keringat dingin

179 28 2
                                    

Mora menatap heran. Aku terduduk lemas. Tak percaya dengan kejadian barusan. Besok gua mau.. besok gua mau.. kata kata itu terus menerus menghantui pikiran. Seharusnya hatiku berbunga bunga saat ini. Bisa ketemu Jun lagi. Ngobrol ngalur ngidul sama dia. Rasanya seneng banget. Tapi hanya di anganku. Semenjak kejadian di sekolah, baik Jun maupun Arbuy, sama sama ngeselin. Aneh sih, ngapain juga kesel sama mereka. Kurang kerjaan banget pake segala kesel. Tapi yang namanya perasaan bisa aja berubah seiring waktu.

"Gua ikut yah?" Ujar Mora dengan wajah imut agar aku kasian. Tapi aslinya menjijikan.

"    " untuk yang pertama dan terakhir bibirku tidak mampu mengucapkan sepatah kata.

"Gimana?" Sambung Mora kemudian, "boleh nggak?".

Aku menatap sekilas. Senyum terpaksa mengembang menghiasi kamar. Kini situasinya berbalik. Rasa senang berubah menjadi bingung.

Rasanya sulit menyampaikannya dengan kata kata. Entah itu bingung, cemas, takut, atau apalah. Yang pasti bukan SENANG.

Mora menyungingkan senyuman ke arahku. Wajahnya nampak senang bagai orang menang lotre. Aku menghela nafas panjang.

Lagi pula, aku butuh teman untuk diajak bicara nanti. Biar nggak berduaan doang. Bukan muhrim.

***
Sebuah rumah mewah berada tepat di depanku. Hanya tinggal beberapa langkah lagi menapakinya.  Pintu rumah terbuka tiba tiba. Sosok Jun muncul dari balik pintu. alis hitam terlihat tegas menawan. Senyum tipisnya membuat siapapun yang melihat langsumg meleleh -kecuali aku-.

Aku menghela nafas berjalan kearahnya. Mora tak terlihat dimanapun. Tapi aku merasa itu tak menjadi masalah. Baru beberapa langkah, sesuatu menghentikan gerakanku. Sejenak aku menyadari sesuatu. Arbuy memegang lenganku sambil mengelengkan kepalanya. Lalu mengalihkan pandangan kearah Jun. Suasana pertengkaran mulai muncul. Kenangan buruk itu tersirat kembali. Rasanya muak dengan semua ini. Aku bersiap teriak sekencangnya.

"BANGUN!!" suara tak asing menggelegar membuat muka Arbuy juga Jun ngeblur. Samar samar sosok Mora muncul di depanku. Salah satu tangannya menekan hidung sampai aku kesulitan bernafas.

Mataku longa longo melihat sekeliling. Mengumpulkan kembali nyawa yang serasa mencar mencar. yup! Kamar ini masih sama dengan semalam. Itu artinya tadi hanya mimpi. Dan mimpi bisa jadi nyata. Dan kenyataan bisa juga menyakitkan atau sebaliknya.

"Udah sadar?"

"Belom!" Jawabku kesal, lalu melangkah pergi ke kamar mandi. Mora makin heran dibuatnya.

"Ngigo kemana semalem?" Tanyanya lagi, "kamar mandi?".

Pertanyaan yang dilontarkan membuatku menyadari akan satu hal. Badan terasa dingin, apalagi hembusan angin sayup sayup masuk dari celah jendela.

What.. mimpi sampe keringatan. bener bener nyata. Salsa keringat dingin!

Asli, ini aneh. Tidak seperti Salsa yang biasanya.

***
From: jun si landak

Sal, jangan lupa nanti sore! Bunda udah nanyain mulu. Awas kalo kabur! Nanti kangen.

Kata terakhirnya rada ambigu. Kangen? Nggak juga sih. Mungkin (kangen) dikit. Ini kesempatan bagus buat ngasih tau Jun yang sebenarnya. Biar nggak salah paham. Tapi, nggak enak sama bunda udah nungguin  sampai nanyain mulu. Kalo Mora sih, bomat. Lagian juga, pulsaku udah 200 rupiah. Sayang buat ngirim SMS. Sekali kirim udah langsung habis kali.

Mora sudah siap duduk di kasur. Dia pasti habis make up. Sudah keliatan glagatnya. Pokoknya, kalo dia naksir cowok, pasti make up-an dulu sebelum sekolah. Apalagi ini udah nggak ketulung naksirnya.

***
Well, aku dan Mora berangkat naik kopaja. Karna nggak mungkin juga boncengan naik sepeda. Sementara Silsi diantar ayah sekolahnya. sebenarnya, Mora nggak sudi kalo berangkat naik kopaja. Nanti make up-nya luntur, katanya. Aku tak menghiraukannya. Terserah dia mau ikut atau nggak, yang penting ke sekolah. Walaupun mulutnya ngoceh mulu nggak terima, tapi dia malah ikut juga. Yeuh..ngomong doang yang gede.

Kami turun di depan gang masuk sekolah. Hiruk pikuk kota Jakarta masih bisa dilihat dari sini. Jalanan yang terkenal macetnya sampai pedagang asongan yang menjajakan daganganya di trotoar sudah tak asing lagi bagiku. Semua ini jauh dari kata sejuk, indah, dan sepi. Jakarta bagai kota tanpa lelah. Setiap waktu selalu sibuk.

Sekilas aku teringat kata kata banyumas di buku Jun. Seperti apa kota itu. Kota yang dirindukan seorang remaja asal Korea. Yang ingin sekali ia kunjungi. Dan salah satu tempat favoritnya.

Arbuy datang menghapiri dengan sepeda motor andalannya. Gaya nya yang bad boy terlihat jelas. Bahkan, dia sengaja menstater motornya lebih kencang saat melewati para gadis SMA. Dari dulu memang sudah banyak cewek yang naksir padanya. Malahan, ada yang ngasih blackforest pas hari ulang tahunnya. Dan ujung ujungnya aku sama Mora yang bantu makan.

Arbuy tak pernah sekalipun melirik mereka. Yang aku tahu, dia hanya setia suka pada satu gadis. Yaa.. gadis flashdisk putih. Entah bagaimana muka gadis itu, tapi Arbuy sudah tergila gila padanya sejak SMP. Meski Arbuy sangat menyukainya, dia tak pernah mencoba untuk menembaknya. Bahkan mungkin sang gadis tak menyadari ada seseorang yang menyukainya. Berarti itu hanya cinta sepihak. Itulah curhatan yang sering Arbuy lontarkan padaku juga Mora.

"Bonyok(bokap,nyokap) lu kemana lagi" tanya Arbuy begitu sampai didepan kami. Seakan ia sudah mengetahui Mora menginap semalam.

"Palembang" jawab Mora, "nanti sore balik".

"Ohh.. begitu" jawabnya singkat, semangatnya telah kembali, "ke kelas kuy!" Ajak Arbuy tersenyum pergi begitu saja Tanpa rasa bersalah. Sifat jailnya mulai muncul, berarti dia memang kembali.

Mora hanya mendengus kesal. Padahal ia berharap Arbuy menawarinya tumpangan.

***
"Sal, dah cantik belum?" Mora merapikan rambutnya.

"Udah... bu yen aja kalah sama lu" Arbuy menjawab asal celetuk aja. Padahal belum juga dilirik si Mora. "Emang naksir siapa lagi sih?"

"Kepo kau!" Mora memanyunkan bibir mengejek Arbuy."yang pasti bukan elu atau pak jhon"

"Terus siapa?"

"Si jun" jawabku langsung.

"Si muka pucet? Nggak salah? Ganteng juga gue dari dia. Ya kan Sal?"

"Nggak dua duanya!" Jawabku sambil berjalan pergi meninggalkan mereka. Perasaan ini mencoba masuk kedalam dada. Kesal. Aneh juga sih kenapa kesal.

"Sal, tapi nanti gua jadi ikut kan?" Mora menyusul dibelakang.

"Insya Allah"

"Emang mau kemana?" Tanya Arbuy penasaran.

"Kerumah calon pacar gue. Kenapa? Cemburu?" Jawab Mora santai. Seakan tahu reaksi Arbuy selanjutnya.

Tapi tanpa diduga. Ia malah santai aja. Tidak marah, apalagi kesal.

"Lu juga?" Arbuy menoleh padaku.

"Hmm.. iya"

"Cemburu mah bilang. Nggak usah sok cool deh" Mora meninju pelan lengan Arbuy.

"SOTOI banget si lu!" Arbuy menjitak pelan Mora. Mereka bercengkrama bak seorang pasangan.

Aku tersenyum melihatnya. Mungkin si gadis flashdisk putih itu Mora. Walaupun mereka sering berantem, tapi berakhir dengan candaan dan senyuman.

Arbuy menyadari aku hanya senyum memperhatikan. Lalu dia menarik tanganku dan kemudian dijitak pula. Hari ini terasa lega untuk sesaat.

-------------------------------
Sorry.. Slow update^^ lagi masa masa UTS. Almasnya Fokus belajar dulu.

Mohon bantuanya buat ngoreksi. Thank's yang lebih❤❤

--------------------------------

SALSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang