Aku takut jika keluarga ku masih sama membencimu. Aku takut jika kau kembali bersamaku, kamu akan terluka."

"Vania.. Aku masih mencintaimu.bahkan rasa itu tidak berkurang sedikitpun. Apakah kau masih mencintaiku, Vania? Aku harap kau masih tetap mencintaiku"

"Vania.. Kau harus tau. Aku dipaksa oleh mamaku untuk mencintai Icha, orang yang selalu berbuat jahat kepadamu. Aku tidak mau. Aku tidak menginginkan semua ini. Yang aku inginkan hanya satu. Bisa melihatmu tersenyum.

Please, hold on [ selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang