Udah dibilang jangan dikepoin, eh, malah discroll... yasudah... author tidak bertanggung jawab atas efek yang akan ditimbulkan dari cerita ini seperti membosankan, dll.
Happy reading^^
=============
Saat kita mulai melangkah, jangan berpikir akan ada kesempatan kedua tuk menoleh -Salsa
=============
Tatapan sepasang mata lentik masih khusyuk dengan dunianya sendiri. Terus mengekor pada satu titik remaja sebayanya dengan tampilan berbeda. Sesekali menyipit memperjelas sesuatu yang baru menurutnya.
Terdengar helaan nafas panjang, Silsi belum bisa move on rupanya. Melihat anak anak seusianya yang memperindah diri dengan topi kerucut ditambah name tag kardus dikalungkan. Tentu membuat rasa iri tersirat. Mungkin menurut anak 12 tahun yang baru tamat SD, itu hal yang luar biasa unik. Dan ingin pula merasakannya.
Meski lima hari sudah, sekolah-sekolah Jakarta masih mewajibkan murid baru tuk mengikuti MOS. Terlihat jelas, keterpaksaan nan hakiki menghiasi muka mereka. Berjalan memasuki gerbang dengan kacang panjang dikalungkan, juga tali rapia yang di rumbai di bagian ujung melingkar cantik dipergelangan mereka sebagai gelang.
Sekolah Silsi telah mengakhiri MOS tiga hari lalu. Itupun ia tak sempat mengikutinya, dikarnakan demam. Maka wajar saja, dimatanya jelas terbaca ia menginginkan masa itu.
"Hei nak kecil! Kalau tak mau terlambat, jangan berhenti." Ujarku padanya mendekat ke sepeda Silsi. Ia tersentak, lalu mensegerakan kembali laju sepedanya yang sempat tersendat, tentu sambil mengerutu dalam diam.
Tak lama, sorot matanya kini beralih padaku. Ia menoleh kebelakang, mengerucutkan bibir memangdang untuk terakhir kalinya murid MOS tadi. "Ih... kakak, ini udah cepet tau! Sepedanya aja yang gak bisa diajak kompromi," gerutu Silsi. Walau dia membelakangiku, "makanya ajarin Silsi naik motor dong, biar kita bisa balapan ke sekolahnya. Ya gak Kak!" Senyum jahil terpantri di wajah yang kalau boleh dikatakan ia sungguh tengil.
"Gak ada yang namanya motor motoran! Bocah baru lulus SD aja belagu. "
"Gini-gini aku dah gede tau kak. Tau sama yang namanya pacaran juga. Berarti dah gede kan!" Senyum kemenangan itu tak luput dari pandanganku.
Tunggu, apa dia bilang, PA-CA-RAN!
Hampir saja sepedaku menginjak lubang curam di depan jika saja tidak langsung ku belokkan. Ku hentikan sepeda. Saat ini posisiku benar-benar mengahadapnya. "Kamu tahu dari mana istilah pacaran?!"
"Temen."
"Terus maksud dari pacaran apa?!"
"Hah! Kok nanya aku? Jangan bilang kakak gak tau?" Dia menatapku tajam. Aku sendiri bingung ditatapnya begini. Kenapa jadi dia yang sangar sekarang.
Butuh persekian detik sampai aku tau maksudnya.
"Ya Allah, kak. Jadi bener, kakak gak tau pacaran. Hahaha. Kalah dong sama aku,yang baru lulus SD."
Sial. Ini anak malah balikin kata-kata. "Ya tahu lah. Maksud kakak, kamu ngartiin makna dari pacatan menurut kamu tuh apa?"
Silsi diam, menatapku lagi. Ia berpikir sejenak. "Hmm, pacaran itu, ya berduaan. Kayak sepasang kekasih. "
Aku menepuk kening frustasi. "Dek, kamu belum boleh pacaran ya. Gak ada yang namanya pacaran enak. Kalo mau pacaran, ya harus nikah dulu," Silsi mengangkat mulutnya hendak memotong. "Dengerin kakak dulu! Kalau sampai kakak tahu kamu pacaran, hmm. Besok cowok yang kamu anggap pacar cuma tinggal nama."
KAMU SEDANG MEMBACA
SALSA
Teen FictionAmatir version "Ha! Lu gak ngerasa?" Aku berdecak sebal, "emang bener ya, cowok kurang ajar tuh gak punya kepekaan!" Lanjutku masih dengan suara tinggi. "Lu kalo mau caper mending jangan sama gua. Percuma. Gak mempan di gua!" Ia meraih tasnya lalu b...