▪︎Camila
Wajahku yang terlihat pada pantulan cermin, sama sekali tidak menunjukkan kalau aku sedang dalam keadaan yang baik. Mataku bengkak karena menangis dengan kulit yang tampak lebih pucat dari biasanya.
Setelah dari paviliun aku langsung masuk ke kamar mandi dan hampir sejam mengunci diriku di sini. Aku merasa hancur dengan kepalsuan Dimas selama ini. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari pernikahanku. Aku merasa lelah sekali dan ingin segera keluar dari situasi ini. Perceraian adalah jalan satu-satunya yang kuminta dari Dimas.
Namun anehnya dia malah menolaknya. Padahal dengan kami bercerai, dia bisa bebas bersama Nadia. Aku juga tidak bisa begitu saja percaya saat Dimas berkata kalau dia mencintaiku setelah segala kebohongan yang sudah dilakukannya.
Jariku menyentuh bibir yang tadi dicium Dimas. Masih bisa kurasakan ketika bibirnya menyentuhku di sana. Sesuatu seperti itu yang selama ini kuharapkan akan terjadi, tapi situasinya sekarang sudah berbeda. Aku tidak bisa menerima itu dalam keadaan yang sesempurna sebelumnya. Ada bagian dalam diriku yang telah patah dan sulit untuk disatukan kembali seperti semula.
Rasa dingin mulai menjalari tubuhku, karena sudah terlalu lama berdiam diri di dalam kamar mandi. Aku kemudian membuka pintu dan mendapati Dimas berdiri di hadapanku. Dia tampak khwatir, lalu mencoba meraih tanganku. Namun segera kutepis. Sebisa mungkin aku tidak mau bersentuhan dengannya.
Aku ingin tidur sekarang. Mengistirahatkan pikiranku dari segala hal yang menyakiti hatiku. Aku berbaring dan menarik selimut sampai menutupi pundak. Perlahan rasa dingin mulai berganti hangat. Namun tiba-tiba aku merasakan dekapan erat melingkupi tubuhku. Dimas ikut berbaring dan sekarang sedang memelukku.
Kali ini aku tidak berusaha untuk menolak. Membiarkan Dimas berada di dekatku dalam posisi seperti itu. aku sudah lelah untuk berkata-kata lagi. Jadi aku hanya diam dan memejamkan mata. Berharap di alam mimpi aku akan lebih merasakan kebahagiaan. Meski itu semu.
Di tengah kantuk yang mulai menyergapku, sayup-sayup aku masih bisa mendengar Dimas membisikkan sesuatu.
“Maafin aku, Mila. Tapi aku benar-benar mencintai kamu.”
•••
▪︎Dimas
Camila sudah tertidur, tapi aku masih tetap memeluknya. Aku bersyukur Camila tidak melakukan penolakan. Mungkin dia sudah mersa lelah dan membutuhkan istirahat, sehingga tidak lagi peduli akan keberadaanku di dekatnya.
Aku khawatir melihat dia begitu pucat waktu keluar dari kamar mandi. Aku menunggunya selama kurang lebih sejam lamanya. Takut dia akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri di dalam kamar mandi yang terkunci. Namun kekhawatiranku untungnya tidak terbukti. Sehingga aku bisa bernapas lega.
Aku tidak mau bercerai darinya. Aku tidak mau Camila pergi meninggalkanku. Andai kesempatan masih ada untuk kami bersama, aku akan memperbaiki semuanya. Membahagiakan Camila akan menjadi prioritas utamaku. Menjadi suami yang baik untuknya.
Suara ketukan di pintu kamar mau tak mau memaksaku melepaskan pelukan pada tubuh Camila. Setengah hati aku membuka pintu dan menemukan Titin yang berdiri di sana.
“Di bawah ada tamu yang menunggu Mas Dimas,” jelas Titin.
Dahiku mngernyit. “Siapa?”
“Perempuan, tapi dia nggak bilang namanya. Katanya dia karyawannya Mas Dimas.”
Aku belum bisa menebak siapa karyawanku yang datang ke rumah di saat weekend. Urusan mendesak apa yang membuat karyawanku harus berkunjung ke sini?
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMILA [ Sudah TERBIT]
RomansaCamila menikah dengan Dimas atas dasar perjodohan. Pengakuan Dimas mengenai dirinya yang memiliki kekurangan, tidak menyurutkan langkah pasangan itu untuk tetap bersama. Namun sebuah kebohongan terkuak dan memercik rasa sakit hati Camila. Hingga Ke...