Bab 31 - Bagaimana Kita Memulainya Lagi Lagi dan Lagi

1.8K 66 21
                                    

Sebelum masuk ke bab terakhir, saya mau bilang: "Cerita ini ada lanjutannya dan ada banyak :v"

Silakan cek work saya

Di foto itu sudah sesuai dengan alur waktunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di foto itu sudah sesuai dengan alur waktunya. Tapi kalo mau baca acak juga gak papa

Bab 31 - Bagaimana Kita Memulainya Lagi Lagi dan Lagi

(Nathan, 15 tahun)

Pok! Pok! Pok!

"Ayo! Semuanya duduk yang rapi! Cepat! Cepat! Cepat!" ujar si guru menepuk tangannya berkali-kali seolah memberi isyarat agar semua anak bersiap-siap di tempat duduk masing-masing.

Sementara aku memandang ke depan dengan bosan dan bertanya-tanya kapan aku bisa pulang sekolah. Aku sudah hampir lulus SMP, ujian sudah lewat, upacara kelulusan tinggal menghitung hari. Lagi pula ini adalah hari terakhir sekolah. Habis ini aku mau menjenguk ibuku di rumah sakit. Ah, aku jadi ingin cepat-cepat pulang.

Setelah merasa anak-anak duduk cukup rapi si guru melanjutkan, "Nah, sekarang aku ingin kalian mengeluarkan selembar kertas dan tulis sepuluh impian kalian di sana. Waktu kalian satu jam dan jangan cemaskan apapun dengan apa yang kalian tulis. Aku berjanji tidak akan menghakimi satupun impian kalian. Jadi, sekarang ayo mulai menulis!"

Banyak siswa di kelas mengeluh soal tugas aneh ini. Ini sudah hari terakhir kami sekolah, dan kami diberikan tugas konyol menulis sepuluh impian kami di atas kertas. Aku pun sama. Menatap hampa pada selembar kertas kosong di depanku yang belum di tulis kata satupun. Aku melirik ke samping dan mendapati temanku, Dean dengan semangatnya menulis impian-impiannya tanpa menghiraukanku sedikitpun.

Enak ya? Karena orang berpikir mereka masih bisa hidup lama, jadi mereka bisa menulis apa pun yang mereka inginkan.

Sedangkan aku, dengan punya riwayat jantung lemah begini bisa apa?

Belum juga selesai dengan urusan impian ini, bisa saja aku sudah keburu menemui ajal. Jadi, menurutku menulis impian seperti rasanya sia-sia saja. Toh, bagiku hal seperti ini tidak akan pernah terwujud.

Aku menghela nafas dan kembali melirik kertas kosong itu.

Bagaimana pun karena ini tugas dari sekolah, tulis apa sajalah yang masuk akal dan bisa kulakukan.

***

(Nathan, 26 tahun)

Seorang anak laki-laki kecil. Tubuhnya tak lebih dari setinggi lututku. Rambutnya hitam pendek dan memiliki warna mata sehijau gangang laut. Berumur 5 tahun dan suka sekali berlarian ke sana ke mari melewati lorong rumah sakit yang dipenuhi aroma obat. Wajahnya riang, pipinya tembem merona dan dipenuhi tawa. Dia begitu menggemaskan sampai aku tak tega untuk menghentikan tingkahnya.

"Noel, ssshhh..." kataku menaruh jari telunjuk di depan bibir, "Kita nggak boleh berisik. Nanti ada suster monster bwarrgghhh gitu."

Anak itu berhenti dan menatapku, "Sutel icu?" katanya menunjuk pada salah satu perawat rumah sakit yang memiliki badan paling gemuk yang pernah kulihat.

First (Tamat) | 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang