Chapter 28

104 4 0
                                    

---


Akhirnya aku sampai didepan pintu ruangan itu, dengan suasana yang sama gelapnya, sudah tidak ada lagi yang ingin masuk kesana. Namun suara garukan dinding itu membuatku merinding. Kaca tempatku dulu melihat Maki bermain piano sudah usang dan berdebu.


"P-Permisi..." kubuka pintu karatan itu, suara decitannya begitu tajam di telinga. Apakah ada orang disini? Kulihat sekitar, namun tak melihat siapapun. Piano sudah tidak ada, alat musik lainnya hilang. Bahkan jendela pecah.


Kulihat sekeliling, namun tak berani masuk lebih dalam. Kutatapi kursi kecil yang biasa dipakai Maki, waktu pertama bicara dengannya, dia sedang melantunkan lagu yang indah. Dan kusuruh dia push up sambil tersenyum, ahaha...


... semua ingatan itu menyakitkan...


Kini kursi itu sudah rusak, warna merah tua dan hitamnya pudar, kursi itu sudah sobek dan berlubang, kayunya yang kokoh sudah dimakan rayap. Benar sekolah bangkrut, semua asetnya dijual... namun bangunannya masih tetap berdiri.


Terdengar lagi garukan dinding itu, sekilas kupikir sekolah ini berhantu, karena sudah lama ditinggalkan. Kulihat lebih dalam, ternyata ada sosok orang disana... dia berbaring seperti orang gila...


"A... anu..." kucoba membangunkannya, dia terus menggaruk-garuk dinding. Dia memakai pakaian bebas seorang gadis, rasanya baju itu tak asing. Akhirnya sosok itu menoleh, dengan mata yang kosong menatap kearahku.


Aku yang ketakutan mundur sedikit, memegang pintu siap untuk berlari. Namun niatku terhenti setelah mendengar gadis itu menyebut namaku. Aku benar-benar terkejut.


"Ho... Honoka...?" dia makin mendekat, aku rasa pernah melihatnya... jangan-jangan ini adalah seseorang yang pernah kukenal dulu... t-tapi siapa...?? "k-kau b-benar-benar Honoka... 'kan? Kousaka Honoka...??"


Aku tak bisa menjawab selain mengangguk, karena kupikir itulah cara komunikasi paling efektif. Gadis itu makin mendekat, sebenarnya dia bukan gadis, seperti lebih tua dariku sedikit. Namun wajahnya pernah kulihat di---


"Kakak!!" dia memelukku, mendorongku sampai terjatuh dan merusak pintu karatan itu... apakah ini... Yukiho...?? "Kakak!!" dia mulai menangis dipelukanku, aku tak percaya.


Rasa kaget bagai petir menyambarku dari belakang, Yukiho terus menangis didadaku sambil berkata sesuatu yang tak jelas. Hatiku sekali lagi menangis, ingin rasanya menyalahkan diri sendiri atas segala yang terjadi.


"Syukurlah... kakak pulang..." Yukiho terus memelukku sambil menghapus air matanya.


----


"... jadi begitulah akhirnya, kami bangkrut untuk menemukan kembali dirimu. Sekolah porak poranda, tingkat ketertarikan orang terhadap sekolah ini terus menurun, akhirnya kami hancur..." Yukiho mengakhiri cerita pilu itu, "tapi... kita bisa mengubahnya...!" matanya berbinar.


"kakak, ikut aku!!" Yukiho menggenggam tanganku, menarikku ke ruangan lain. Kami berlari melewati lantai yang licin karena berlumut dan sudah dibocori saluran air yang rusak. Kurasa ini jalan menuju auditorium, tempatku, Umi dan Kotori konser pertama kalinya... ya...


"Lihat!!" Yukiho membuka tirai merah lusuh dan sudah menghijau. Dan beberapa bagian menghitam karena hangus terbakar, mungkin ada kecelakaan.


Saat tirai benar-benar terbuka, terlihat sebuah alat besar bulat dari besi dengan lubang ditengahnya. I-Ini juga portal seperti yang Nico tembakkan, apakah aku benar-benar bisa pulang?


"Kakak! Kau bisa pulang! Dan memperbaiki semua ini!!" seru Yukiho, dia terlihat sangat semangat. Aku berpikir dan terus bertanya-tanya apakah akan sakit atau tidak. Tapi Yukiho bilang tidak, jadi aku percaya saja.


Yukiho menyuruhku berhenti dan menunggu, dia pergi ke belakang auditorium untuk menyalakan alat itu. Anehnya dia mematikan semua listrik di sekolah, hanya lampu kecil disini yang menyala. Lalu tak lama kemudian, alat itu bersuara dan menyala.


"Oke!" adikku yang lebih tua dariku itu mengacungkan jempol, lalu memberiku doa, "kuharap ini berhasil kak, aku ingin kita hidup damai seperti dulu... aku ingin kakak membuang alat itu segera... buang itu saat kakak sampai!!" dia berharap banyak.


Kusingkirkan rasa takut dan diisi dengan keberanian dan kepercayaan darinya, "Faito dayo!!" seruku saat akan masuk, kupegang erat tangan Yukiho sebelum meninggalkannya, "akan kukembalikan semua ini, aku janji..." ucapku, berbisik padanya.


Dia tersenyum, perasaan aneh menarikku kedalam, sebuah lubang dimana ruang dan waktu sudah tidak berarti lagi. Seperti perjalanan panjang kedalam lubang cacing, ini seperti di film-film...


Akhirnya aku bisa pulang...


---


Bersambung...

Kousaka Honoka: WARPEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang