CAMILA [44]

13.2K 1.3K 93
                                    

Menurut dokter yang memeriksanya, Nadia terkena hipotensi atau tekanan darah rendah. Tensinya hanya 80/60. Pantas dia pingsan. Dokter juga mengatakan kalau tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kandungannya. 

Kandungan? Aku kaget dan langsung melirik Sisil yang berada di sebelahku. 

Dia mengangguk. "Nadia memang sedang hamil."

"Hamil?" 

Aku bingung sekaligus ragu. Kalau memang benar, kenapa Keenan tidak pernah bercerita kalau adiknya itu sedang mengandung? Lagipula bukannya Nadia belum menikah.

"Keenan belum tahu dia hamil." Sisil seolah menjawab pertanyaan yang berputar di dalam benakku. 

Kuikuti langkah Sisil yang berjalan ke luar IGD. Kami duduk di kursi tunggu. Sama-sama bergeming. Aku menunggunya bercerita tanpa perlu harus lebih dulu mempertanyakan kenapa Nadia hamil, kenapa dia bisa pingsan, dan kenapa Nadia datang ke kantor kami. Ini sangat aneh, mengingat hari ini Sisil pun terlihat pucat dan aku kira dia tidak dalam kondisi yang bisa dikategorikan baik-baik saja. 

Matanya sembap seperti habis menangis. Kantung matanya begitu mengesankan kalau semalam dia tidak tidur. Dia hanya tersenyum tipis ketika kami berpapasan di lobi kantor pagi ini. 

"Lagi kurang sehat?" tanyaku yang khawatir melihat kondisinya tidak sesegar biasanya. 

Dia menggeleng. "Nggak apa-apa, hanya kurang tidur." 

Aku tidak bertanya lagi, karena aku merasa Sisil sebenarnya enggan untuk menjawab pertanyaan apa pun itu yang menyangkut dirinya. Dan dia langsung menenggelamkan diri di balik kubikel begitu kami sampai di ruangan. 

Menjelang makan siang pun Sisil masih saja menyibukkan diri dan menolak ajakkanku untuk turun ke kafetaria. Beralasan kalau dia tidak lapar. 

Namun sesuatu yang tidak biasa terjadi saat aku keluar dari kafetaria, dan menemukan Sisil bersama Nadia ada di lobi. Entah apa yang sebelumnya mereka bicarakan, yang pasti kulihat Nadia berusaha menahan Sisil agar tidak pergi. Tapi Sisil memilih jalan terus, tak menggubris Nadia yang mengejarnya.

"Sil, kita bicarain dulu sebentar aja." Nadia lantas mencoba meraih tangan Sisil yang secepatnya ditepis. 

"Nggak ada yang perlu dibicarain lagi, Nad. Aku nggak akan menghalangi kalian." 

"Aku bisa jelasin sama kamu, ini semua kesalahan aku bukan dia. Jadi tolong kamu jangan buru-buru ambil keputusan sepihak saat kamu lagi emosi."

"Lebih mudah kalau aku nggak ada lagi di antara kalian, bukan?"

Sisil berbalik, baru menyadari kalau ada aku. Dia buru-buru membuang muka, lalu bergegas pergi melewatiku yang keheranan. Sedangkan Nadia hanya diam mematung, hingga tiba-tiba dia jatuh pingsan. 

Dan di sinilah aku sekarang. Bersama Sisil dengan rahasia yang dia simpan. Pantas saja Sisil bersikeras membawa Nadia ke rumah sakit. Ternyata dia mengkhawatirkan kehamilan Nadia.

"Farid yang menghamili Nadia," ungkap Sisil yang berhasil membuatku kaget mendengarnya. 

Pandangannya lurus ke depan. Kedua tangan dia tangkupkan di pangkuan. Perlahan dia membuka beban yang selama ini disimpannya. Hanya perlu hitungan detik untuk membuat tangisnya pecah. 

CAMILA [ Sudah TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang