Dugaan part 3

112 8 0
                                    

Jalanan masih sama sedari tadi, tidak terlalu rame ataupun sepi, standar untuk hari ini. Aku yang tadi masil agak dongkol merutuk si Jun itu. Apa semua laki-laki di negeri ini begitu, punya sifat jahil yang gak ketulung. Kau tahu Jun, rasaku padamu itu kerut kendur. Bagaimana tidak? Pertama kau buat aku kesal setengah mati, kedua kau buatku merasa bersalah, ketga kau buatku merasa kau adalah orang yang baik, dan yang terakhir, kau buatku kembali kesal.

"Huft," aku mendengus kesal. Pintu gerbang dapat terlihat di depan sana. Pak Cen sudah menutup pintunya. Aku mengiring sepeda mendekat.

Huaaa..

Hati dan pikiranku keduanya menjerit kaget. Mengapa harus terjadi hari ini. Dari luar sini, terdengar Pak Jhon yang mengomeli murid SMA 170. Mereka berdiam diri di tengah lapangan dengan name tag di dada yang bertuliskan, kami malu tidak pakai kaus kaki yang benar.

Aku menoleh ke dalam dengan mengarahkan pandangan ke tempat parkiran, mencari sosok yang mengesaliku tadi. terlihat Jun sudah berada di dalam gerbang tapi ia malah berjalan kesamping ke arah parkiran sayap kanan. "Mau apa dia?" batinku heran. Masa ia, dia mau di hokum jikalau nanti Pak Jhon mengira si Jun meu kabur dari razia kedisiplinan.

Tanpaa sadar, senyum jahatku terulas. "Biarkan saja, biar dia merasakan rasanya di hokum," rasanya, aku ingin tertawa devil saat ini, "eh, tapi kan..." senyum jahatku menghilang seketika. Baru kuingat sekarang, aku sendiri memakai kaus kaki yang tidak sesuai hari. Ditambah ketelatan yang lebih dari 10 menit. Huaa, aku ingin pulang.

"SALSA!!"

CIAT!! Terdengar suara mengelegar dari dalam sekolah. Aku tahu pasti siapa pemiliknya, siapa lagi kalau bukan Pak Jhon.

Pak Jhon menyuruh Pak Cen membawaku masuk. Pak Cen mengangguk, ia membuka gerbang lalu menuntunku kedalam. "Pak! Sepeda saya gimana?" disaat seperti ini pun, aku masih bisa memikirkan sepeda. Yaiyalah, nanti gua pulang pakai apa kalau gak dipikirin, batinku kesal.

"Nanti biar bapak yang atur, kamu masuk gih, biar Pak Jhon gak marah lagi!" Pak Cen sungguh baik. Kalau di sekolah ini semua guru seperti Pak Cen atau Pak Yus, aku jamin, Salsa bakal betah sekolah disini. Mungkin nggak akan kabur lewat kamar mandi mulu.

"Pak, tolongin saya kek Pak. Bapak gantenk dah, baik pula." Aku mencoba mengeluarkan jurus-jurus Salsa.

"Minta tolong tuh hanya kepada Allah, lagi pula, bapak udah punya isteri, jadi gak bakal mempan rayuan kamu." Pak Cen tersenyum geli dengan tingkahku. Yah, mau gimana lagi, baik! Salsa akan maju kedepan melawan sang guru killer Pak Jhonthor.

Pak Jhon menoleh padaku saat jarak kami sudah dekat. Ia berdecak sebal yang ku tebak juga geregetan. "Ya Allah, Salsa! Harus berapa kali lagi bapak hokum kamu? Hah?" serius, mukannya kini ada tanda-tanda akan menghukumku lebih parah dari yang lain.

"Bentar pak, saya itung dulu," aku diam seakan sedang menghitung, "tiga kali lagi pak, biar dapet piring!" saranku, WHAT!! Salsa, lu emang benar-benar, membuatnya naik pitam. Gak papa lah, beberapa bulan lagi gua bakal lulus ini, batinku menjawab logika.

"Kamu ini yah!!" Pak Jhon mulai menahan amarahnya, ia melirik kebawah, dan mendapati kaus kakiku yang tak sesuai jadwal, "siapa yang suruh kamu pakai kaus kaki warna putih?? Kamu tau ini hari apa?"

"Hari sabtu pak, saya tadi udah liat kalendeh rumah."

"Udah tau hari Sabtu, kenapa pakai kaus kaki hitam?!"

"Lupa pak, saya kira kaus kaki saya di gondol tikus, taunya di gondol kecoa pak," yang ini, aku benar-benar berbual. Mana ada kecoa gondol kaus kaki yang bau terasi itu?

"Pakai ini!! Habis itu lari 3 putaran sambil bilang 'saya malu pakai kaus kaki salah jadwal'." Pak Jhon mengalungkan name tag, tapi dengan tulisan berbeda dari yang lain yaitu, saya malu kalau saya telat. "sekarang!!"

SALSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang