dua puluh tiga

67.7K 9.1K 674
                                    

Aga menahan tubuhnya dengan bertumpu pada dashboard saat Gio mengerem mendadak. Dia lupa memakai sabuk pengaman. Kedua matanya mengerjap cepat, lalu menatap Gio dengan kesal.

"Lo gila ya?!" serunya.

Gio balas menatapnya tak kalah emosi, "Lo tuh yang gila! Masih SMP tapi udah mau 'begituan'!"

"Heh! Gue masih mending udah SMP! Ditahun terakhir pula! Jaman sekarang, anak SD aja udah pandai 'begituan'! Lagian gue masih perjaka! Nah, lo sendiri?! Nggak yakin gue kalo lo masih perjaka!"

Aga mendengus sinis sambil bersedekap dada. Mengingat seberapa liarnya Gio dulu, membuat Aga semakin sebal. Apalagi saat ingatan Gio yang mencium salah satu mantannya di koridor perpustakaan memasuki kepala Aga. Pemuda cantik itu gerah.

Gio segera menepikan mobilnya, lalu melepas sabuk pengaman dan memposisikan tubuhnya untuk menghadap ke arah Aga.

"Oke, gue emang pernah. Tapi, gue ngelakuin itu nggak sengaja! Sumpah!"

Aga berdecih. Parahan tindakan siapa? Gio lah! Yang pantas marah siapa? Aga lah!

"Anak orang hamil baru tau rasa lo!" serunya kesal. Dahinya berkerut. Menebak wanita mana yang sudah Gio tusuk dan berakhir dengan kerutan di dahi yang semakin mendalam.

Kenapa mantan wanitanya Gio itu banyak banget?!!

"Kejadiannya udah lama, jadi nggak mungkin," gerutu Gio.

Aga merengut.

"Bangga dong lo, udah lepas perjaka? Cowok straight kan biasa gitu," ketusnya. Manik sehitam malam itu mendelik sinis.

Gio menghela napas, "Kenapa? Lo mau? Kalo mau, ayo!"

"Ew! Lo kira gue apaan? Gue emang pernah hampir ngelakuin itu, tapi bukan berarti gue mau bener-bener ngelakuinnya sama lo."

Dahi Gio mengerut, "Lo nggak mau ena-enaan sama gue?"

Aga facepalm, "Bukan itu maksudnya! Kita pacaran ini baru berapa hari?! Masa iya mau langsung ke itu?!"

"Emang apa salahnya? Kita kan sama-sama cowok! Mau ngelakuin diawal ataupun nanti, sama aja! Lo juga nggak bakalan hamil, kan?"

"Lo kira segampang itu?! Emang lo tau gimana masukin punya lo ke lubang gue?! Emang lo tau gimana caranya untuk ngebuat gue enak? Lo kira ngelakuin itu nggak sakit?! Mikir dong! Belajar aja dulu lo sana!"

Gio tidak mengerti. Memangnya sesakit itu sex nya sesama jenis? Kalo sakit, kenapa Putra suka? Atau jangan-jangan Kevin yang ditusuk? Tapi setahu Gio, mereka berdua sama-sama menyukai kegiatan itu, jadi kenapa Aga tidak mau? Paling sakitnya cuma sebentar kan? Cewek juga begitu.

"Nggak usah mikir macem-macem! Cepetan jalan! Kapan sampenya kalo begini!" gerutu Aga.

Gio merengut, "Lo beneran nggak mau nyobain?"

"Gak!"

Bibirnya mencebik, "Cium gue dulu?"

Aga mendelik tajam.

"Oke! Oke! Kita jalan!"

Dengan menggerutu pelan, Gio menjalankan mobilnya. Ia melirik jam tangan yang telah menunjukkan pukul dua belas lewat beberapa menit.

"Kita makan dulu ya," Gio berucap pelan yang hanya di 'hm' kan oleh Aga. Lalu, segera melajukan mobilnya menuju tempat makan langganan keluarganya.

"Btw, bokap lo kerja apaan?" tanya Aga. Oh, pemuda itu sama sekali tidak lupa dengan apa yang ia lihat di dalam dompet Gio yang dipenuhi dengan lembaran kertas berwarna merah dan biru.

"Jangan bilang bokap lo punya perusahaan gede yang ngebuat harta lo banyak kek Andrew dan lo itu penerusnya?" lanjut Aga cepat.

Gio terbahak, "Kayaknya lo kebanyakan baca novel deh, Ga."

Aga cemberut. Kan biasanya begitu. Cowok ganteng, anak basket, populer, dompetnya tebel lagi. Apa coba kalo bukan anak orang kaya?

"Bokap gue kerjanya biasa doang. Di perusahaan sih, tapi sebagai pegawai, bukan pemilik," ujar Gio dengan santai.

Aga menyipitkan kedua matanya curiga, "Terus? Lo dapet duit sebanyak itu dari mana? Nggak nyolong dari dompet orang tua lo kan?"

Gio kembali terbahak, "Enggaklah! Gila aja lo! Gini-gini, gue berbakti sama orang tua!"

"Jadi? Lo ngepet?"

Gio terkikik. Benar-benar merasa lucu dengan perkataan Aga tadi. Ngepet? Emang zaman sekarang masih ada yang mau ngepet?

"Bokap gue penganut semboyan 'banyak anak, banyak rejeki', dan gue anak bungsu dari lima saudara. Keempat saudara gue udah pada kerja semua. Jadi, gue selalu dapet bulanan dari mereka," mobil itu berhenti karena lampu merah. Gio menoleh menatap Aga, "Dan uang bulanan dari empat orang sekaligus itu banyak banget. Terus juga, gue nggak terlalu suka beli ini-itu. Jadi yah, numpuk deh. Tapi, akhirnya kepake juga buat traktir lo makan dan bayarin novel lo."

Aga mendengus, "Nggak tau kenapa, gue terdengar matre diperkataan lo."

Lagi-lagi, Gio tertawa.

"Santai aja kali! Kalo lo mau ngehabisin duit gue juga nggak masalah," ujarnya.

"Iya, lo nggak masalah, tapi gue yang masalah!" gerutu Aga.

"Eh, btw, keuangan lo sendiri gimana? Dikirimin bokap?" tanya Gio.

"Ya dapat dari kerja lah! Gue manggung sama pemotretan kan biar dapet duit."

Lampu hijau menyala. Mobil mereka kembali bergerak.

"Jadi, lo nggak dapet dari bokap?"

"Enggak. Kalo bisa cari sendiri, ngapain minta? Lagian dia pasti punya keperluan yang lebih penting untuk anak istrinya yang baru."

Gio melirik pacar cantiknya itu sesekali. Lumayan heran, kenapa mimik wajah si cantik bisa tetap datar walaupun bibirnya mengomel ini-itu.

"Ntar lo mau kuliah di mana?" Setirnya ia putar. Membelokkan mobil yang ia kendarai dengan mulus.

"Nggak kuliah gue. Langsung kerja."

"Loh? Kenapa?" tanya Gio kecewa.

"Kalo kuliah siapa yang mau bayarin? Lewat jalur beasiswa? Gue nggak mau. Belum tentu gue bisa langsung dapet kerja kek sekarang nanti. Ntar aja, pas duit gue banyak, gue kuliah. Lagian pendidikan nggak cuma ada di sekolah atau universitas. Jaman sekarang mudah untuk dapet ilmu," ujar Aga panjang lebar.

Dia tidak mau mengabaikan peluang kerja yang ada didepan matanya saat ini. Pasti akan sangat rugi sekali jika dia melakukannya.

"Gitu ya.." Gio mendesah kecewa. Ia memarkirkan mobilnya di depan salah satu restoran keluarga.

"Kenapa lo yang kecewa?" Aga membuka sabuk pengamannya dan menatap Gio bingung.

"Kalo aja duit gue segunung, gue kan jadinya bisa bayarin lo kuliah. Lo nggak perlu capek-capek kerja," ujarnya pelan.

Aga tersenyum tipis, "Dimana-mana, cowok emang harus kerja."

Gio menggerutu, "Kalo lo udah sah jadi milik gue nanti, nggak bakal pernah gue biarin lo kerja. Tugas gue itu."

Aga keluar dari mobil dan menutup pintu dengan keras, lalu jari tengahnya mengacung ke arah Gio. Dan dia langsung masuk ke dalam restoran tanpa menunggu pemuda tinggi itu.

Gio mengerut bingung, "Kenapa gue digituin?" gerutunya, dan segera keluar dari mobil.

Ah, dia hanya tidak tau efek dari ucapannya tadi.

Benar-benar dahsyat hingga hampir saja membuat Aga lepas kontrol ingin mencumbunya saat itu.

Sah?

Gio ingin membuat hubungan mereka sah?

Oh, Neptunus, harus berapa kali lagi Gio membuatnya meleleh?

Aga tidak sanggup.

SECRET [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang