Bug!
"Bangsat!" Umpat Raka ketika meja miliknya di gebrak oleh Damar.
Raka menatap wajah Damar yang tampak seperti menahan amarah. Damar tidak henti-hentinya menggebrak meja serta mendorong kursi siswa yang lain. Raka yang menyaksikan aksi gila Damar itu semakin gemas untuk menghajar temannya itu.
"Diem gak lo!" Tegur Raka tepat di hadapan Damar.
Damar terdiam, kemudian duduk tepat di samping Raka. Akan tetapi tangan dan kakinya masih saja melayang-layang.
"Tai alay!" Desis Damar pelan.
"Lo kepingin tai jablay? Astagfirullah! Gak ada yang jualan bro! Tapi kemungkinan para cabe di jalanan jual murahan. Gimana? Tetangga gue udah janda 17 kali. Bahkan anunya bolong gede banget. Gila anjir, gue juga kepingin. Tapi gue tau umur kok. Kalo lo mau, bilang aja ke gue. Gue..." Raka menggantungkan kalimatnya saat tatapan tajam dari Damar menghantuinya.
"Ngelantur anjing." Desis Damar.
Raka semakin heran dengan sikap Damar yang seperti itu. Bahkan Damar tidak seperti biasanya bersikap seperti itu. Raka menepuk bahu Damar pelan, Damar yang merasa di tepuk hanya bergumam saja.
"Kenapa lo?" Tanya Raka antusias. Terlihat di raut wajah Raka bahwa penyakit kepo–nya kambuh.
Damar menatap Raka dengan tatapan biasa. Sejujurnya ia Ragu jika harus mengatakan hal yang sesungguhnya. Tapi, ini adalah kesempatan Damar untuk menumpahkan kekesalan dirinya kepada temannya. Bahkan Raka sendiri toh yang menawarkan Damar untuk bercerita. Damar pun dengan perlahan menjelaskan permasalahannya kepada Raka.
Damar berjalan ke area kantin. Pagi ini ia memang belum sarapan dari rumah. Bahkan membawa bekal juga tidak, sebenarnya kebiasaan membawa bekal dari rumah ke sekolah bukan tipe Damar banget. Ia lebih memilih makan di kantin dari pada harus membawa bekal dari rumah. Padahal membawa bekal dari rumah lebih aman di bandingkan makan di luar. Tapi Damar–lah yang selalu masa bodo.
Dengan mantap, Damar melangkah memasuki area kantin. Ia belum memesan makanan terlebih dahulu. Alasannya adalah tidak mau mengantri. Damar–lah yang sangat seperti raja ketika berada di kantin. Ia tinggal memesan makanan lewat handphone–nya, beberapa menit kemudian makanan pesanannya sudah berada di hadapannya. Maksudnya, Damar dan keenam temanya sudah menjadi langganan di kantin, selalu melakukan keusilan saat di kantin, maka dari itu penjaga kantin memberikan kontak telpon miliknya ke Damar. Jadi Damar tinggal duduk dan memesan lewat handphonenya. Dan hanya Damar dan keenam temannya yang di perlakukan seperti itu.
Entah mengapa.
Setelah duduk, Damar berniat ingin mengajak Raka dan yang lainnya pergi ke kantin. Tetapi, samar-samar Damar mendengar suara Mara. Ia Mara. Gadis yang telah menolak cintanya beberapa hari yang lalu.
Damar sendiri sangat tidak merasakan sakit hati. Ia tahu kalau dirinya belum mengenal dekat sosok Mara. Bahkan sebaliknya untuk Mara. Meskipun Mara sudah tidak mau berdekatan dengan Damar lagi, akan tetapi Damar senang jika ia melindungi sosok gadis yang di sukainya.
Hati Damar semakin berbunga-bunga ketika mendengar tawaan dari Mara. Kini kedua bola mata Damar menyapukan seisi penjuru kelas, ia mencari dimana Mara duduk.
Shit!
