Bab 4- Bagaimana Aku Menemukan Sisi Lainnya

1.3K 100 2
                                    

Bab 4 – Bagaimana Aku Menemukan Sisi lainnya

Esok pagi sekitar jam 9, aku memutuskan pergi pergi dengan Nalla menuju toserba terdekat. Biasanya kami patungan untuk membeli hal-hal yang kami perlukan, karena mengingat semua barang di kota ternyata lebih mahal ketimbang tempat asal kami.

“Cheryl! Kita beli ini, ya?!!” sahut Nalla menunjuk pada tumpukan daging ayam yang sudah siap kemas.

“Ah! Yang ini kelihatan enak, Cheryl!” katanya lagi menunjuk deretan produk permen.

Membawa Nalla ke toserba selalu saja seperti ini. Dia mudah terpancing dengan segala macam produk makanan yang dilihatnya enak. Sementara aku merasa seperti ibunya yang harus menegurnya agar tidak membeli makanan yang tidak perlu.

“Nalla! Kita harus membeli makanan yang ada di daftar ini,” kataku menunjukkan selembar kertas kecil yang berisi daftar belanja kami, “Makanan di kota itu lebih mahal tahu! Jadi tolong tahan dirimu sendiri, oke?”

Gadis itu hanya mengerucutkan bibir sebal, “Iya, iya … Tapi nanti aku akan membeli sendiri permen itu!” sahutnya menunjuk pada deretan produk permen yang dilihatnya tadi.

Tatapan mataku mengikuti ke tempat mana yang dia tunjuk dan kemudian aku menghela nafas bersabar, “Oke, tapi satu bungkus saja!”

Entah dia mendengar atau tidak, Nalla sudah berkeliaran kemana-mana membantu mencarikan bahan makanan yang kami perlukan.

“Kau seperti ibu Nalla, kau tahu?” tiba-tiba Lyon sudah muncul di sampingku dan menegurku dengan senyumannya.

“Hah? Ah … Iya, gadis itu juga punya sisi kekanakannya, kan?” kemudian aku melirik pada Lyon yang juga sedang membawa keranjang belanja, “kau juga mau membeli sesuatu di sini?”

“Ya, ada beberapa barang yang ingin kubeli, seperti senter, dan semacamnya,” jelas Lyon, “Oh ya, ngomong-ngomong ada apa dengan kau dan Nathan kemarin?”

Seketika aku merasa pipiku menghangat. Itu adalah pertama kalinya seorang laki-laki memegang tanganku. Padahal dulu aku ingat, aku selalu menghindar ketika kurasa kulitku akan bersentuhan dengan laki-laki lain. Namun, lagi-lagi Nathan melompati batas yang sudah kutetapkan, dan dia menggenggam tanganku begitu erat hari itu.

“Ah … itu? Aku dan Nathan hanya berdiskusi soal … Tangan, eh? Bukan, maksudku tugas makalah kami!”

Arghh!! Kenapa aku menyebut “tangan” tadi?! Apa aku sebegitunya mengingat itu?!

Kening Lyon mengernyit, “Kalian dipasangkan untuk tugas makalah itu?”

“Yep, itu maksudku,” kataku mengangguk lalu mengambil kemasan wortel yang berada di bagian sayuran.

Untunglah dia paham.

“Bagaimana kau bisa mengenal Nathan?” tanya Lyon lagi.

Oke, ini membingungkan. Aku tidak bisa mengatakan yang sejujurnya karena aku terlalu malu dengan masa SMPku dulu. Maksudku, mana ada gadis yang menolak pernyataan cinta seseorang dengan menjulurkan lidahnya? Argh! Memalukan!

“K-kami hanya kenalan bi-biasa pas SMP,” jawabku seadanya.

“Oh …,” kata Lyon, “Kukira kalian pernah pacaran atau apa, apalagi Nathan, dia kelihatan aneh kemarin itu.

Aku tersenyum miris, “Iya, benar.”

Lyon kemudian mengangkat bahu, “Tapi, sebagai temanmu, dan teman Nathan. Aku harus memberitahumu untuk hati-hati jika dekat-dekat dengan Nathan.”

“Kenapa? Memangnya dia anak mafia terkenal di kota?” jawabku bercanda.

“Bukan itu maksudku, Cher ...  Itu lho, kamu pasti pernah dengar rumor tentang Nathan, kan?”

First (Tamat) | 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang