Bab 29 - Bagaimana Jika Usaha Saja Tidak Cukup

837 55 13
                                    

Bab 29 – Bagaimana Jika Usaha Saja Tidak Cukup

(Cheryl)

“Hey, kau ngapain duduk saja di situ?” kata Nathan menunjuk pada kain besar yang dia hamparkan tanah yang awalnya dipakai saat kami dan teman-teman sarapan, “Mending duduk di sini aja, lebih bersih.”

Aku diam dan memeluk kedua lututku sendiri. Sebenarnya aku belum bilang kalau kakiku sedang tidak bisa diajak bergerak karena sempat cedera ketika aku jatuh tadi. Aku malu kalau harus meminta bantuan Nathan lebih banyak lagi.

“Cheryl…” panggil Nathan kali ini menghampiriku, “Ada apa?”

Aku menggembungkan pipi dengan perhatiannya yang dia berikan padaku, “Nggak apa-apa,” kataku.

Kudengar laki-laki itu mendecak dan mengejutkannya, dia langsung menyelipkan tangannya di kedua kakiku dan punggungku. Aku memekik dengan kelakuannya dan kemudian tubuhku langsung bisa diangkatnya dengan mudahnya.

Astaga posisi ini memalukan sekali!!!

“Nathan! Turunin! Nathan!!!”

“Kalo kamu berontak nanti kamu jatuh, Cher,” kata Nathan semakin erat menggendong tubuhku.

Aku langsung bergidik apalagi mengingat kondisi kaki kananku yang tadi terasa sakit sekali, “Kalau begitu jangan dijatuhin!!!” sahutku sebal.

“Kamu juga jangan bergerak-gerak terus, Cher!!” balas Nathan.

Kembali pipiku menggembung bulat seperti balon dengan sikap Nathan di depanku ini. Dia pasti menikmati sekali mempermainkanku sampai membuatku malu begini.

“Sakitnya di mana?” lanjutnya sembari berjalan perlahan menuju kain besar yang tadi diletakkannya yang jauhnya beberapa meter dari tempatku duduk tadi.

Pipiku langsung merona dengan kata-katanya. Buat apa coba langsung nanya begitu?

Kutenggelamkan wajahku di bahunya, menyembunyikan rona memerah itu, “Di kaki kananku,” bisikku pelan.

“Kamu kedinginan?” tanya Nathan lagi masih melanjutkan langkahnya.

Aku mengangguk pelan, “Bajuku basah semua, ‘kan?” jawabku.

Nathan mengangguk kemudian menurunkanku pelan-pelan di tempat dia ingin aku duduk tadi, “Nih, makan dulu,” katanya memberikanku sepotong roti isi sisa dari sarapan kami tadi.

Aku bahkan tidak menyangka kalau laki-laki masih sempat membawa tas berisi barang-barang yang awalnya di persiapkan untuk piknik malah berguna di saat seperti ini. Aku memperhatikan dia nampak sedang membongkar habis isi tas punggung itu.

“Tadi, aku dan Dean mengira udara di pegunungan bakal dingin banget,” katanya membelakangiku dan masih merogoh-rogoh ke dalam tas tersebut, “Jadi, kami memutuskan membawa sweater. Terus kami keasyikan berfoto jadi lupa soal itu. Mungkin kamu bisa memakainya untuk sementara kita menunggu.”

Aku menggigit roti isi itu dalam sekali lahap, “Menunggu apa?”

“Axel sedang mencari bantuan supaya kita bisa keluar dari sini,” kata Nathan kemudian memberiku satu sweater tebal yang sangat besar berwarna abu-abu yang di dapatnya dari dalam tas, “Nih, coba pakai ini.”

Aku mendongak pada Nathan tanpa bicara.

Laki-laki itu mengernyit, “Ada apa?”

“Aku mau pakai sweater ini,” kataku masih menatapnya.

Laki-laki terkekeh dan mengangguk, “Iya, pakai aja.”

Aku menghela nafas, kalau soal seperti ini dia tidak peka, “Kau mau melihatku ganti baju?”

First (Tamat) | 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang