korban -2

103 7 0
                                    

Jalanan terlihat lengang. Moment seperti ini sangat bagus bagi seorang Rayhan. Apalagi sudah 2 minggu ini ia puasa untuk tidak main motor di balapan ilegal.

Tanpa pikir panjang, Rayhan menstarter motornya lebih kencang. Agak asing memang rasanya tidak memakai motor sendiri. Tapi tak apalah, ia ingin mencoba motor Jun yang selalu kinclong ini. Rayhan meliuk pada jalan beraspal yang sedikit basah akibat hujan semalam. Paling tidak dengan begini akan mengurangi badmoodnya sejak tadi pagi.

Ia jadi teringat tadi pagi. Senyum kemenangan tercetak di wajahnya.

"Lo pake motor gue!" Suruh Jun final.

"Ogah. Gak mau gue make motor lo. Motor lo kurang kekinian. Norak tau gak." Tolak Rayhan keras.

Jun mendengus kesal. "Gue bukan kayak lo yang motor cakep di pretelin terus ditambahin besi rongsokan gak berguna."

Sontak Rayhan melotot tajam mendengar penuturan Jun yang gamblang. Benar-benar tak bisa dipercaya!

"Dan juga, alasan gue maksa lo pake motor gue itu logis. Biar mereka gak curiga semisal gue nanti masuk sekolah terus beda motor sama yang lo pake!"

"Ya tapi gue gk suka sama gaya lo. Motor lo terlalu mainstrem. Gak ada greget-gregetnya." Rayhan melangkah keluar menuju pintu depan.

"Gampang sih, tinggal gue lapor ke mami kalo ada pria yang maksa anaknya tuker posisi tanpa ijin," kali ini Jun tak mau kalah. Ia masih ingin meladeni Rayhan. Apapun itu yang penting Rayhan menuruti kemauannya.

Langkah Rayhan terhenti. Ia mengusap wajah kasar. Tahu kalau memang kali ini dirinya tak punya pilihan.

"Baiklah-baiklah. Kali ini gue ikutin apa mau lo. Dah ah, gue berangkat dulu."

Awalnya memang membosankan memakai motor Jun. Tapi ia berpikir jarang-jarang Jun sukarela meminjamkan motornya, lagipun Rayhan yakin mesinnya pasti masih mulus jika dicoba dipakai balapan.

Mengingat kata balapan, menjadikan dirinya ingin menstarter lebih kuat motor Jun.

***
NGENG.. BLUSH..

Motor yang dikendarai Rayhan melewati tikungan tajam dengan mulus. Jalan cukup sepi hari ini. Ia merasa ada sesuatu saat berbelok tadi. Apa mungkin seseorang telah terserempet motor Jun?

Rayhan menoleh kebelakang. Jarak antara dirinya dengan tikungan tadi sudah cukup jauh. Ia tidak menemukan apapun.

Ah perasaan gue aja kali ya. Batinnya kembali menghadap depan. Setelahnya, ia tam memedulikan.

Dengan santai Rayhan melanjutkan perjalanan. Setidaknya hari ini tidak melulu bad day dengan adanya motor Jun. Boleh juga nih dicoba saat Rayhan balapan liar nanti. Lumayan kan kalau dia bisa menang. Dapat duit jajan tambahan. Batin Rayhan bersorak senang.

***
Jadi ini sekolahnya si Jun. Hmm, boleh juga. Gumam Rayhan melintasi gerbang pertama. Ia beralih ke tempat jajaran motor di parkiran.

Motor Jun ia parkirkan di barisan pertama yang masih kosong, sebelum kemudian beranjak memasuki pintu utama lobi. Rayhan berjalan santai dengan pakaian yang bisa dibilang bukan untuk bersekolah. Sejujurnya, seragam putih abu-abu lengkap dengan atributnya telah tersedia di kamarnya. Jangan salahkan Mami San yang telah menyiapkannya dari jauh-jauh hari sebelum mereka ke Indonesia. Tanyakan saja pada Rayhan yang memang sejatinya ia malas mengenakan seragam tersebut. Yang terjadi sekarang, lelaki dengan T-shirt abu dilapisi jaket kulit hitam dipadu celana panjang jeans yang pastinya masih layak dipakai alias tidak robek di bagian lutut dan diyakini itu satu-satunya celana Rayhan yang masih dikategorikan sopan. Ditambah topi hitam polos yang menghiasi kepalanya.

Komplit sudah aktor kita kali ini. Tak ada yang namanya bau siswa ingin pergi sekolah. Ransel yang dikenakannya pun percuma, malah menambah kesan keren dalam diri seorang Rayhan.

Jangan salahkan dirinya yang berpenampilan seperti ini. Salahkan pada Jun yabg membuatnya hari ini bersekolah dengan terpaksa. Huft!

***
"Cih, dasar gadis!" Gerutu Rayhan menelusuri lorong. Ia berjalan menuju ruang kepala sekolah.

Menurutnya wajar saja bila tatapan mata gadis disini serasa ingin dicongkelnya. Bagaimana tidak, sedari tadi setelah memarkirkan motornya, tatapan mereka mengikuti langkah Rayhan kemanapun ia pergi. Decak kagum sesekali tertangkap pendengarannya. Sudah biasa. Batin Rayhan.

Setibanya di ruang kepala sekolah, Rayhan yang di duga Jun dipersilahkan duduk. Pak kepsek wajar bila melihat tampilan Jun seperti ini. Karna ia murid baru pindahan pula. Batinnya.

Disana, Rayhan diberi petunjuk ringan sebelum memasuki kelasnya. Tak butuh waktu lama, akhirnya Pak kepsek menyuruh bu Yen membimbingnya menuju kelas barunya.

***
"Mari nak Jun," sapa halus Bu Yen mempersilahkan ku mengikutinya. Aku tersenyum mengangguk.

Disini aku masih mengikuti langkah Bu Yen di belakang. Sambil memperhatikan bangunan sekolah Jun yang kupikir tak terlalu mewah namun tidak bisa dibilang buruk.

Kami melewati koridor panjang yang berhadapan langsung dengan lapangan bendera didepannya. Sesuatu menarik perhatianku. Bukan bendera tentunya. Seorang Gadis SMA yang sedang melakukan penghirmatan seorang diri dengan menghadap tiang bendera seraya berdiri.

Aku tersenyum. Ah, sedang berulah dia. Makanya dihukum. Hahaha.

Begitu kami melewati posisi dirinya, aku mengalihkan pandang darinya. Bukan tanpa alasan. Hanya malas saja bila harus berurusan dengan Cewek sinting hanya karna baper dipandamg terus sama cowok ganteng.

***

19.06
2k19

SALSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang