KEENAN [24]

23.5K 2K 274
                                    

Hari ini jadwal praktekku pukul sepuluh pagi, jadi setelah mengantar Cintanya Aku ke kantor, aku langsung melesat menuju rumah sakit.

"Ruang berapa?" tanyaku cepat pada salah satu staf rumah sakit yang berdiri di belakang meja. Tempat biasanya orang memberikan buku pasiennya. Kemudian menimbang berat badan dan berlanjut dengan mengukur tekanan darah, yang menjadi prosedur standar sebelum masuk ke ruang dokter.

"Di ruang 109, Dok," ujar salah satu staf sambil memasang bilah papan bertuliskan namaku di deret ke dua pada papan besar. Di sana tertera informasi para dokter kandungan yang sedang berpraktek. Juga nomor ruangan yang dipakai. 

"Bisa nggak kalau saya di ruang 107 saja?" tanyaku lagi, yang lebih suka bila berada di ruangan itu. 

"Nggak bisa, Dok. Jam sebelas Dokter Karel mau pakai." 

Aku setuju lalu berjalan memutar melewati deretan bangku tunggu yang berjajar delapan baris ke belakang. Di mana sudah banyak pasienku yang menunggu. Beberapa di antaranya melempar senyum yang kubalas dengan ramah pula. Kupakai jas putih yang sedari tadi tersampir di pergelangan tanganku dan nggak berapa lama seorang perawat berbaju hijau masuk. 

"Risiko menjadi dokter favorit di rumah sakit ini. Sudah ada  tiga puluh  pasien untuk Dokter Keenan." 

Riana, perawat yang mendampingiku selama praktek hari ini tersenyum takjub sambil meletakkan tumpukan map hijau berisi riwayat pasien di atas meja. 

"Dokter sepertinya perlu tambahan waktu lagi."

"Nggak jadi masalah," ujarku dengan senyum lebar lalu mengintruksikan padanya untuk segera mulai memanggil pasien pertama.

Pasien pertamaku hari ini adalah seorang wanita berusia duapuluh tujuh tahun. Bertubuh tambun dan gempal. Dia berjalan dengan langkah gontai memasuki ruangan. Saking besar tubuhnya itu, sampai membuat kursi berderit nyaring begitu didudukinya. Aku takut dia akan ambruk bersama kursinya, karena nggak cukup menampung beban sebesar itu. Jadi aku mempersilakannya langsung berbaring saja di atas patient examination table dan memulai sesi konsultasinya bersamaku di sana. 

"Saran saya, jangan sampai berat badan Anda bertambah lagi," ujarku sesaat setelah pemeriksaan USG selesai. 

"Diabetes gestasional, infeksi saluran kemih, gangguan pembekuan darah, dan juga preeklampsia. Itu diantaranya yang harus diwaspadai. Jadi tolong jaga pola makan dan Anda masih bisa melakukan olahraga yang aman untuk ibu hamil."

Dia mengerucutkan bibirnya yang tampak kecil di antara pipi tembamnya. "Susah sekali, sih, Dok."

Wanita itu seperti nggak mengacuhkan anjuranku untuk mengurangi bobot tubuhnya yang berlebih. Padahal itu bisa memperbesar risiko kehamilannya. 

Aku tersenyum. "Nggak susah kalau Anda sayang dengan kehamilan ini. Anda harus bisa memulainya. Tentu Anda nggak mau mengambil risiko yang dapat membahayakan janin, bukan?"

Dia mengelus perut buncitnya. Tampak berpikir sebentar, lalu mengangguk. 

Pasien-pasienku berikutnya cenderung standar, cek rutin kehamilan, atau mendiskusikan alat kontrasepsi yang cocok. Dan aku harus banyak bersabar ketika sedang memasangkan Intra Uterine Device (IUD) pada salah satu pasien yang didampingi oleh suaminya.

CAMILA [ Sudah TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang