Masih heran dicampur kaget ditambah terkejut dikurang aneh dibagi tercengang ketika diriku mendapatkan 2 pasang sepatu yang tak lain dan tak bukan milik sahabatku. Ada apa gerangan? Nggak ada hujan nggak ada angin mereka nongkrong di perpus? Nggak salah?
Arbuy si jail bin pemalas, dan Mora si non kutu buku binti berisik lagi di perpus? Dua jam pelajaran pula!
Untuk memastikannya, Kuintip dikit lewat jendela perpus, pungung Mora maupun Arbuy tak juga terlihat.-Ya gimana mau keliatan, kan banya rak-
Pikiran pikiran pesimis menari dengan semangat di kepala. Apa mereka ngejauhin aku? Atau, aku nggak sempet kasih tau mereka soal semalam, jadi mereka marah?
Semua hal dikaitkan dengan mereka dan didominasi oleh pesimis. Rasanya lemes nggak ada tenaga. aku mengurungkan niat menemui mereka."Woyy!" Suara khas yang terasa familiar mengejutkanku.
Jun muncul dari belakang seraya mendorongku kearah pintu perpus."Ih, ngapa si?"
"Ikut aja dulu, nanti juga tau"
Aku menurutinya tanpa membantah. Dan itu terjadi seakan diriku terhipnotis, mengikuti arah gerakannya. Langkah demi langkah mulai mendekati pintu. Hingga akhirnya aku sadar. Ada yang salah disini.
Tepat didepan pintu aku berbalik menghadap jun. Dia menaikkan satu alisnya heran.
"Ngapain gua nurut ama lu?"
"lah, nggak tau!" Jun menaikkan kedua pundak tanda ia memang tak mengerti. Aku juga heran dengan perkataanku.
"Ya udah, gua balik ke kelas dulu" aku melangkah pergi.
"Eits, ikut gua dulu!" Tanpa ancang ancang, Jun langsung menarik bajuku lalu melangkah masuk.
Tepat setelah aku masuk, disamping kanan terlihat Arbuy dan Mora lagi sibuk ngobrol yang dirasa cukup serius. Apa mereka beneran marah? Batinku mengulangi kata itu lagi. Sepertinya, mereka tidak mengetahui kehadiranku juga Jun. Kali ini aku pun harus pura pura nggak tahu tentang mereka-gengsi lah-
Jun membawaku ke rak yang waktu itu. Jarinya menelusuri buku buku coklat yang berjejer. Lalu berhenti. Menunjuk satu buku di depannya.
"Nih, buat tugas pak Yus. Besok harus dah selesai!" Katanya meraih dan menaruh buku coklat tebal itu di tanganku.
"Trus, lu ngapain?"
"Berdiri"
"Ish, maksud gua, tugas lu ngapain?"
"Gua? Dah selesai" logat sombongnya keluar. Sengaja ditunjukkan kepadaku. Yang intinya itu, ngeledek.
"KENAPA NGGAK NUNGGUINN" kutimpuk ia dengan buku tebal itu. Greget rasanya. Tapi Jun, berhasil lolos dari sasaranku. Lalu lari melewati loker satu ke loker lainnya. Langsung ku kejar dia tanpa disuruh sekalipun. Rasanya seneng, bisa melampiaskan rasa ini ke Jun. Keinginan tuk cemberut, butuh kerja keras. Aku tak bisa melakukannya. Senyum merekah diselingi tawa, setia mengikuti langkah kaki. Dan itu tidak berlangsung lama.
"Tolong yang berisik harap tenang! Ini perpustakaan. Bukan lapangan!" Sejurus kemudian, Ibu perpus menegur dengan sopan tapi nyindir. Kami lansung diam berpandangan. Menoleh kanan kiri melihat sekitar. Dan, kemudian saling tertawa.
"Sst.." Jun mengacungkan jarinya di depan bibir. Mengingatkan agar memelankan suara. Seraya melirik bu perpus yang masih asyik baca rupanya.
Aku menganguk pelan tanda mengerti. Lalu mengajak kembali ke kelas sebelum bel.
Kring.. kring..
"Baru diomonging, udah bel aja" aku menoleh ketempat sumber suara.
"Panjang umur namanya"balas Jun. Tak lama melangkah pergi. Disusul aku di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SALSA
Teen FictionAmatir version "Ha! Lu gak ngerasa?" Aku berdecak sebal, "emang bener ya, cowok kurang ajar tuh gak punya kepekaan!" Lanjutku masih dengan suara tinggi. "Lu kalo mau caper mending jangan sama gua. Percuma. Gak mempan di gua!" Ia meraih tasnya lalu b...