•Camila
“Nggak tahu malu banget jadi perempuan, beraninya main-main sama suami orang."
"Perempuannya juga yang kegatelan. Nggak bisa lihat lelaki milik orang lain."
"Baru tahu rasa ditampar sama istrinya. Rasain dijambak, tuh, rambut. Ih ... gemes banget ...."
"Kalau suamiku yang ketahuan selingkuh, aku juga pasti bakalan seperti itu, kok."
"Pokoknya nggak ada kata maaf untuk perselingkuhan."
Sekilas kulirik Linda dan Tika, dua orang rekan kerjaku yang sedang asyik membahas tentang perselingkuhan yang sedang viral di media sosial. Aku memilih tak acuh dan sibuk dengan pekerjaanku. Daripada ikut membahas masalah yang cukup krusial buatku. Mengingat aku juga adalah korban perselingkuhan.
"Aku, sih, nggak akan segan untuk permak wajah perempuan yang berani selingkuh sama suamiku. Biar hancur sekalian," kata Linda yang terdengar gemas.
Aku merasa tak nyaman harus mendengarkan obrolan mereka yang berdiri tepat di depan kubikelku. Mereka berdua berdiri di dekat mesin fotocopi, menunggu lembar demi lembar kertas diperbanyak.
Aku diselingkuhi, tapi aku tidak menjambak, mencakar, menampar, bahkan tidak ada kalimat makian dan sumpah serapah pada Nadia. Terlampau sakit bagiku untuk melakukan itu. Sama sekali tak ada gunanya, karena tetap saja perselingkuhan itu telah tejadi.
"Biasanya kalau pasangan selingkuh itu nggak akan bertahan lama. Pasti ada salah satu dari mereka yang berselingkuh lagi. Itu namanya karma."
Aku mulai memeriksa lagi sebagian data nasabah, sampai kudengar kali ini Linda yang berujar, "Makin banyak lelaki yang hobi main perempuan di luar. Jajan sembarangan, nggak takut penyakit atau gimana, sih? Kasihan banget kalau ada yang punya suami model begitu. Nggak bisa bayangin kalau itu kejadian sama aku."
"Kalau begitu lebih baik dipotong aja anunya lelaki. Biar tobat!" timpal Tika yang membuatku terkejut, karena sudah melibatkan unsur potong memotong.
"Anunya si perempuan juga bagus kalau dikasih cabe. Biar panas sekalian!"
Tidak bisa kubayangkan mereka berdua akan bertindak senekat itu. Aku berharap mereka tidak akan pernah melakukannya.
Kubikelku diketuk. Aku menoleh pada Sisil yang sudah berdiri di baliknya.
"Temenin bikin kopi, yuk."
Pengalihan yang tepat ketika aku lebih memilih ikut Sisil ke pantri. Menghindari adegan sadis yang kedua rekan kerjaku imajinasikan begitu apiknya dan membuatku bergidik ngeri.
Sisil meletakkan dua cangkir kopi yang baru diseduhnya di atas meja, lalu duduk bersamaku di sudut pantri yang beberapa saat lalu hanya diisi seorang office boy."Kalau ngomongin perselingkuhan nggak akan pernah ada habisnya."
Sisil membuka percakapan. Mengomentari Linda dan Tika yang heboh dengan topik perselingkuhan. Jemarinya mengusap bagian luar cangkir. Aku merasa Sisil tengah menyimpan sesuatu dalam pikirannya.
Dia mengangkat kepalanya lalu bertanya, "Apa kamu pernah diselingkuhin, Mil?"
Aku mengangguk. Berpikir kalau tidak ada salahnya berbagi sedikit cerita dari masa laluku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMILA [ Sudah TERBIT]
RomanceCamila menikah dengan Dimas atas dasar perjodohan. Pengakuan Dimas mengenai dirinya yang memiliki kekurangan, tidak menyurutkan langkah pasangan itu untuk tetap bersama. Namun sebuah kebohongan terkuak dan memercik rasa sakit hati Camila. Hingga Ke...