Dua belas

4.7K 160 2
                                    

Dua belas

Hancur.

Itulah yang dirasakan oleh Rafa Hardiansyah saat ini. Sejujurnya ia belum pernah merasakan jatuh cinta. Ia belum mengerti sama sekali dengan cinta. Ia belum pernah sama sekali mengerti apa itu cinta bahkan apa arti cinta yang sebenarnya. Ia tidak mengerti ada apa dengannya. Saat ia melihat Vania tengah asik dari jauh tersenyum memandang ke arah lapangan. Saat Vania tidak menyadari kehadirannya yang berada disampingnya, bahkan Vania masih saja asik dengan kameranya.

Rafa yang penasaran pun mengambil kamera Vania dan melihat apa yang menjadi objek Vania. Ia mengotak-atik kamera Vania itu. Ada 25 Foto yang sempat Vania ambil secara diam-diam. Deo. Kakak kelasnya yang sempat menjahati Vania.

Deg!

Seketika Rafa hanya bisa tersenyum di bibirnya. Bahkan ia tidak bisa menatap wajah Vania. Ia tidak bisa melihat Vania dengan perasaan yang sangat hancur. Rafa begitu saja meninggalkan Vania. Ia tidak ingin melihat orang yang ia sukai tersenyum namun bukan untukknya. Itu rasanya sangat SAKIT.

Rafa pun kembali mengelilingi kursi penonton berharap perasaan kesalnya terhadap Vania hilang. Namun sayang, ia tidak bisa melupakan kejadian itu. Ia sudah terlanjut menyukai Vania, gadis Bandung yang baru saja ia kenal. Ia tidak mengerti apa yang menyebabkan ia jatuh hati secepat ini kepada Vania.

"Raf.."Panggil seseorang

"Eh Des. Lo ada disini juga?"Jawab Rafa

"Iya gue kesini karena .. Karena gue lagi badmood aja dirumah"kata Desya yang berbohong.

'Gue disini untuk menemui lo, Raf' batin Desya

"Hehe, gue kesini karena kena hukuman. Payah! Sebenernya gue males banget ada disini. Gue gak suka sama hukuman. Tapi ya mau gimana lagi, harus gue jalanin."Kata Rafa yang tersenyum kepada Desya.

"Lo masih aja gak berubah ya? Masih aja kayak dulu. Masih gak suka sama hukuman. Inget gak waktu sebelum UN lo di hukum sama Bu Parti di depan kelas karena waktu itu lo telat dateng dan gak bawa kartu peserta UN. Dan wajah lo lucu banget, Van"kata Desya yang tertawa.

"Ahaha lo masih aja inget. Iya waktu itu gue kesiangan gara-gara liat klub bola favorite gue. Real Madrid"Balas Rafa dengan tertawa

"Gue kangen lo, Raf. Kangen lo yang tertawa kayak dulu. Dan sekarang gue liat tawa itu lagi. Gue seneng lo jadi tertawa lagi"lisan Desya.

"Ahaaha gue perasaan gak berubah. Lo aja kali yang anggep gue berbeda"singkat Rafa

"Apa karena Vania?"Kata Desya.

"Raf gue tau kok. Gue bisa melihat. lo. Tatapan lo berbeda sama Vania." Sambungnya lagi

"Gue pulang dulu ya, Raf. Dahh"kata Desya yang meninggalkan Rafa.

Sementara itu, Rafa memperhatikan Vania yang sedang memotret di dekat lapangan. Rafa tersenyum singkat. Ia tersenyum karena Vania. Ia selalu saja memperhatikan Vania kapanpun. Terlihat dari kejauhan Felly berusaha menghampiri Vania. Rafa pun segera bangun dari kursinya dan menarik tangan Vania yang sedari tadi sedang asik memotret pertandingan.

"Vaniaa. Ikut gue"Rafa menarik tangan Vania dengan paksa.

"Apa-apaan sih lo."Sahut Vania yang kemudian menghempaskan tangan Rafa.

"Gue cuman gamau lo kena ulah lagi sama Felly."Bentak Rafa

"Yaudah sih, Raf. Jangan marah-marah juga dong lo. Lagian gue bisa jaga diri gue sediri"sahut Vania yang langsung pergi meninggalkan Rafa

"Van.. Van" Rafa mencoba memanggil Vania namun usaha nya sia-sia. Vania tidak juga mendengarkannya.

****

Please, hold on [ selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang