Pasca

131 26 6
                                    

================

"Ketenangan adalah jurus ampuh kedua sebelum pasrah" -Salsa

================

Cahaya mentari pagi perlahan menyeruak masuk melewati celah celah gorden yang tidak tertutup sempurna. Semilir angin sejuk pun tak mau kalah. Hembusan angin dingin terus mengitari kamar lantai dua itu, menunggu jendela terbuka.

Didalam, ada aku seorang yang dilanda bingung. Dibawah mata pasti terlihat menghitam, hanya orang peduli yang akan bertanya mengapa. Tentu, karna kasus rumit soal semalam. Apalagi coba.

Aku menarik napas perlahan, menguatkan diri. "Tenang semua pasti teratasi, tenang cukup santai dn fokus pasti semua baik baik saja. Tenang. Tenang. Hmm.. Tenang." Yang terakhir, kuhembuskan paling panjang. Mencoba mengendalikan diri, karna ini adalah yang PERTAMA terjadi dalam hidup seorang Salsa.

***
"Pagi Ma!" Dentuman langkah kaki diiringi suara mungil memecahkan hening pagi ini. Silsi merekah kan senyum terbaiknya. Lesung pipi tak lupa ia pamerkan pula. Mengambarkan tak ada beban dalam hidupnya, terlihat dari cara Silsi menyapa.

"Oiya, Ayah juga, pagi!" Silsi lanhsung ngeloyor ke tempat ayah. Ia mencium pipi ayah lalu menarik kursi meja makan. Mata Silsi sudah lapar melihat hidangan yang tertera. Tak sabar untuk segera memasukkannya ke mulut.

Tanpa aba aba, Silsi menaruh tas di meja makan. Saat itu juga, Mama menoleh. "Silsi anak mama yang cantik, tas nya tolong dikondisikan." Jari telunjuk mama mengarah ke tas Silsi. Silsi hanya nyengir kuda.

"Hehehe. Liat aja si mama." Silsi kembali ber-hehe.

Dan, apa kabar dengan ku? Itu yang jadi masalah. Aku harus menjaga sikap agar terlihat biasa saja.

"Hai ma! Yah!" Sapaku lanjut duduk di samping Silsi. Silsi yang semula anteng ayem makan, langsung berhenti.

"Matanya itu kenapa kak? Insom?" Saat itu juga, ayah ikut menoleh dan mama pun tak mau ketinggalan. Kejadian langka di keluarga ini. Apalagi, Salsa yang biasa tidur jam 9, bisa punya tanda hitam di bawah mata.

"Semalem nggak tidur? Tidur jam berapa?" Ayah seraya menaruh sendok kopinya.

"Ngerjain pr? Atau malah telponan sama Mora?" Mama lanjut bertanya.

"Sama Kak Arbuy kali? Atau jangan jangan...." Mata silsi menatap dengan tatapan devil. "Kakak punya pacar yah!" Silsi menaikkan sebelah alisnya. Meminta jawaban pasti.

"Ma, Yah, Silsi juga. Tolong lah, kalo nanya satu satu. Pusing Salsa jawabnya!" Heran aku dibuat mereka. "Yaudah. Mau dijawab yang mana dulu? Yang insom? Atau yang pacar?" Ekspresiku dibuat setenang mungkin. Agar mereka tidak cepat curiga.

"Semuanya!" Silsi menyahut.

"Oke. Salsa jelasin,"
"Jadi, semalem baru pertama kali Salsa kena insom. Dan gara garanya yang pasti bukan karna pacar. Kan tau sendiri, Salsa belom punya pacar."
"Mungkin karna keasyikan main hape."

Mereka tampak mulai percaya. Jujur. Aku tidak bohong menjawabnya. Semalam memang main hape hingga larut. Tahu apa yang ku lakukan dengan ponsel itu semalam? Sebentar lagi kalian juga akan tahu.

***
Sepeda sudah kupastikan aman. Mora sudah setia menanti sedari tadi. Aku rasa, Arbuy belum cerita tentang semalam ke Mora. Raut wajah Mora sangat meyakinkan bahwa ia memang belum mengetahuinya.

Tapi, sedari tadi, Arbuy belum terlihat. Dimana sosok bikin stres itu berada. Aku sudah siap mental untuk menghadapi mahluk itu bila tiba tiba ia muncul tak disangka. Untuk meyakinkan, ku lihat screen shot materi hasil penelusuranku semalam. Yap! Itulah yang membuat mata sedikit menghitam.

SALSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang