Sepuluh

5.2K 166 1
                                    

Sepuluh

Rafa sesekali menatap foto-foto Vania yang berada di meja ruang tamu. Hiasan yang berada di ruang tamu Vania. Warna cat hijau tosca dengan nuansa klasik memenuhi ruang tamu. Belum lagi ditambah foto keluarga Vania yang terpajang indah di depan matanya. Vania kecil. Foto itu sudah lama diambil. Lucu banget sih lo, Van, pikir Rafa didalam hatinya.

Vania kemudian berada di hadapan Rafa. Ia mengenakan sweeter dengan celana pendek selutut di tambah lagi dengan rambutnya yang dikuncir satu semakin membuat Vania yang terlihat cantik. Rafa tersenyum ketika melihat Vania dengan tampilan seperti itu. Berbeda ketika ia mengenakan seragam sekolah.

"Lama banget sih lo. Capek nungguinnya. Ngapain aja sih? Tidur lagi? Udah telat ini Vaniaa"sahut Rafa yang memandang vania, namun Vania hanya tertawa saja melihat Rafa.

"Maaf.. Hahaha lo lucu tau gak kalo marah kayak gitu". Balas Vania yang mencubit pipi Rafa

"Yaudah ayok. Mana orang tua lo? Papa lo sama Mama lo?"Tanya Rafa yang hendak berpamitan.

"Udah jalan kerja palingan. Kalo papa gue.. Udah gaada, Raf"Kata Vania

"Eh sorry-sorry. Gue gatau, Van. Udah jangan sedih gitu."

"Iya gue gak sedih kok. Ya emang gue setiap hari kesepian. Jadi udah biasa"Lugas Vania

"Ayokk"Rafa yang mengandeng tangan Vania.

Vania tersenyum kembali. Ia dan Rafa berpamitan kepada Bi Inah untuk meninggalkan rumahnya. Rafa masih saja menggandeng tangan Vania seakan tidak akan melepaskan. Vania mulai menaiki motor Rafa. Vania sempat bingung dengan sikap Rafa. Kadang ia dingin sekali seperti es kadang ia juga hangat seperti matahari.

"Udahh siap , van?"Tanya Rafa dengan memasang helm-nya

"Udah kok. Gue juga udah pake helm"Balas Vania

"Yakin?"Balas Rafa

"Iya kok belum jalan juga?"Tanya Vania yang bingung

"Pegangan dong. Nanti jatuh gimana?"

"Dasar artis sosmed tukang modus! Apa kata fans nya kali ini?"Celetuk Vania yang tertawa

"Biarin. Gue kan cuman mau lo aman aja" balas Rafa dengan seribu alasan.

"Iya-iya bawel"sahut Vania.

Tak perlu waktu lama, Mereka pun sampai di depan lapangan pertandingan. Lapangan ini berada di dalam ruangan namun banyak sekali pendukung dari sekolahnya. Yaitu SMA Bakti. Terlihat kak Deo sedang pemanasan di lapangan sebelum acara dimulai. Ia terlihat sangat tampan. Bahkan ia menjadi seorang kapten dalam pertandingan kali ini.

Vania duduk di kursi penonton. Ia dapat melihat jelas Kak Deo sedang berada di tengah lapangan. Kak Deo memang sangat tampan. Ditambah dengan kaos jersey yang kali ini ia gunakan. Menambah ketampanannya. Vania pun segera mengambil kameranya dan memotret kak Deo meskipun dari jauh.

"Van. Lagi apa?"Tanya Rafa yang tiba-tiba saja duduk disamping Vania

"Eh.. Ini lagi nyoba cari objek yang menarik. Hehe"balas Vania

"Ini udah gue beliin minum buat lo. Nanti gue kesana dulu buat cari objek yang menarik."Kata Rafa.

"Tapi, Raf. Lo gak ninggalin gue buat pulang kan?"

"Ya enggak lah. Gue bakal nganterin lo balik. Lo disini aja. Gue mau kesana dulu"

"Okey"

Rafa meninggalkan Vania yang masih berada di kursi penonton. Vania mengambil handphone-nya dan mengupdate path-nya terlebih dahulu. Tak lupa kemudian ia selfie di depan dengan latar belakang lapangan sepak bola. Meski semua orang menatapnya sangat aneh, ia tidak perduli. Baginya, ini adalah hidupnya dan terserah apa yang akan ia lakukan.

Sudah hampir setengah jam Vania berada di kursi penonton. Namun pertandingan masih saja belum di mulai. Akhirnya Vania turun lebih dekat lagi dengan lapangan agar objek yang ia tangkap terlihat dengan jelas.

Tiba-tiba saja Felly dan genk nya berada di samping Vania. Felly sengaja mendorong Vania dan Vania pun terjatuh. Vania berusaha bangun dan ia ingin sekali membalas perbuatan Felly terhadapnya. Namun ia tidak mau membuat kekacauan terjadi. Akhirnya Vania pergi meninggalkan Felly dan genk-nya.

"Ribet banget sih! Andai aja gue punya keberanian untuk melawan mereka. Tapi gue terlalu takut. Lagian yang ada gue nanti di judges lagi sama mereka. Huftt.. Kenapa masih aja ada sih orang kayak gitu disekolah? Bikin kepala pusing aja. Lagian ngapain coba setiap hari gue bermasalah sama mereka terus. Gue kan gak ngapa-ngapain . Ihhhhh"gerutu Vania.

"Hey Van. Lo ngapain ada disini?"Tanya seseorang yang mengagetkan Vania

"Eh Desya. Gue sama Rafa kesini. Katanya dia mau gue bantuin buat nyelesain hukumannya itu"kata Vania

"Pantesan aja Rafa minta no lo. Hehe semalem dia menelpon gue. Dia minta no lo. Yaudah gue kasih deh"jelas Desya.

"Eh iya gak papa"Kata Vania dengan tersenyum.

"Van, gue seneng deh lo bisa ubah sikap Rafa " Jelas Desya.

"Rafa? Emangnya ada apa sama Rafa?"Tanya Vania yang sempat mencerna kalimat Desya

"Rafa dulu gak kayak sekarang. Dia sekarang lebih terbuka. Bahkan kalau dia terbuka ya palingan dia tulis di buku dan dijadiin novel. Mungkin dia kayak gini karena lo, Van"

"Apaan sih jangan ngaco deh"

"Gue serius Van. Kayaknya semenjak lo dateng kehidupan Rafa berubah. Lo berarti buat dia, Van. Sayangnya lo gak sadar itu"singkat Desya.

"Hah? Berarti dia aja baru kenal sama gue. Jangan ngaco deh"

"Van dengerin gue. Gue kenal banget sama Rafa. Udah tiga tahun gue sekelas sama dia. Dari smp gue udah tau dia. Dulu dia kayak sekarang. Tetapi semua berubah, Van. Semenjak ia ditinggal oleh ibunya."Jelas Desya.

"Maksudnya?"Kata Vania

"Dulu dia itu ramah banget, selalu ketawa, bahkan sama siapa saja dia perduli. Dan semenjak ibunya meninggal, dia berubah. Bukan seperti Rafa yang gue kenal. Dia jadi kayak pangeran es yang kaku dan tidak perduli dengan orang yang ada disekitarnya." Sambung Desya

"Jadi menurut lo gue udah berhasil buat dia kembali ke sifatnya dulu? Iya?"Ujar Vania yang menatap Desya. Desya hanya menganggukan kepalanya saja.

"Rafa kayaknya udah jatuh cinta deh, Van."Kata Desya lemas.

"Jatuh cinta sama lo"sambugnya lagi.

Please, hold on [ selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang