Sejak Vinny mengenal Arya dan sering berkomunikasi, ia selalu membawa ponselnya ke mana-mana. Seakan tak pernah ingin jauh dari ponsel itu. Pagi ini, Vinny sangat lahap menyantap makanan yang telah dimasak oleh Vano, walaupun hanya nasi goreng dan susu hangat. Tetapi, bagi Vinny makanan apapun akan terasa enak jika Vano yang memasaknya ditambah lagi mereka makan bersama.
Konsentrasi Vinny terpecah saat mendengar notif dari ponselnya, ia sedikit melirik kearah posel yang berada tepat di samping kanan Vinny. Dengan perlahan Vinny membuka ponselnya sembari melirik Vano yang masih fokus menyantap sarapannya.
Klik
Layar ponsel terbuka dan Vinny melihat pesan masuk dari aplikasi whatsapp, terlihat nama Arya yang tampil pada layar ponsel. Jempol Vinny mulai menyentuh pesan itu agar terbuka.Morning, Vin, jam 9 gue ke rumah lo ya? Kalo lo udah baca pesan ini mau gak mau lo harus iyain kalimat pertama gue.
Vano berdehem. "Arya yang chat?" cetus Vano yang masih fokus menyantap nasi goreng. "Itu anak gak ada kerjaan lain apa selain megangin ponsel dan dateng ke rumah kita terus"
"Kak, dia mau ke sini."
Vano tersedak, ia meneguk segelas air putih.
"Kemarin udah ke sini, semalem teleponan, dan sekarang mau kesini lagi?" bentak Vano. "GAK BOLEH!""Iya udah nanti aku bilang ke Arya," ucap Vinny menunduk.
Situasi seperti ini yang membuat Vano lemah dan mau tidak mau harus menentang keputusannya sendiri. Baginya, senyum yang terlukis di wajah Vinny adalah hal yang paling beharga, Vano membalikan badannya kemudian menunduk kearah Vinny. Vano mengangkat dagu Vinny agar melihat matanya.
"Ya, udah, dia boleh kesini. Tapi inget jangan terlalu sering, kakak gak suka."
Vinny tersenyum. "Beneran, kak, makasih ya, kak," kata Vinny memeluk tubuh kekar Vano.
Arya adalah orang yang selalu tepat waktu, kini ia telah berada tepat di ambang pintu rumah kediaman Wijaya dengan dua kotak pizza di tangannya. Penampilannya hari ini sangat berbeda, ia memakai kemeja polos bewarna maroon dengan lengan yang digulung hingga siku ditambah jeans dan sepatu ketsnya semua itu membuatnya terlihat lebih tampan. Senyumnya melebar membentuk setengah lingkaran. Hatinya sangat senang melihat Vano yang kini telah memberinya kesempatan untuk mendekati Vinny.
"Assalamu'alaikum, sepedaa... Eh, sepada," teriak Arya dari luar. Arya mengulangi kalimat itu hingga 4 kali namun tak ada balasan dari dalam. Hingga akhirnya suata pintu mulai terbuka.
Ceklek
Terlihat tubuh kekar Vano berada tepat di depannya, wajah Vano yang terlihat tampan namun menyeramkan karena tak terlihat senyuman sedikit pun.
Arya meraih tangan Vano. "kak, Vinny ada?" tanya Arya cemas.
Vano menyatukan kedua alisnya. "Lo liat gak di sana ada apa?" Mulut Vani menunjuk ke arah kanan pintu.
Arya melirik. "Itu bel rumah, kak," ujarnya cengar cengir.
"Nah, tuh tau, ngapain lo teriak-teriak? Lo kira ini hutan? Lo tinggal gunain telunjuk lo terus pencet," bentak Vano. "Atau mau gue patahin tuh jari, dari pada gak guna?"
Arya menelan sedikit ludahnya. "Maaf, kak."
"Sekarang aja lo manggil gue kakak, kemaren-kemaren lo gue lo gue aja."
Tak lama dari perdebatan kecil itu Vinny keluar dengan kursi rodanya. Vinny terlihat cantik dengan baju santainya dan rambut diikat tinggu
"Arya, ayo masuk," tawar Vinny, namun Arya masih terdiam menatap Vinny.

KAMU SEDANG MEMBACA
PROTECTIVE [Completed]
Teen FictionHidup dengan perisai sang kakak membuat Vinny sulit berteman dengan laki-laki lain. Setiap kali ada laki-laki dekat dengannya, sang kakak selalu menghajarnya hingga KO. Hingga suatu hari Vinny bertemu seorang Arya, petarung muda berbakat tapi tetap...