Damar mengumpat ketika menemukan Mara sedang duduk berhadapan dengan Andrea. Dan itu tepat di belakang Damar. Damar sendiri baru menyadari kalau di belakangnya ada Andrea.
"Mar? Sumpah ya waktu di Bali itu lo cantik banget. Gue jadi tambah cinta sama lo." Ucap Andrea.
Bullshit anjing! Damar yang mendengar celetukan yang di lontarkan oleh mulut Andrea tiba-tiba merasakan panas di dalam dadanya. Bahkan detik itu juga Damar ingin menghajar wajah muak Andrea.
"Gak gitu juga, kak." Balas Mara pelan.
"Gak usah ada embelan kak. Lo panggil gue Andre aja. Kalo lo mau pake embelan sayang juga boleh." Andrea tersenyum kemenangan. Sebenarnya ia menyadari kalau Damar duduk bertolak belakang dengan dirinya. Bahkan Andrea sudah merencanakan akal busuknya untuk memancing emosi Damar.
"Eh Mar, dulu yang deket sama lo tuh siapa sih? Dam–Damar ya? Nyali so di tinggiin tapi pas bagian tanding kek lembek banget. Ada yang kek gitu–"
"Ngomongin di depan anjing!" Karena Andrea semakin memanaska suasana, Damar mau tidak mau–karena kehendak hatinya–langsung bangkit kemudian menarik kerah seragam Andrea.
"Apa-apaan lo?" Tanya Andrea.
Damar tidak mengubris itu, perasaannya semakin memanas. Ia langsung membanting tubuh Andrea ke arah tembok. Tanpa melihat situasi, Damar langsung menonjok pipi Andrea dengan keras.
"APAAN LO NGATAIN GUE BANGSAT? YANG LEMBEK TU LO! KALO LO BERANI, NGOMONGIN TUH DI DEPAN ORANGNYA, GOBLOK!" Amarah Damar benar-benar keluar. Entah setan apa yang sedang merasuki tubuhnya, ia semakin gencar menghajar Andrea tanpa ampun.
Siswa-siswi yang berada di kantin pun semakin menggerumuni Damar dan Andrea yang sedang bertanding fisik. Andrea yang merasa di pojokan oleh Damar langsung menghajar tinjuan itu di area perut Damar. Damar hampir terjengkang kalau tidak ada seseorang yang menahan berat tubuhnya.
"Cukup! Bubar semuanya!" Ucap Fatra kepada semua siswa-siswi yang tengah menonton aksi gila ini.
Fatra menatap Damar dan Andrea bergantian. "Gak guna!" Ucap Fatra tepat di hadapan Andrea.
Andrea hanya menyeka darah yang semakin mengalir di ujung bibirnya. Sedangkan Damar tengah di awasi oleh Fatra. Andrea menatap Damar dengan tatapan seperti biasa–meremehkan.
"Aww!" Ringis Andrea, membuat Mara dengan sigapnya menghampiri Andrea.
Damar yang melihat Mara seperti itu, sangat merasa iri bahkan dirinya belum sama sekali di perhatikan seperti itu. Acting Andrea sangatlah bagus. Damar menatap kedua mata Mara, yang juga sedang menatap Damar. Damar tersenyum tulus sebelum ia benar-benar meninggalkan area kantin.
"Jadi lo belum makan sama sekali?" Tanya Raka setelah mendengarkan cerita akhir dari Damar.
"Pertanyaan terbodoh." Gumam Damar pelan.
• • • •
💝Comment comment commeentt!💝
Jangan lupa! Please, yang ini jangan lupa buat follow temen yang sama miringnya/👉AnisaKN96 baca cerita kolab kita yang kedua😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Goals
Teen Fiction[Teen-Fiction#1 by Rahma and Anisa] Damar Zulam. Gue paling gak suka sama pencintaan. Karena di dalam percintaan ada kata harapan, dan gue paling benci harapan. Tapi, meski begitu, gue tetep suka tebar harapan. Jangan salah, itu gue lakuin karena it...