Seminggu telah berlalu. Kejadian itu pun telah Vano lupakan. Kini, ia lebih fokus memikirkan kesembuhan Vinny. Namun tidak dipungkiri, masih ada sedikit rasa sakit ketika teringat kejadian itu. Kejadian yang membuatnya sangat tersakiti, terlebih lagi ucapan-ucapan itu keluar dari mulut wanita yang dicintainya.
Tetapi dengan sekuat hatinya, Vano melupakan semua itu. Termasuk hubungan yang telah lama dijalinnya bersama Adis.Untuk menjernihkan pikiran, Vano berniat mengajak Vinny jalan-jalan sore mengelilingi komplek. Jam setengah lima sore, Vinny telah siap di kursi rodanya dan menunggu di teras depan rumah. Vinny terlihat sangat cantik dan natural sore itu, ia mengenakan kaos bewarna merah muda, celana pendek sedikit di atas lutut serta sepatu flat bewarna coklat.
Wajahnya begitu natural tanpa makeup yang menor ditambah rambut panjang yang sengaja ia gerai."Kak lama banget, sih," gumamnya.
Saat Vinny masih menunggu kedatangan Vano, ia mendengar seperti desis dari seseorang. Mata Vinny mulai mencari-cari suara itu.
"Ssstttt...." desis seseorang.
"Siapa di situ?" tanya Vinny. Tiba-tiba keluarlah seorang laki-laki berparas tampan yang mengenakan sweater bewarna hitam, serta celana jeans ditambah sepatu ketsnya.
"Hai, Vin," sapa orang itu.
Vinny terlihat kaget. "Arya?" ucapnya. "Ngapain ke sini? Pergi sana nanti kak Vano liat," lanjutnya mendorong tangan Arya.
Arya melipat kedua tangannya dan bersandar pada pintu.
"Tenang, gue udah ngeluluhin hati kakak lo," ujarnya menegakkan dagu.
Vinny membalikan kursi rodanya. "Udah deh, Ar, mending lo pulang. Gue gak mau lo dihajar terus sama kak Vano."
Arya mendekatkan wajahnya. "Gue gak takut sama kakak lo," katanya kembali keposisi semula. "Kalo dihajar, ya, tinggal gue tangkis sana tangkis sini," lanjut Arya mempraktekan gerakannya.
"Haha...." tawa Vinny terhenti, matanya melotot.
"Kenapa, Vin? Lo cantik kalo ketawa." Arya menaik turunkan alisnya. "udah ketawa aja, hahaahhaha...." Vinny terus mengodekan Arya menggunakan matanya, agar Arya berhenti dan melihat kebelakangnya.
"Apa, Vin?" ucapnya bingung dan menoleh kebelakang. "Oh kakak, lo." Satu detik kemudian, mata Arya membesar. Jantungnya berdetang kencang, dia kembali melihat ke belakang dengan muka polos dan cengir kuda.
"Kak, Vano," tuturnya. Arya meraih tangan Vano dan mencium punggung tangannya.
"Gak takut sama gue?" tanya Vano. Ia menaikan lengan bajunya melangkah maju mendekati Arya.
Arya dengan cepat memundurkan langkahnya. Vinny hanya bisa diam, mengusap wajahnya melihat kelakuan konyol dan kejam dua orang lelaki dihadapannya.
"Kenapa mundur?" Vani maju dua langkah.
Arya hanya menggelengkan kepalanya. Tenggorokkannya terlihat naik turun seperti menelan sesuatu. Tak lama kemudian langkah keduanya berhenti ketika Vinny berteriak.
"UDAH!" Pekik Vinny. "Udah deh, kak, Ar. Jangan hantem-hanteman mulu."
Vano menatap tajam kedua mata Arya.
"Selamet lo," kata Vano. "Yuk dek pergi."Vinny menahan kursi rodanya. "Ada Arya, kak," ujarnya sedih.
Vano pun mengerti maksud perkataan Vinny. Melihat wajah Vinnt yang tertunduk sedih, Vano lebih paham lagi. Vano pun mengizinkan Arya bersama Vinny di rumahnya.
"Iya udah kalo gitu. Tapi inget lo tai ayam, di rumah ini CCTV banyak jadi lo jangan macem-macem." Vano menunjuk bola mata Arya. Kemudian berlalu pergi untuk berolahraga.
![](https://img.wattpad.com/cover/117294462-288-k822195.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PROTECTIVE [Completed]
Roman pour AdolescentsHidup dengan perisai sang kakak membuat Vinny sulit berteman dengan laki-laki lain. Setiap kali ada laki-laki dekat dengannya, sang kakak selalu menghajarnya hingga KO. Hingga suatu hari Vinny bertemu seorang Arya, petarung muda berbakat tapi tetap...