Dugaan

128 18 6
                                    

===========

Belum tahu juga? Ya sudah, tunggu saja, nanti juga tahu. -Fakih

===========

Suara gemuruh di langit sudah saling bersahutan. Seakan berlomba siapa yang paling besar bergemuruh sambil memberi tahu mahluk bumi bahwa hujan sebentar lagi datang. Awan abu sudah berdiam diri sedari tadi di sana. Menahan beban air yang siap tumpah kapan saja. Lingkaran mentari bersembunyi dibalik kelamnya langit. Malu-malu menampakkan diri sekarang.

Di bulan-bulan seperti ini memang sering terjadi hujan. Salah satunya di bulan januari ini. Hujan bisa turun 3 kali sehari, membuat tanaman tumbuh subur pula jemuran yang masih anyep belum kering.

Saat ini, aku bersama Silsi sedang berlomba mengayuh melawan waktu. Berharap ada tambahan waktu agar tidak hujan dulu sebelum kami tiba di rumah. lelahnya kaki ditambah seragam yang tak berbentuk lagi, sudah kami lupakan tuk kali ini. Masalah perlombaan melawan waktu, tak bisa di ganggu gugat.

Ku lihat Silsi, wajahnya sudah basah bermandikan keringat. Napasnya dapat terdengar terengah-engah. Kasihan pula aku melihatnya. Tapi, ya mau gimana lagi. Keadaannya sama denganku sekarang ini.

Tess..

Tetes air pertama jatuh diikuti ribuan tetes berikutnya. Suara derasnya hujan sudah terdengar sekarang. Angin berhembus miring menemani hujan yang sendiri. Jarak penglihatan kini hanya mampu dicapai beberapa meter saja. banyaknya butiran air yang jatuh, menyamarkan penglihatan kami. Suara petir sudah terdengar jelas di samping telinga. Sementara beberapa meter lagi, kami sampai di rumah.

***

"Kak, kuaci beli di mana?" Silsi meraih segenggam kuaci lalu memakannya sambil berselimut hangat di sofa. Badannya sudah kering sedari tadi setelah mandi.

"Nggak beli. Dikasih temen." Jawabku datar. Mataku masih fokus dengan buku tebal tentang sejarah peradaban Islam. Sungguh sangat ku suka buku sejarah yang satu itu.

"Siapa?"

"Orang."

"Tau orang, tapi namanya siapa?"

"Kepo."

"SERIUS IH!!" Silsi menyambar buku ku, lalu menutup paksa.

Aku terpaksa menoleh padanya. Ku tatap Silsi lamat-lamat. Kulihat apa maunya yang sudah jelas itu.

"Nggak kenal kakak juga." Jawabku.

"Kok bisa? Enggak kenalan? Makanya kenalan dulu kalo mau temenan."

"Iya." Kujawab sekenanya lalu mengambil buku sejarah kembali. Kulanjut baca walau Silsi dowar-dower ngoceh.

"Silsi ambil semua yah." Ucapnya kemudian, langsung ku menoleh terkejut.

"Eh, jangan semua. Nih, segini aja. Sisanya, buat kakak." Aku bergegas naik ke kamar juga membawa buku serta kuaci yang telah ku sisihkan semangkuk kecil.

Silsi mendengus sebal. Ku tahu itu. Namun, ku abaikan. Yang penting sudah berbagi.

***
Selepas sholat Isya, ku lanjutkan baca buku sejarah yang tadi terpotong. Duniaku seakan terfokus pada satu buku itu saja. Tak kupedulikan lagi keadaan sekitar yang minta diperhatikan. Masa bodo. Sekarang, waktuku tuk membaca. Biar mereka asik sendiri, toh, aku tak cemburu ini.

SALSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang