Bab 13 - Bagaimana Rasanya Putus Asa Itu

1K 70 3
                                    

Bab 13 – Bagaimana Rasanya Putus Asa Itu
.
.
.
.
.
.
.
Gadis kecil yang menangis.

Di bawah jembatan tua. Di bawah langit kelabu sehabis hujan.

Kemudian seekor anak kucing berbulu hitam yang tergeletak tak bernyawa dan penyesalan si gadis kecil yang tiada henti sama seperti anak sungai yang mengalir di pipi.

Mungkin itu saat pertama kalinya aku merasa seperti manusia terburuk.

***

Air langit yang jatuh ke Bumi dengan lebatnya. Membawa hawa dingin yang menguar di udara. Suara kecipak yang menyembul dari tanah yang melunak dengan air. Suara aliran air dari pipa tua yang berlumut. Bagaimana lingkungan yang kau tahu perlahan mengabur dan kelabu.

Lalu ada seorang laki-laki yang menggenggam tangan seorang gadis, dan mengajaknya untuk mati bersama.

“Maukah kau bunuh diri denganku?” katanya.

Aku tak pernah mendengar suara Nathan yang seperti itu. Dingin seperti halnya hujan ini. Kelabu. Tak jelas. Seolah sedang bersembunyi. Datar seperti bukan dirinya. Menatapku tetapi seperti dia melihat ke arah lain. Seolah dia tak benar-benar ada di sini.

Sementara di dadaku, rasanya sakit sekali. Rasanya sesak, “Nathan?” panggilku dengan suara bergetar.

Perlahan wajahnya mulai mengulas senyuman tipis, “Maaf,” katanya, “Aku hanya memainkan dialog Romeo tadi. Bagaimana? Bagus nggak?”

Mendengar kata-katanya itu, sekarang di dalam kepalaku kembali memutar suara rekaman Laura. “Namun, kadang aku berpikir, bahkan dalam kehidupannya sendiri, Nathan masih memakai topeng aktingnya itu.”

Apa itu benar?

Aku menggembungkan pipi, “Apaan sih?! Bikin kaget aja!”

Nathan terkekeh, tetapi kemudian aku tahu itu tidaklah membuatnya merasa senang sama sekali. Dia seperti sedang berpura-pura. Seperti dia sedang bermain drama.

Mungkin sekitar dua puluh menit berlalu hingga hujan benar-benar reda. Namun, satu hal yang pasti, bahkan ketika air langit itu berhenti, semua hal di sekitarku, sudah berubah kelabu. Bahkan ketika aku melihat Nathan. Kami tak banyak bicara sepulangnya. Walau aku berharap dia berkata sesuatu padaku.

Karena jika maksud pertanyaannya tadi, adalah untuk menguji perasaanku padanya.

Aku akan menjawab, aku tidak mau bunuh diri denganmu.

Maaf. Aku bukan Juliet yang seperti itu.

***

Bunuh diri adalah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri. Ia sering dilakukan akibat depresi, ganguan jiwa, skizofrenia, penggunaan alkohol, atau penyalahgunaan obat,yang menyebabkan perasaan putus asa.

Itulah yang kubaca dari ensiklopedia, setelah beberapa menit berselancar di internet. Aku tahu, agak konyol jika aku menganggap perkataan Nathan kemarin itu serius. Namun, aku tidak bisa menahan rasa penasaran ini. Untuk beberapa saat selanjutnya, aku kemudian merenung dan menatap layar ponselku. Kalau dipikir-pikir, Nathan itu bukan pengguna alkohol atau pengguna obat terlarang. Selanjutnya, kurasa dia masih di hitung orang waras, meski mengingat sikapnya itu, rasanya masih normal jika melihatnya sebagai kenakalan sifat pria pada umumnya.

Namun, depresi yang menyebabkan putus asa.

Putus asa, ya? Kupikir.

Nathan sedang berputus asa?

Nathan sedang depresi?

Apa dia sedang kesakitan?

“Maukah kau bunuh diri denganku?” katanya hari itu.

First (Tamat) | 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang